Allah SWT berfirman:
"Dan
buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika
utusan-utusan
datang kepada mereka. (Yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua
orang utusan,
lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan
(utusan) yang
ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: 'Sesungguhnya kami adalah orangorang
yang diutus
kepadamu.' Mereka menjawab: 'Kamu tidak lain hanyalah manusia
seperti kami dan
Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatu pun, kamu tidak
lain hanyalah
pendusta belaka.' Mereka berkata: 'Tuhan kami mengetahui bahwa
sesungguhnya
kami adalah orang yang diutus kepada kamu. Dan kewajiban kami tidak
lain hanyalah
menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.' Mereka menjawab:
'Sesungguhnya
kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya kamu jika tidak
berhenti
(menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan
mendapat siksa
yangpedih dari kami.' Utusan-utusan itu berkata: 'Kemalangan kamu itu
adalah karena
kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu mengancam
kami)?
Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas. " (QS. Yasin:
13-19)
Allah SWT menceritakan kepada
kita tentang tiga nabi tanpa menyebut nama-nama
mereka. Hanya saja, Al-Qur'an
menyebutkan bahwa kaum yang didatangi tiga nabi
tersebut mendustakan mereka.
Mereka mengingkari bahwa tiga nabi itu sebagai utusan
Allah. Ketika para rasul itu
menunjukan bukti kebenaran mereka, kaumnya berkata
bahwa kedatangan mereka justru
membawa kesialan. Mereka mengancam para nabi itu
dengan rajam, pembunuhan, dan
siksaan yang pedih. Para nabi itu menolak ancaman ini
dan menuduh kaumnya membuat
tindakan yang melampui batas. Mereka justru
menganiaya diri mereka sendiri.
Al-Qur'an al-Karim dalam konteks
ayat tersebut tidak menceritakan bagaimana urusan
para nabi itu. Yang ditonjolkan
oleh Al-Qur'an adalah urusan seorang mukmin yang
mengikuti para nabi itu. Hanya
dia satu-satunya yang beriman kepada nabi. Kelompok
yang kecil ini berhadapan dengan
kelompok yang besar yang menentang para nabi. Lakilaki
itu datang dari negeri yang jauh.
Dan dalam keadaan berlari, ia mengingatkan
kaumnya. Hatinya telah terbuka
untuk menerima kebenaran. Belum lama ia menyatakan
keimanannya sehingga kemudian ia
dibunuh oleh orang-orang kafir.
Allah SWT berfirman:
"Dan
datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki (Habib an-Najjar) dengan
bergegasgegas
ia berkata: 'Hai
kaumku, ikutilah utusan-utusan itu, ikutilah orang yang tiada
minta balasan
kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Mengapa aku
tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya
kepada-Nya-lah
kamu (semua) ahan dikembalikan? Mengapa aku akan menyembah
tuhan-tuhan
selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan
terhadapku,
niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikit pun bagi diriku dan
mereka tidah
(pula) dapat menyelamatkanku? Sesungguhnya aku kalau begitu pasti
berada dalam
kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu;
maha
dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku.'" (QS. Yasin: 20-25)
Konteks Al-Qur'an hanya
menyebutkan atau membatasi tentang proses pembunuhan itu.
Belum lama orang mukmin itu atau
belum sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya
sehingga Allah SWT mengeluarkan
perintah-Nya dan mengatakan:
"Dikatakan
(kepadanya): 'Masuklah ke surga.' Ia berkata: 'Alangkah baiknya sekiranya
kaumku
mengetahui, apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan
menjadikan aku
termasuk orang-orang yang dimuliakan.'" (QS. Yasin: 26-27)
Jadi, Al-Qur'an al-Karim tidak
menyebutkan nama-nama para nabi itu dan kisah-kisah
mereka, tetapi yang ditonjolkan
adalah kisah lelaki mukmin di mana dalam konteks ayat
tersebut nama laki-laki mukmin
pun tidak disebutkan. Tentu penyebutan namanya tidak
penting, tetapi yang lebih
penting adalah apa yang terjadi padanya. Beliau adalah seorang
mukmin yang mengikuti para nabi
AllahSWT.
Dikatakan kepadanya: masuklah ke
dalam surga. Tentu proses penyiksaan yang
diterimanya dan pembunuhannya
bukan membawa suatu nilai yang besar tetapi yang
perlu diperhatikan adalah bahwa
ia beriman dan tetap berjuang membela para nabi.
Meski-pun ia mendapatkan ancaman
pembunuhan, ia tetap menunjukkan keimanannya
dan keimanannya tetap membara. "Sesungguhnya
aku telah beriman kepada Tuhanmu;
maka dengarkanlah (pengakuan
keimanan)ku."'♦
Tidak ada komentar:
Posting Komentar