Minggu, 16 September 2012

Dari sahabat

Halo semua… :-) ini waktunya saya share mengenai pentingnya kasih, bukan kompetisi. Selama ini kita selalu diajarkan oleh orang tua juga guru kita bahwa kita hidup untuk berkompetisi, karena zaman semakin berkembang, orang bertambah banyak, teknologi semakin maju. Mereka mengatakan kompetisi baik untuk meningkatkan pengetahuan, skill, padahal kita tak sadar kompetisi hanya semakin membuat kita terpisah, jauh dari prinsip ONENESS & KASIH. Sesungguhnya ada banyak cara untuk meningkatkan pengetahuan, skill, selain berkompetisi, itu adalah dengan berbagi, melayani sesama. Koran yang kita baca, acara tv & radio yang kita lihat dan dengar, selalu menyuguhkan kompetisi. Entah itu kompetisi dalam belajar, adu bakat, mencari pekerjaan, berbisnis, berpolitik, olahraga.
Oleh karena itu suatu kompetisi menjadi hal yang wajar. Seolah kompetisi sudah menjadi bagian dari rutinitas kita sehari-hari. Kejadian ini kemudian dimanfaatkan oleh pihak gelap untuk terus mengontrol manusia bumi, membuat mereka tak sadar, indivudualistis, saling bersaing, bukannya saling bahu membahu & bersatu. Pihak gelap membuat pikiran dari sebagian besar manusia bumi terprogram untuk hidup dengan prinsip “fight or flight”, “merebut atau direbut”.

Ini sungguh keliru sodaraku, bukan ini yang Tuhan inginkan, Dia ingin manusia memahami apa itu kasih dan kasih adalah berbagi, bukan berebut, bersaing. Pemikiran berkompetisi berawal dari rasa khawatir, takut, takut kurang, takut tidak cukup, sehingga harus berebut. Saat manusia saling berebut, mereka akan mementingkan ego masing-masing. Masing-masing individu berpikir “AKU harus menang dan kamu kalah”.  Mengapa tidak pernah terpikir untuk sama-sama menang, “win-win solution”? Prinsip “win-win solution” sepertinya masih sangat asing untuk manusia bumi.

Mengapa selalu membayangkan soal kekurangan, bukan keberlimpahan untuk semua, saling berbagi, saling melayani? Kompetisi dapat menimbulkan iri dengki, kebencian, arogansi, sikap agresif, perkelahian, peperangan. Sodaraku… ingatlah bahwa frekwensi yang paling rendah adalah ketakutan, sedangkan frekwensi yang paling tinggi adalah cinta kasih. Selama kita terus hidup terpola dengan kompetisi, kita akan selalu beroperasi dengan frekwensi terendah. Saat kita beroperasi di frekwensi terendah maka kita tak akan pernah bisa naik ke tahap selanjutnya, level lebih tinggi, dimensi lebih tinggi.
Jika sodara/iku sudah mengerti akan hal ini, bisa kalian bayangkan sudah berapa lama bumi & penghuninya beroperasi di frekwensi yang sangat rendah. Terus terkungkung dalam sangkarnya, tidur dalam mimpinya, diselimuti kegelapan. Itulah sebabnya peradaban bumi jauh tertinggal dengan peradaban ras-ras manusia di bintang lain. Evousi/transformasi/ascension sudah di depan mata, untuk pindah ke level yang lebih tinggi, diperlukan vibrasi, frekwensi, energi yang cukup. Untuk itu semua energi negatif yang ada di bumi akan disaring, dimurnikan. Karena setelah bumi naik di dimensi lebih tinggi, tak akan ada lagi frekwensi semacam ini.
Saat ini kompetisi dalam olahraga sudah menjadi hal yang lumrah bagi manusia bumi. Acara ini bahkan menjadi favorit dan dinikmati oleh banyak orang.


Ajang kompetisi olahraga terbesar bumi adalah pertandingan Olympiade. Sebagai contoh, Olympiade ke-30 yang akan diselenggarakan di London, Inggris tahun ini, melibatkan lebih dari 200 negara dengan jumlah atlet yang bertanding lebih dari 10 ribu orang pada 26 cabang olahraga. Acara ini juga akan disiarkan ke seluruh dunia baik lewat media cetak ataupun elektronik. Dari buku yang ditulis oleh seorang pelancong bernama Pausania, yang berjudul “Description of Greece”, diketahui bahwa kompetisi ini sudah berlangsung semenjak abad ke-6 sebelum Masehi.
Acara ini diadakan di stadium yang berada di Olympia, Yunani. Stadium itu bahkan mampu menampung hingga 50 ribu penonton.
Kala itu, acara ini merupakan ritual terpenting untuk memuja dewa/i Yunani. Ini salah satu bukti bahwa orang-orang ketika itu keliru dengan memuja para extraterrestrial (et), menyembahnya, bahkan melakukan ritual-ritual yang sama sekali bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh para et tentang spiritualitas.

Zeus dan kelompoknya mengajarkan bahwa inti dari spiritualitas adalah KASIH & KESADARAN. Bukanlah persaingan, kompetisi, karena KOMPETISI BUKANLAH KASIH. Dari sinilah awal kejatuhan manusia bumi, dengan mengadakan kegiatan kompetisi olahraga yang semakin membuat kita terpisah, saling berebut, mementingkan ego masing-masing, demi nama kelompok, daerah, negara dan jauh dari kesadaran bahwa KITA ADALAH SATU. Seiring berjalannya waktu, kompetisi ini menyebar dari Yunani ke seluruh dunia, semakin banyak pula cabang olahraga yang dipertandingkan.  Ajang ini juga kemudian digunakan untuk mempertandingkan tiap negara, daerah, kelompok dan dijadikan kegiatan rutin. Mengapa ini bisa terjadi? Siapakah yang bertanggung jawab? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya mengajak sodara/iku sekalian untuk bercermin.

Yap… sesungguhnya kita sendirilah yang melakukannya. Semua pihak bertanggung jawab untuk ini, pajak yang diambil dari rakyat digunakan pemerintah untuk mendanai pembangunan gelanggang & stadium olahraga, mengadakan event-event kompetisi yang bersifat regional atau nasional,  juga mengiklankannya lewat media cetak & elektronik. Banyak pengusaha produk olahraga juga ikut andil, dalam hal ini mereka mensponsori kompetisi olahraga dari dana hasil penjualan produk mereka pada masyarakat. Dan orang-orang dengan senang hati membeli produk mereka, bahkan keranjingan dan menjadikannya fashion. Media cetak & media elektronik ikut memanfaatkan situasi ini, mereka berharap dengan berita seputar kompetisi yang mereka anggap bergengsi ini dapat menaikan rating, yang pada akhirnya akan memberi keuntungan mereka lebih banyak. Dan sekali lagi… orang-orang menikmati acara ini, bahkan menjadikannya acara favorit mereka. Sudah berapa banyak uang yang dihabiskan untuk support kegiatan primitif ini, bayangkan jika uang itu dipakai untuk program kemanusiaan, mengentaskan kelaparan, kemiskinan. Sodaraku, energi negatif ini sudah sejak lama ada di bumi dan manusia bumi, terus memberi makan energi negatif itu hingga bertambah kuat, hingga sangat… sulit dilepaskan.
Dalam kompetisi olahraga hal semacam ini sudah biasa terjadi.





Iri dengki, kebencian, arogansi, sikap agresif, perkelahian, tidak hanya mempengaruhi atlet yang sedang berkompetisi tapi juga para penontonnya.


Sampai kapan kegelapan ini terus menyelimuti? Kapankah manusia bumi bangun dari mimpinya? Apakah kita ingin seperti zaman gladiator dulu? Sampai kapan kita terus terpisah karena kepentingan golongan, kelompok, daerah, negara?

Kompetisi dalam olahraga merupakan bukti bahwa peradaban manusia bumi masih primitif bila dibandingkan dengan peradaban ras-ras manusia di dimensi yang lebih tinggi. Selama masih ada kompetisi dalam olahraga, itu menandakan bahwa manusia bumi masih mementingkan ego masing-masing dan belum mengerti apa itu ONENESS, bahwa KITA ADALAH SATU.

BERSAMBUNG KE “MENGAPA BERKOMPETISI BUKAN SALING MENCINTAI? BAG 2″

Tidak ada komentar:

Posting Komentar