Yakub atau Israil tinggal di
Mesir sejak ia datang untuk bertemu dengan anaknya, Yusuf.
Ketika beliau wafat mereka
menguburnya di tempat di mana ia dilahirkan di Palestina.
Anak-anak Israil lebih memilih
untuk hidup di Mesir di sisi Yusuf. Keadaan Mesir,
kebaikannya yang banyak,
kelayakan tanahnya, dan keharmonisan iklimnya merupakan
daya tarik tersendiri bagi mereka
untuk tinggal di dalamnya. Anak-anak Israil tinggal di
Mesir dalam tempo yang lumayan.
Mereka menikah sehingga jumlah mereka bertambah
banyak. Berlalulah tahun demi
tahun dan kemudian Nabi Yusuf meninggal. Nabi Yusuf
telah mengubah Islam saat beliau
memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf
memperjuangkan Islam dan setiap
nabi yang diutus oleh Allah SWT pasti
memperjuangkan agama Islam sejak
Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw.
Pengertian Islam di sini ialah,
mengesakan Allah SWT dan hanya semata-mata
menyembah-Nya, meminta
pertolongan kepada-Nya, dan berdoa kepada-Nya. Islam juga
berarti menyerahkan niat dan amal
hanya semata-mata kepada Allah SWT. Demikianlah
yang kita pahami atau yang kita
maksud dari kata al-Islam, bukan sistem sosial yang
dibawa oleh Nabi yang terakhir,
yaitu Nabi Muhammad saw. Sistem ini merupakan
kepanjangan dari sistem-sistem
sosial yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu dan
tidak berbeda dari Nabi Adam
sampai Nabi Muhammad saw.
Ketika Nabi Yusuf menjadi
penguasa di Mesir dan ketua para menteri agama di Mesir
berubah menjadi agama tauhid atau
Islam. Nabi Yusuf as menyeru manusia untuk
memeluk Islam saat beliau ada di
dalam penjara ketika beliau mengatakan:
"Manakah
yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah YangMaha
Esa lagi Maha
PerkasaV (QS.Yusuf:
39)
Dan beliau berdoa pada suatu hari
ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah
aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang
yang saleh.
" (QS.
Yusuf: 101)
Dan ketika Nabi Yusuf meninggal,
Mesir mengubah sistem tauhid ke sistem multi tuhan
untuk kedua kalinya. Menurut
dugaan kuat bahwa hal ini terwujud dengan adanya
campur tangan kelompok-kelompok
elit yang berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini—
ketika di bawah agama tauhid—mereka tidak mendapatkan suatu
perlakukan istimewa
atau dibedakan dengan masyarakat
umum, sehingga karenanya mereka mempunyai
kepentingan untuk mengembalikan
sistem penyembahan multi tuhan. Kemudian
masyarakat mengikuti sistem
penyembahan Fir'aun. Dan akhirnya, Mesir dipimpin
keluarga-keluarga Fir'aun dan
mereka mengklaim bahwa mereka adalah tuhan atau wakilwakil
tuhan atau orang-orang yang
berbicara atas nama tuhan.
Pada dasarnya, masyarakat Mesir
adalah masyarakat yang beradab. Mereka disibukkan
dengan pembangunan peradaban.
Mereka memiliki kecenderungan keagamaan yang kuat.
Dan barangkali kelompok-kelompok
dari masyarakat Mesir meyakini bahwa Fir'aun
bukan tuhan namun karena mereka
mendapat tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun
tidak ingin dari kaurnnya kecuali
agar mereka menaatinya sehingga mereka pun terpaksa
menyembunyikan keimanan dalam
diri mereka. Jadi, tuhan-tuhan berhala banyak sekali
di Mesir. Hal yang bisa dipahami
adalah, bahwa Fir'aun menguasai semua macam tuhan
dan ia mengisyaratkan dengannya
dan berbicara atas namanya. Yang demikian ini adalah
sangat jelas di Mesir. Ketika
terdapat sistem multi tuhan di Mesir—meskipun
masyarakatnya meyakini tuhan
utama, yaitu Fir'aun—kelompok elit
yang berkuasa
membatasi untuk hanya menyembah
Fir'aun dan melaksanakan perintah-perintahnya
serta membenarkan tindakan
semena-menanya. Kita akan mengetahui dan kita akan
membuka lembaran-lembaran Nabi
Musa as bagaimana masyarakat Mesir hidup di
zamannya. Mayoritas masyarakat
saat itu mendapatkan kehinaan yang luar biasa dan
diperlakukan secara lalim. Mereka
harus taat sepenuhnya kepada Fir'aun. Mereka selalu
diancam oleh algojo-algojo Fir'aun
dan para tentaranya.
Allah SWT menceritakan Fir'aun
yang hidup di zaman Nabi Musa dalam firman-Nya:
"Maka dia
mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya
(seraya
berkata): 'Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.'" (QS. an-Nazi'at:
23-24)
Manusia saat itu benar-benar
tunduk terhadap pernyataan orang-orang kafir. Mereka
menaati—barangkali itu karena terpak-sa—perkataan Fir'aun. Mesir kembali
menggunakan sistem multi tuhan
setelah sebelumnya disinari oleh tauhid yang
disuarakan oleh Nabi Yusuf.
Sementara itu, anak-anak Yakub atau anak-anak Israil
mereka telah menyimpang dari
tauhid. Mereka mengikuti orang-orang Mesir. Sedikit
sekali dari keluarga mereka yang
masih mempertahankan agama tauhid secara
tersembunyi.
Datanglah suatu masa atas Bani
Israil di mana mereka semakin banyak dan semakin
menyebar. Mereka mengerjakan
berbagai macam pekerjaan, dan mereka memenuhi
pasar-pasar Mesir. Berlalulah
hari demi hari. Mesir diperintah oleh seorang raja yang
bengis di mana orang-orang Mesir
menyembahnya. Raja yang jahat ini melihat Bani
Israil semakin banyak dan semakin
berkembang serta mengambil posisi-posisi penting.
Raja mendengar pembicaraan Bani
Israil tentang berita yang samar di mana dalam berita
itu dikatakan bahwa salah seorang
anak Bani Israil akan menjatuhkan Fir'aun Mesir dari
singgasananya. Barangkali berita
itu berasal dari suatu mimpi dari mimipi-mimpi hidup
atau mimpi nyata yang
mengelilingi hati kelompok minoritas yang tertindas, dan
mungkin itu merupakan berita
gembira yang tersebut dalam kitab-kitab mereka. Apa pun
halnya, berita ini telah sampai
di telinga Fir'aun.
Kemudian Fir'aun mengeluarkan
perintah yang aneh, yaitu jangan sampai seorang pun
dari Bani Israil yang melahirkan
anak. Maksud dari perintah ini adalah, hendaklah setiap
anak yang lahir dari jenis
laki-laki dibunuh. Aturan ini mulai diterapkan. Tapi para pakar
ekonomi berkata kepada Fir'aun:
Orang-orang tua dari Bani Israil akan mati sesuai
dengan ajal mereka, sedangkan
anak-anak kecilnya disembelih maka ini akan berakhir
pada hancurnya dan binasanya Bani
Israil namun Fir'aun akan kehilangan kekayaan dan
aset manusia yang dapat bekerja
untuknya atau menjadi budak-budaknya dan wanitawanita
tidak dapat lagi dimilikinya.
Maka yang terbaik adalah, hendaklah dilakukan suatu
proses sebagai berikut: Anak
laki-laki disembelih pada tahun yang pertama dan
hendaklah mereka dibiarkan pada
tahun berikutnya. Fir'aun sependapat dengan pikiran ini
karena itu dianggap lebih
menguntungkan dari sisi ekonomi.
Ibu Musa mengandung Harun pada tahun
di mana anak-anak kecil tidak dibunuh maka ia
melahirkannya secara
terang-terangan. Ketika datang tahun yang ditetapkan di dalamnya
bahwa anak-anak kecil harus
dibunuh, ia melahirkan Musa. Saat melahirkan Musa, sang
ibu merasakan ketakutan yang luar
biasa. la mencemaskan bahwa jangan-jangan anaknya
akan dibunuh. Maka si ibu
menyusuinya secara sembunyi-sembunyi. Kemudian
datanglah suatu malam yang penuh
berkah di mana Allah SWT mewahyukan kepadanya:
"Dam Kami
ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila khawatir terhadapnya
maka jatuhkalah
ia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir danjanganlah
(pula) bersedih
hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu,
dan
menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.'" (QS. al-Qashash:
7)
Mendengar wahyu Allah SWT itu dan
mendengar panggilan yang penuh kasih sayang
dan suci ini, ibu Musa langsung
menaatinya. Ia diperintahkan untuk membuat peti kecil
bagi Musa. Setelah menyusuinya,
ia meletakkannya di peti itu. Kemudian ia pergi ke tepi
sungai Nil dan membuangnya di
atas air. Hati sang ibu adalah hati yang paling pengasih
di dunia. Hatinya dipenuhi
penderitaan saat ia melemparkan anaknya di sungai Nil, tetapi
ia menyadari bahwa Allah SWT
lebih Pengasih terhadap Musa dibandingkan dengan
dirinya. Allah SWT lebih
mencintainya dibandingkan dengan dirinya. Allah SWT adalah
Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.
Belum lama peti itu menyentuh
sungai Nil sehingga sang Pencipta mengeluarkan
perintah kepada arus sungai agar
menjadi tenang dan bersikap lembut terhadap bayi yang
dibawanya yang pada suatu hari
akan menjadi Nabi. Sebagaimana Allah SWT
memerintahkan kepada api agar
menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi
Ibrahim, begitu juga Allah SWT
memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa Musa
dengan tenang dan penuh
kelembutan sehingga menyerahkannya ke istana Fir'aun. Air
sungai nil membawa peti yang
mulia ini ke istana Fir'aun. Di sana ombak
menyerahkannya kepada tepi pantai
kemudian ia mewasiatkan kepada tepi pantai itu. Dan
angin berkata kepada rumput yang
tidur di sisi peti: Jangan engkau banyak bergerak
karena Musa sedang tidur. Rumput
itu pun menaati perintah angin dan Musa tetap tidur.
Pada hari itu, matahari menyinari
istana Fir'aun. Istri Fir'aun keluar berjalanjalan di
kebun istana sebagaimana
biasanya. Kita tidak mengetahui apa gerangan yang
menjadikannya berjalan-jalan dan
menempuh jarak yang lebih jauh dari yang biasa di
tempuhnya.
Istri Fir'aun berbeda sekali
dengan Fir'aun. Fir'aun adalah seorang kafir sementara
istrinya adalah seorang yang
beriman. Fir'aun adalah seorang yang keras kepala
sementara istrinya adalah seorang
yang penyayang. Fir'aun adalah seorang penjahat
sementara istrinya adalah seorang
yang lembut dan penuh cinta. Di samping itu, istrinya
merasakan kesedihan yang dalam
karena ia belum mampu melahirkan anak. Ia
merindukan untuk mendapatkan
anak. Istri Fir'aun berhenti di sisi kebun kemudian bau
harum yang datang dari pohon itu
menyebarkan perasaan sedih akan rasa kesendirian.
Pada saat yang sama,
wanita-wanita yang membantunya sudah memenuhi tempat-tempat
air yang diambil dari sungai.
Tiba-tiba mereka mendapati peti di sisi kaki mereka.
Mereka membawa peti itu seperti
semula ke istri Fir'aun. Ia memerintahkan untuk
membukanya lalu mereka pun
membukanya. Betapa terkejutnya istri Fir'aun ketika
melihat Musa di dalamnya. Maka ia
pun merasakan bahwa ia mencintainya seperti
anaknya sendiri. Allah SWT
menaruh dalam hatinya rasa cinta kepada Musa sehingga air
matanya berlinang.
Kemudian ia membawa peti mati
itu. Istri Fir'aun membolak-balikkan Musa sambil
menangis. Musa terbangun dan ia
pun menangis. Musa tampak lapar ia membutuhkan air
susu pagi dan tetap menangis.
Fir'aun duduk di atas meja makan. Ia menantikan istrinya
namun yang ditunggu belum hadir.
Fir'aun mulai marah dan mencarinya. Tiba-tiba ia
dikagetkan dengan kedatangan
istrinya dengan membawa Musa. Istri Fir'aun tampak
sangat menyayanginya. Ia terus
menciuminya dan air matanya berlinangan. Fir'aun
bertanya, "dari mana
datangnya anak kecil ini?" Kemudian mereka menceritakan
kepadanya bahwa mereka
menemukannya di sebuah peti di tepi sungai. Fir'aun berkata:
"Ini adalah salah satu anak
Bani Israil. Sesuai dengan peraturan, anak-anak yang lahir
tahun ini harus dibunuh."
Mendengar keputusan Fir'aun itu, istri Fir'aun berteriak dan ia
mendekap Musa lebih keras:
"Dan
berkatalah istri Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu.
Janganlah kamu
membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat hepada kita atau kita
ambil iajadi
anak.'" (QS.
al-Qashash: 9)
Fir'aun tampak keheranan sekali
melihat aksi istrinya yang mendekap anak kecil yang
mereka temukan di tepi sungai.
Fir'aun tampak tercengang karena istrinya menangis
dengan gembira di mana Fir'aun
tidak pernah mendapati istrinya menangis karena
gembira seperti ini. Fir'aun
mulai mengetahui bahwa istrinya menyayangi anak ini seperti
anaknya sendiri. Fir'aun berkata
dalam dirinya: Barangkali ia ingat bahwa ia tidak
mampu melahirkan anak dan
menginginkan anak ini. Akhirnya, Fir'aun sepakat atas apa
yang dikatakan oleh istrinya.
Fir'aun memenuhi keinginannya dan menyetujuinya untuk
mendidik anak ini di istananya.
Ketika mendengar persetujuan
Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar biasa pada wajah
istrinya. Fir'aun belum pernah
menyaksikan keceriaan seperti ini. Fir'aun telah
menghadirkan berbagai macam
hadiah kepadanya, juga perhiasan dan budak tetapi ia
belum pernah tersenyum meskipun
sekali. Fir'aun menyangka bahwa istrinya tidak
mengerti arti sebuah senyuman.
Dan sekarang, Fir'aun melihat sendiri wajahnya dipenuhi
dengan senyum keceriaan.
Sementara itu, Musa mulai menangis karena lapar. Istri
Fir'aun mengetahui bahwa Musa
sedang lapar. Ia berkata kepada Fir'aun: "Anakku yang
kecil sedang lapar." Fir'aun
berkata: "Datangkanlah kepadanya para wanita yang
menyusui." Kemudian
didatangkanlah kepadanya seorang wanita yang menyusui dari
istana. Wanita itu mencoba untuk
menyusui Musa tetapi apa yang terjadi? Musa
menolaknya. Lalu didatangkan
wanita yang kedua sampai ketiga dan sampai kesepuluh
tetapi Musa tetap menangis dan
tidak ingin menyusu kepada seorang pun di antara
mereka. Melihat kenyataan itu,
istri Fir'aun menangis karena tidak tahan melihat
penderitaan anak kecil itu. Ia
tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Bukan hanya istri Fir'aun
satu-satunya yang merasa sedih dan menangis, ibu Musa adalah
wanita lain yang merasa sedih dan
menangis. Ketika ia melemparkan Musa ke sungai Nil,
ia merasa bahwa ia sedang
melemparkan buah hatinya di sungai. Lalu peti yang
dilemparkan itu hilang dibawa
oleh air sungai dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika
datang waktu pagi, ibu Musa
merasakan kesedihan yang selalu menghantuinya. Hampir
saja ia pergi ke istana Fir'aun
untuk mendapatkan berita tentang anaknya kalau bukan
karena Allah SWT menarah
kedamaian dalam hatinya sehingga ia menyerahkan urusan
anaknya kepada Allah SWT.
Alhasil, ia berkata kepada saudara perempuan Musa:
"Pergilah dengan tenang ke
istana Fir'aun dan berusahalah untuk mendapatkan berita
tentang Musa dan hendaklah engkau
hati-hati agar jangan sampai mereka
mengetahuimu." Kemudian
saudara perempuan Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia
mendengarkan kisah tentang Musa
secara sempurna. Ia melihat Musa dari kejauhan dan
mendengarkan suara tangisannya.
Ia melihat mereka dalam keadaan kebingungan di
mana mereka tidak mengetahui
bagaimana menyusuinya. Ia mendengar bahwa Musa
menolak setiap wanita yang
mencoba menyusuinya.
Saudara perempuan Musa berkata
kepada para pengawal Fir'aun: "Apakah kalian mau
aku tunjukkan suatu keluarga yang
dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya." Istri
Fir'aun menjawab:
"Seandainya engkau dapat membawa kepada kami wanita yang dapat
menyusuinya dan dapat mengasuhnya
niscaya kami akan memberimu hadiah yang besar.
Yakni sesuatu yang engkau
inginkan akan kami penuhi." Lalu saudara perempuan Musa
itu kembali dan menghadirkan
ibunya. Si ibu menyusuinya dan Musa pun menyusu
dengan tenang. Melihat hal itu,
istri Fir'aun sangat gembira dan berkata: "Bawalah dia
sehingga masa penyusuannya
selesai, lalu kembalikanlah dia kepada kami dan kami akan
memberimu suatu balasan yang
besar atas penyusuan dan pendidikan yang engkau
berikan."
Demikianlah Allah SWT
mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia merasa gembira
dan hatinya menjadi tenang dan
tidak bersedih serta agar ia mengetahui bahwa janji Allah
SWT benar dan bahwa perintah-Nya
dan ketentuan-Nya pasti terlaksana meskipun
banyak rintangan dan tantangan.
Allah SWT berfirman:
"Dan
menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan
rahasia tentang
Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk
orang-orang yang
percaya (kepada janji Allah). Dan berkatalah ibu Musa kepada
saudara Musa
yang perempuan: 'Ikutilah dia.' Maka helihatanlah olehnya Musa dari
jauh, sedang
mereka tidak mengetahuinya, dam Kami cegah Musa dari menyusu kepada
perempuan-perempuan
yang mau menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara
Musa: 'Maukah
kamu ahu tunjukkan kepadamu ahlubait yang akan memeliharanya
untukmu dan
mereha dapat berlaku baik kepadanya?'. Maka Kami kembalikan Musa
kepada ibunya,
supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui
bahwa janji
Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya."
(QS. al-Qashash: 10-13)
Ibu Musa menyempurnakan penyusuan
lalu menyerahkannya ke rumah Fir'aun. Saat itu
Musa disenangi dan disukai semua
orang. Allah SWT berfirman:
Dan Aku telah
melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya
kamu diasuh di
bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha: 39)
Tiada seorang pun yang melihat
Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa dididik di
istana terbesar di bawah
bimbingan dan penjagaan Allah SWT. Pendidikan Musa dimulai
di rumah Fir'aun di mana di
dalamnya terdapat ahli pendidikan dan para pengajar. Mesir
saat itu merupakan negara yang
besar di dunia dan Fir'aun sebagai raja yang paling kuat.
Karena itu, secara sederhana
Fir'aun rnampu mengumpulkan para pakar pendidikan dan
para cendekiawan. Demikianlah
hikmah Allah SWT berkehendak agar Musa terdidik di
bawah pendidikan yang besar dan
ditangani pakar-pakar pendidikan yang terlatih.
Ironisnya, hal ini terjadi di
rumah musuhnya yang pada suatu hari nanti akan hancur di
tangannya, sebagai bentuk
pelaksanaan dari perintah Allah SWT.
Musa tumbuh di rumah Fir'aun.
Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan, ilmu
kimia, dan bahasa. Beliau tidur
di bawah bimbingan agama. Oleh karena itu, Musa tidak
mendengar omongan kosong yang
dikatakan oleh pendidik tentang ketuhanan Fir'aun.
Jarang sekali ia mendengar bahwa
Fir'aun adalah tuhan. Beliau pun menepis pernyataan
dan anggapan ini. Beliau tinggal
bersama Fir'aun di satu rumah. Beliau mengetahui lebih
daripada orang lain bahwa Fir'aun
hanya sekadar manusia biasa tetapi ia orang yang
lalim. Musa mengetahui bahwa ia
bukanlah anak dari Fir'aun. Beliau adalah salah
seorang dari Bani Israil. Beliau
menyaksikan bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan
para pengikutnya menindas Bani
Israil. Akhirnya, Musa tumbuh besar dan mencapai
kekuatannya.
Ketika para pengawal lalai
darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan-jalan di sekitar
kota. Kemudian Musa mendapati
seorang lelaki dari pengikut Fir'aun yang sedang
berkelahi dengan seseorang dari
Bani Israil. Lalu seseorang yang lemah dari kedua orang
itu meminta tolong kepadanya.
Musa pun turut campur dalam urusan itu. Musa
mendorong dengan tangannya
seorang lelaki yang berbuat aniaya itu. Ternyata Musa
membunuhnya. Saat itu Musa memang
terkenal sebagai orang yang kuat sampai pada
batas di mana dengan sekali pukul
saja untuk melerai musuhnya, ia justru membunuhnya.
Tentu Musa tidak sengaja untuk
membunuh orang laki-laki itu. Tetapi apa yang terjadi?
Lelaki itu tersungkur dan
kemudian mati. Musa berkata kepada dirinya: Ini adalah
perbuatan setan. Sesungguhnya ia
adalah musuh yang menyesatkan dan nyata. Kemudian
Musa berdoa kepada Tuhannya dan
berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah
menganiaya diriku maka ampunilah
aku." Allah SWT pun mengampuninya. Dia Maha
Pengampun dan Maha Penyayang.
Allah SWT berfirman:
"Dan
setelah Musa sudah cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya
hikmah kenabian
dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang
berbuat baik. Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika
penduduknya
sedang lemah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki
yang berkelahi;
yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang lagi dari
musuhnya (kaum
Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan
darinya, untuk
mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan
matilah musuhnya
itu. Musa berkata: 'Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya setan
itu adalah musuh
yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). Musa berdoa: 'Ya
Tuhanku,
sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku.'
Maka Allah
mengampuninya, sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Musa
berkata: 'Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku, aku
sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang
berdosa.'" (QS. al-Qashash:
14-17)
Kemudian Nabi Musa menjadi takut
di tengah-tengah kota dan merasa terancam. Dalam
ayat itu digambarkan bagaimana
Nabi Musa merasakan ketakutan di mana ia
mengkhawatirkan kejahatan akan
datang padanya pada setiap langkahnya, dan ia begitu
sensitif melihat gerak-gerik di
sekitarnya. Nabi Musa saat itu menampakkan
kegoncangan jiwa yang dahsyat.
Sebenarnya Nabi Musa hanya ingin mempertahankan
dirinya saat menolong seseorang
dari Bani Israil. Ketika itu Nabi Musa mendorong
dengan tangannya dan bertujuan
memisahkan orang Mesir dari orang Israil tetapi ia justru
membunuhnya.
Dalam undang-undang positif
dinyatakan bahwa pembunuhan semacam ini dianggap
sebagai pembunuhan karena
keteledoran atau karena kesalahan bukan karena faktor
kesengajaan sehingga karenannya
yang bersangkutan tidak akan mendapatkan suatu
hukuman yang berat. Biasanya
orang yang melakukan pembunuhan tanpa sengaja akan
mendapatkan keputusan yang
meringankannya karena ia membunuh tanpa kesengajaan.
Tentu kejadian semacam ini tidak
dapat dianggap sebagai pembunuhan dengan sengaja
karena yang bersangkutan tidak
ingin mencelakakan orang lain. Nabi Musa tidak
memukul orang itu. Yang ia
lakukan hanya mendorongnya. Atau dengan kata lain, Nabi
Musa hanya sekadar menyingkirkan
orang tersebut. Kita akan mengetahui bahwa Nabi
Musa adalah cermin lain dari Nabi
Ibrahim. Kedua-duanya dari kalangan ulul azmi, tetapi
Nabi Ibrahim adalah cermin
kesabaran dan kelembutan sementara Nabi Musa adalah
cermin dari kekuatan dan
keperkasaan.
Musa menjadi takut dan terancam
di tengah-tengah kota. Beliau berjanji di kemudian hari
bahwa beliau tidak akan lagi
menjadi sahabat orang-orang yang berbuat jahat. Beliau
tidak akan lagi terlibat dalam
pertengkaran dan permusuhan antara sesama penjahat. Di
tengah-tengah perjalanannya, Musa
dikagetkan ketika melihat orang yang ditolongnya
kemarin saat ini lagi-lagi
memanggilnya dan minta tolong padanya. Lagi-lagi orang itu
terlibat permusuhan dan
pertengkaran dengan seorang Mesir. Musa mengetahui bahwa
orang Israil ini berbuat aniaya.
Musa mengetahui bahwa ia termasuk salah seorang
preman di situ. Akhirnya, Musa
berteriak di depan wajah orang Israil itu sambil berkata:
"Sungguh ternyata engkau
adalah orang yang jahat."
Musa mengatakan demikian sambil
mendorong keduanya dan ia melerai pertengkaran
itu. Orang Israil itu mengira
bahwa Musa akan mencelakakannya maka ia diliputi rasa
takut. Sambil meminta kasih
sayang kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa apakah
engkau akan membunuhku
sebagaimana engkau membunuh orang yang kemarin. Apakah
engkau ingin menjadi seorang
penguasa di muka bumi dan tidak ingin menjadi orang
yang memperbaiki bumi."
Ketika mendengar orang Israil yang mengatakan demikian,
Musa berhenti dan amarahnya
mereda. Musa mengingat apa yang dilakukannya kemarin
dan bagaimana ia meminta ampun
dan bertaubat serta berjanji untuk tidak menjadi
pembantu orang-orang yang berbuat
jahat. Musa kemudian kembali dan meminta ampun
kepada Tuhannya.
Orang Mesir yang berkelahi dengan
orang Israil itu mengetahui bahwa Musa adalah
pembunuh orang Mesir yang
mayatnya mereka temukan kemarin. Petugas keamanan
Mesir tidak berhasil menyingkap
kasus pembunuhan itu. Akhirnya, rahasia Musa
tersingkap lalu seorang lelaki
Mesir yang beriman datang dari penjuru kota. Ia
membisikkan kepada Musa bahwa ada
suatu rencana untuk membunuhnya. Ia menasehati
Musa agar meninggalkan Mesir
secepatnya.
Allah SWT berfirman:
"Karena
itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir
(akibat
perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongan kemarin
berteriak
meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya: 'Sesungguhnya
kamu benar-benar
orang yang sesat yang nyata (kesesatannya). Maka tat-kala Musa
memegang dengan
keras orang yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata: 'Hai
Musa apakah kamu
bermaksud untuk membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah
membunuh seorang
manusia? Kamu tida bermaksud melainkan hendak menjadi orang
yang berbuat
sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak menjadi salah
seorang dari
orang-orang yang mengadakan perdamaian.' Dan datanglah seorang lakilaki
dari ujung kota
tergesa-gesa seraya berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya pembesar
sedang berunding
tentang kamu. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
memberi nasihat
kepadamu.'" (QS.
al-Qashash: 18-20)
Allah menyembunyikan kepada kita
nama laki-laki yang datang mengingatkan Musa itu.
Tetapi menurut hemat kami, ia
adalah seorang lelaki Mesir yang tentu meiliki jabatan
penting. Sesuai dengan ayat
tersebut, ia mengetahui adanya persengkongkolan untuk
menyingkirkan Musa dari kedudukan
yang tinggi. Seandainya ia orang yang biasa-biasa
saja maka orang itu tidak
mengenalnya. Orang itu mengetahui bahwa Musa tidak berhak
untuk mendapatkan hukum bunuh
atas dosanya. Musa membunuh karena faktor
kesalahan, bukan karena faktor
kesengajaan. Kesalahan semacam itu menurut undangundang
Mesir yang dahulu dihukum dengan
penjara. Lalu, mengapa timbul keinginan
untuk membunuh Musa? Kalau kita
memperhatikan nasihat orang Mesir itu ter-hadap
Musa maka kita akan menemukan
jawabannya. Yaitu perkataannya: "Para pembesar
merencanakan persekongkolan untuk
menyingkirkanmu."
Al-Mala' adalah para
penguasa atau para pembesar yang bertanggung jawab pada
keamanan. Mereka menyiapkan
persekongkolan untuk menyingkirkan Musa. Apa yang
dilakukan oleh Musa— kalau memang dianggap sebagai suatu
kesalahan—adalah
kejahatan biasa yang hanya
dituntut dengan hukuman penjara. Lalu siapakah yang
membuat rencana yang demikian,
dan siapakah yang mendorong untuk melakukan
persekongkolan untuk membunuhnya?
Kami kira bahwa kepala keamanan Mesir tidak
menyukai Musa. Ia mengetahui
bahwa Musa adalah anggota Bani Israil. Ia mengetahui
bahwa sampainya peti di istana
Fir'aun merupakan suatu rekayasa yang dirancang oleh
musuh-musuhnya yang menginginkan
kedudukannya. Ini berarti karena keteledorannya
dan ketelodaran anak-anak
buahnya. Berapa kali orang itu menasihati dan menganjurkan
agar Musa dibunuh tetapi Fir'aun
justru menampik pikiran itu. Dan ketika datang saat
yang ditentukan untuk membunuh
Musa, Fir'aun justru tunduk terhadap istrinya yang
sangat mencintai Musa.
Akhirnya, kesempatan emas ada di
depannya. Para pembantunya mengatakan kepadanya
bahwa Musalah yang membunuh orang
Mesir yang mereka temukan jasadnya kemarin.
Selesailah urusan ini. Kemudian
datanglah perintah dan kesempatan untuk membunuh
Musa. Orang-orang yang membenci
Musa mulai mendapatkan angin kegembiraan di
mana mereka akan melihat Musa
terbunuh, tetapi Allah SWT mengirim seorang Mesir
yang baik untuk mengingatkan Musa
agar berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.
Allah SWT berfirman:
"Maka
keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan
khawatir, dia
berdoa: 'Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang lalim itu.'"
(QS. al-Qashash: 21)
Musa meninggalkan kota dan
menjadi orang yang terusir. Musa segera keluar dalam
keadaan takut dan sambil waspada
Musa selalu berdoa dalam hatinya: "Ya Tuhanku,
selamatkanlah aku dari
orang-orang yang lalim." Kaum itu memang benar-benar orangorang
yang lalim. Mereka ingin
menerapkan hukuman bagi pembunuh dengan sengaja
atas Musa, padahal Musa tidak
melakukan selain berusaha memisahkan orang yang
berkelahi tetapi dengan tidak
sengaja ia membunuhnya. Musa segera keluar dari Mesir.
Beliau tidak lagi pergi ke istana
Fir'aun dan tidak mengganti pakaiannya, dan beliau tidak
membawa makanan untuk perjalanan.
Beliau tidak membawa binatang tunggangan yang
dapat mengantarkannya. Beliau
tidak pergi bersama suatu kafilah. Beliau langsung pergi
ketika mendapatkan kabar dari
seorang mukmin yang mengingatkannya dari ancaman
Fir'aun.
Musa melalui jalan yang tidak
lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki gurun dan ia
menuju ke suatu tempat yang di
situ Allah SWT membimbingnya. Ini adalah pertama
kalinya beliau keluar dan
mengarungi gurun pasir sendirian. Kemudian sampailah Musa
di suatu tempat yang bernama
Madyan. Musa istirahat dan duduk-duduk di dekat sumur
yang besar di mana di situ
orang-orang mengambil air untuk memberi minum kepada
binatang-binatang tunggangan
mereka dan binatang-binatang gembalaan mereka. Musa
tidak membawa makanan selain
daun-daun pohon. Musa minum dari sumur-sumur yang
ditemukannya di tengah jalan.
Sepanjang peijalanan Musa merasakan ketakutan; janganjangan
Fir'aun mengirim orang untuk
menangkapnya. Ketika Musa sampai di kota
Madyan Musa berbaring di sisi
pohon dan istirahat. Musa merasa lapar dan keletihan.
Sandal yang dipakainya tampak
mulai rusak. Beliau tidak mempunyai uang yang cukup
untuk membeli sandal baru, dan
beliau juga tidak mempunyai uang yang cukup untuk
membeli makanan dan minuman.
Nabi Musa memperhatikan kumpulan
pengembala yang sedang mengambil air untuk
kambing-kambing mereka. Musa
ingat bahwa ia sedang lapar dan haus. Ia berkata dalam
dirinya: Aku tidak dapat memenuhi
perutku dengan air selama aku tidak memiliki uang
yang cukup untuk membeli makanan.
Musa berjalan menuju tempat air. Sebelum sampai,
ia mendapati dua orang perempuan
yang sedang menyendirikan kambing-kambingnya
agar jangan sampai tercampur
dengan kambing orang lain. Melalui ilham, Musa merasa
bahwa kedua wanita itu
membutuhkan pertolongan. Musa lupa terhadap rasa hausnya,
lalu beliau menuju ke arah mereka
dan bertanya, apakah ia dapat membantu mereka?
Lalu seorang gadis yang paling
tua berkata: "Kami menunggu sampai selesainya para
gembala itu mengambil air untuk
binatang gembalaan mereka." Musa bertanya:
"Mengapa kalian tidak
mengambil air sekarang?" Gadis yang paling kecil berkata: "Kami
tidak mampu untuk
berdesak-desakan dengan kaum pria." Nabi Musa keheranan karena
mengetahui kedua gadis itu
menggembala kambing. Seharusnya yang mengembala
kambing adalah kaum pria. Ini
adalah tugas yang berat dan sangat melelahkan. Musa
bertanya: "Mengapa kalian
mengembala kambing?" Masih kata gadis yang paling kecil:
"Orang tua kami sudah tua di
mana kesehatannya tidak dapat membantunya untuk keluar
dari rumah dan mengembala kambing
setiap hari." Musa berkata: "Kalau begitu, aku
akan membantu kalian untuk
mengambil air tersebut."
Musa berjalan menuju tempat air.
Musa mengetahui bahwa para pengembala meletakkan
di atas bibir air suatu batu
besar yang tidak bisa digerakkan kecuali oleh sepuluh orang.
Musa merangkul dan mengangkatnya
dari bibir sumur. Otot-otot Musa tampak menonjol
saat memindahkan batu itu. Musa
adalah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya, Musa
berhasil mengambilkan air bagi
remaja putri itu, dan kemudian ia mengembalikan batu
itu ke tempatnya. Musa kembali
duduk di bawah naungan pohon. Saat itu Musa lupa
untuk minum. Perut Musa menempel
ke punggungnnya karena saking laparnya. Musa
mengingat Allah SWT dan
memanggil-Nya dalam hatinya:
"Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau
turunkan
kepadaku." (QS.
al-Qashash: 24)
"Dan
tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi): 'Mudahmudahan
Tuhanku
memimpinku ke jalan yang benar.' Dan tatkala ia sampai di sumber
air negeri
Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan
(ternaknya), dan
ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang
sedang menambat
(ternaknya) Musa berkata: 'Apakah maksudmu (dengan berbuat
begitu)?' Kedua
wanita itu menjawab: 'Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami),
sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami
adalah orang tua
yang telah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum ternak itu
untuk (menolong)
keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa:
'Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau
turunkan
kepadaku.'" (QS.
al-Qashash: 22-24)
Marilah kita tinggakan sejenak
Nabi Musa yang sedang duduk di bawah naungan pohon
untuk kemudian kita melihat apa
yang terjadi pada kedua gadis itu. Kedua gadis itu
kembali ke rumah ayahnya. Si ayah
bertanya: "Hari ini kalian kembali lebih cepat dari
biasanya?" Gadis yang paling
tua berkata: "Sungguh hari ini kami sangat beruntung.
Wahai ayah, kami bertemu dengan
seorang lelaki yang mulia yang mengambilkan air
bagi hewan kami sebelum
orang-orang lain mengambilnya." Si ayah berkata:
"Alhamdulilah." Gadis
yang paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku dia datang
dari tempat yang jauh dan tampak
ia sedang lapar. Saya melihat dia dalam keadaan
kecapaian meskipun ia seorang
lelaki yang kuat."
Si ayah berkata kepada anak
perempuannya: Pergilah engkau padanya dan katakan,
sesungguhnya ayahku memanggilmu
untuk memberimu upah atas jasamu mengambilkan
air untukku. Kemudian anak
perempuan itu pergi menemui Musa dalam keadaan hatinya
berdebar-debar. Perempuan itu
berdiri di depan Musa dan menyampaikan surat dari
ayahnya. Musa bangkit dari tempat
duduknya dan pandangannya tertuju ke bawah. Musa
tidak bermaksud mengambilkan air
untuk mereka dengan tujuan mengharapkan upah dari
mereka. Beliau membantu mereka
hanya semata-mata karena Allah SWT. Beliau
merasakan dalam dirinya bahwa
Allah SWT-lah yang mengarahkan beliau untuk
membantu mereka.
Gadis itu berjalan di depan Musa
kemudian bertiuplah angin dan menyentuh pakaiannya
sehingga Musa menundukkan
pandangan matanya karena merasa malu. Musa berkata
kepadanya: "Saya akan
berjalan di depanmu dan tunjukkanlah jalan kepadaku." Mereka
pun sampai di kediaman si ayah.
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa si ayah ini
adalah Nabi Syu'aib. Beliau
memperoleh usia yang panjang setelah kematian kaumnya.
Ada juga yang mengatakan bahwa si
ayah adalah putra dari saudara Syu'aib. Ada yang
mengatakan bahwa ia adalah anak
dari pamannya, dan ada juga yang mengatakan bahwa
ia adalah seorang lelaki mukmin
dari kaumnya. Yang jelas, ia adalah seorang tua yang
saleh. Orang tua itu
menghidangkan kepada Nabi Musa makanan siang dan bertanya
kepadanya dari mana ia datang dan
kemudian ke mana ia akan pergi.
Musa mengungkapkan ceritanya.
Orang tua itu berkata kepadanya, jangan khawatir dan
jangan takut. Engkau akan selamat
dari orang-orang yang lalim. Negeri ini tidak tunduk
pada Mesir dan mereka tidak akan
sampai di sini. Mendengar ucapan itu, Musa menjadi
tenang dan bangkit untuk pergi.
Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada
ayahnya dengan berbisik:
"Wahai ayahku, berilah dia upah." Sesungguhnya engkau akan
memberikan upah kepada seorang
yang kuat dan jujur. Si ayah bertanya kepadanya:
"Bagaimana engkau mengetahui
dia seorang lelaki yang kuat?" Anak perempuannya
menjawab: "Saya lihat
sendiri ia mengangkat batu yang tidak mampu diangkat oleh
sepuluh orang lelaki." Si
ayah bertanya lagi: "Bagaimana engkau mengetahui bahwa dia
seseorang yang jujur."
Perempuan itu menjawab: "Ia menolak untuk berjalan di
belakangku dan ia berjalan di
depanku sehingga ia tidak melihatku saat aku berjalan, dan
selama perjalanan saat aku
berbincang-bincang padanya, dia selalu menundukkan
matanya ke tanah sebagai rasa
malu dan adab yang baik darinya."
Kemudian orang tua itu memandangi
Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa, aku
ingin menikahkanmu dengan salah
satu putriku. Dengan syarat, hendaklah engkau
bekerja mengembala kambing
bersamaku selama delapan tahun. Seandainya engkau
menyempurnakan sepuluh tahun maka
itu adalah kemurahan darimu. Aku tidak ingin
menyusahkannmu. Sungguh insya
Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang saleh." Musa berkata:
"Ini adalah kesepakatan antar aku dan engkau dan Allah SWT
sebagai saksi atas kesepakatan
kita, baik aku melaksanakan pekerjaan selama delapan
tahun maupun sepuluh tahun.
Setelah itu, aku bebas untuk pergi kemana saja."
Allah SWT berfirman:
"Kemudian
datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan
kemalu-maluan,
ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi
balasan terhadap
(kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami.' Maka tatkala Musa
mendatangi
bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya),
Syu'aib berkata:
'Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang
lalim itu.'
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: 'Wahai bapakku, ambillah ia
sebagai orang
yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik
yang kamu ambil
untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.
Berkatalah dia
(Syu'aib): 'Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah
seorang dari
kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun
dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikkan) dari kamu,
maka aku tidak
hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku
termasuk
orang-orang yang baik.' Dia (Musa) berkata: 'Itulah (perjanjian) antara aku
dan kamu. Mana
saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka
tidak ada
tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang
aku
ucapkan.'" (QS.
al-Qashash: 25-28)
Ketika sampai pada kisah ini,
banyak pena bertebaran untuk mendapatkan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang
mencoba menerobos kesamaran. Mereka bertanya tentang
anak perempuan yang menikahi
Musa: apakah anak perempuan yang paling besar
ataukah anak perempuan yang
paling kecil, dan Musa memilih masa bekerja delapan
tahun atau sepuluh tahun. Bahkan
mereka menyampaikan berbagai macam riwayat dan
kisah yang mereka yakini
kebenarannya. Kami sendiri meyakini bahwa Musa menikah
dengan salah satu anak perempuan
dari orang tua itu tetapi kita tidak mengetahui siapa
dia dan siapa namanya. Kami
meyakini bahwa beliau menikah dengan gadis yang
memanggilnya untuk menemui
ayahnya. Kemudian gadis itulah yang menganjurkan
ayahnya agar memberikan upah
padanya.
Al-Qur'an al-Karim melalui
konteks ayatnya menyingkap bentuk kekaguman yang
tersembunyi di balik gadis itu
terhadap Musa. Barangkali orang tuanya mengetahui
bahwa anak perempuannya menaruh
rasa cinta kepada Musa, dan boleh jadi ketika
berbicara tentang pernikahan
kepada Musa, ia menyerahkan sepenuhnya kebebasan Musa
untuk memilih. Mungkin Musa
memilih sendiri gadis mana yang diminatinya. Tetapi,
siapa gadis yang dipilih oleh
Musa: apakah gadis yang paling tua atau gadis yang paling
kecil? Yang jelas Al-Qur'an tidak
menyebutkan hal tersebut, meskipun ia hanya
memberikan isyarat kepadanya
dalam firman-Nya:
"Kemudian
datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan
kemalu-maluan. " (QS.
al-Qashash: 25)
Begitu juga Al-Qur'an al-Karim
tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan oleh Musa
saat ia bekerja: apakah sepuluh
tahun atau beliau merasa cukup dengan delapan tahun.
Kami sendiri meyakini sesuai
dengan kebiasaan Musa dan kemurahannya serta
kenabiannya serta kedudukannya
sebagai salah satu nabi ulul azmi bahwa beliau memilih
masa yang paling lama, yaitu
sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung oleh hadis Ibnu
Abas.
Demikianlah Nabi Musa mengabdi
kepada orang tua itu selama sepuluh tahun penuh.
Pekerjaan Nabi Musa terbatas pada
keluar dari rumah di waktu pagi untuk mengembala
kambing. Kami kira bahwa sepuluh
tahun masa yang dihabiskan oleh Nabi Musa di
Madyan merupakan suatu ketentuan
yang dirancang oleh Allah SWT. Musa berdasarkan
agama Yakub. Kakek beliau adalah
Yakub dan Yakub sendiri adalah cucu dari Ibrahim.
Dengan demikian, Musa adalah cucu
dari Ibrahim dan setiap nabi yang datang setelah
Ibrahim berasal dari sulbinya.
Maka dari sini kita memahami bahwa Musa berada di atas
agama ayah-ayahnya dan
kakek-kakeknya.
Nabi Musa berdasarkan Islam dan
agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa sepuluh
tahun itu dalam keadaan jauh dari
kaumnya dan keluarganya. Masa sepuluh tahun ini
adalah masa yang paling penting
dalam kehidupannya. Ia merupakan masa persiapan
yang besar. Pada setiap malam
Musa merenungkan bintang-bintang. Musa mengikuti
terbitnya matahari dan
tenggelamnya. Pada setiap siang Musa memikirkan tumbuhtumbuhan:
bagaimana ia membelah tanah dan
mekar. Musa memperhatikan air:
bagaimana ia menghidupkan bumi
setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat
yang indah dan subur. Musa
memperhatikan alam vang luas dan ia tampak tercengang
dan kagum dengan ciptaan Allah
SWT.
Sebenarnya pemikiran-pemikiran
dan perenungan-perenungan tersebut jauh-jauh hari
sudah tersembunyi di dalam
dirinya dan menetap di dalam jiwanya. Bukankah Musa
telah terdidik di istana Fir'aun.
Ini berarti bahwa beliau menjadi seorang Mesir yang
mempunyai wawasan yang luas;
orang Mesir yang menunjukkan kekuatan fisiknya;
orang Mesir dengan segala
makanannya dan minumannya. Jadi, segala hal yang ada pada
Musa berbau Mesir. Musa siap-siap
untuk menerima wahyu Ilahi dari bentuk yang baru.
Yaitu wahyu Ilahi yang langsung
datang tanpa perantara seorang malaikat di mana Allah
SWT akan berbicara dengannya
tanpa perantara.
Oleh karena itu, sebelum
datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan mental dan moral,
sedangkan persiapan fisik telah
selesai dilaluinya di Mesir. Musa tumbuh di istana yang
paling besar vang dimiliki
penguasa di bumi dan di suatu pemerintahan yang paling kaya
di bumi. Musa menjadi seorang
pemuda yang kuat di mana hanya sekadar memisahkan
seseorang yang berkelahi, ia
justru membunuhnya. Setelah persiapan fisik yang sangat
kuat, kini Musa harus melewati
persiapan mental yang seimbang. Yaitu persiapan yang
dilakukan melalui pengasingan
yang sempurna di mana beliau hidup di tengah-tengah
gurun dan tempat pengembalaan
yang beliau belum pernah menginjakkan kakinya di
sana. Beliau hidup di
tengah-tengah orang asing yang belum pernah beliau lihat
sebelumnya.
Sering kali Musa mendapatkan
kesunyian dan keheningan di balik pengasingan itu. Allah
SWT mempersiapkan hal tersebut
kepada nabi-Nya agar setelah itu beliau mampu
memegang amanat yang besar dari
Allah SWT. Datanglah suatu hari atas Musa.
Selesailah masa yang ditentukan.
Kemudian Musa merasakan kerinduan untuk kembali
ke Mesir. Dengan berlalunya waktu,
hukuman yang harus dijalaninya dengan sendirinya
gugur. Musa mengetahui hal itu,
tetapi beliau juga mengetahui bahwa undang-undang di
Mesir sebenarnya terletak pada
kekuatan penguasa; jika penguasa berkehendak maka
Musa dapat menerima hukuman dan
jika tidak berkehendak maka dia akan
memaafkannya, meskipun yang
bersangkutan berhak mendapatkan hukuman. Alhasil,
Musa menyadari hal itu, Musa
tidak sepenuhnya yakin ia akan selamat ketika beliau
menginjakkan kakinya di Mesir
seperti keyakinannya bahwa beliau selamat di tempatnya
sekarang. Meskipun demikian, rasa
rindunya untuk melakukan perjalanan kembali ke
tempatnya mendorong Musa segera
menuju ke Mesir. Musa tepat mengambil keputusan.
Musa berkata kepada istrinya:
"Besok kita akan memulai perjalanan ke Mesir." Istrinya
berkata dalam dirinya: "Di
dalam perjalanan terdapat seribu macam bahaya tetapi
ketenangan tetap menghiasai wajah
Musa." Istri Musa tetap taat kepada Musa. Nabi
Musa sendiri tidak mengetahui
rahasia tentang keputusannya yang cepat untuk kembali
ke Mesir setelah sepuluh tahun
beliau pergi melarikan diri, lalu mengapa sekarang ia
kembali ke sana? Apakah beliau
rindu kepada ibunya dan saudaranya? Apakah beliau
berpikir untuk mengunjungi istri
Fir'aun yang telah mendidiknya layaknya ibunya dan
sangat mencintainya layaknya
ibunya sendiri? Tidak ada seorang pun yang mengetahui
apa yang terlintas dalam diri
Musa saat beliau berkeinginan untuk kembali ke Mesir.
Hanya saja, yang kita ketahui
bahwa Nabi Musa terbimbing dengan ketetapan-ketetapan
Ilahi sehingga beliau tidak
melangkahkan kakinya kecuali berdasarkan ketetapan
tersebut.
Musa keluar bersama keluarganya
dan melakukan perjalanan. Bulan bersembunyi di
balik gumpalan awan yang tebal,
dan kegelapan rnenyelimuti sana-sini. Sementara itu,
petir menyambar sangat keras dan
langit menurunkan hujan. Cuaca tampak tidak
bersahabat. Di tengah-tengah
perjalanannya, Musa tersesat. Musa mendapatkan dua
potongan batu kemudian beliau
memukulkan kedua-nya dan menggesek-gesekan
keduanya agar mendapatkan api
darinya sehingga beliau dapat berjalan. Tetapi sayang,
beliau tidak mampu melakukan hal
itu. Angin yang bertiup kencang memadamkan api
kecil itu.
Nabi Musa berdiri dalam keadaaan
bingung dan tubuhnya tampak menggigil di tengahtengah
keluarganya. Kemudian Nabi Musa
mengangkat kepalanya dan menyaksikan
sesuatu dari jauh. Sesuatu yang
beliau saksikan adalah api yang sangat besar yang
menyala-nyala dari kejauhan. Maka
hati Musa dipenuhi dengan rasa gembira. Ia berkata
kepada keluarganya: "Aku
melihat api di sana." Lalu beliau memerintahkan kepada
mereka untuk tinggal di tempatnya
sehingga beliau pergi ke api itu. Barangkali di sana
beliau mendapatkan suatu berita
atau akan menemukan seseorang yang dapat
memberinya petunjuk sehingga
beliau tidak tersesat, atau beliau dapat membawa
sebagian api yang menyala
sehingga tubuh mereka menjadi hangat.
Keluarganya melihat api yang
diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya mereka tidak
melihat sesuatu pun. Mereka tetap
menaatinya dan duduk sambil menunggu kedatangan
Musa. Musa bergerak menuju ke
tempat api. Musa segera berjalan untuk menghangatkan
tubuhnya, sementara tangan
kanannya memegang tongkatnya dan tubuhnya tampak basah
kuyup karena hujan. Nabi Musa
tetap berjalan sampai ia mencapai suatu lembah yang
bernama Thua'. Beliau menyaksikan
sesuatu yang unik di lembah ini. Di lembah itu tidak
ada rasa dingin dan tidak ada
angin yang bertiup. Yang ada hanya keheningan. Nabi
Musa mendekati api. Belum lama
beliau mendekatinya sehingga beliau mendengar suara
panggilan:
"Maka
tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: 'Bahwa telah diberkati
orangorang
yang berada di
dekat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan
Maha Suci Allah,
Tuhan semesta alam."
(QS. an-Naml: 8)
Tiba-tiba Nabi Musa berhenti dan
badannya menggigil. Suara itu tampak terdengar dan
datang dari segala tempat dan
ddak berasal dari tempat tertentu. Musa melihat api dan
beliau kembali merasa menggigil.
Beliau mendapati suatu pohon hijau dari duri dan
setiap kali pohon itu terbakar
dan berkobar api darinya maka pohon itu justru semakin
hijau. Seharusnya pohon itu
berubah warnanya menjadi hitam saat terbakar, tetapi
anehnya api justru meningkatkan
warna hijaunya. Musa tetap menggigil meskipun beliau
merasakan kehangatan dan tampak
mulai berkeringat.
Lembah yang di situ Musa berdiri
adalah lembah Thua'. Musa meletakkan kedua
tangannya di atas kedua matanya
karena saking dahsyatnya cahaya. Beliau melakukan
yang demikian itu sebagai usaha
untuk melindungi kedua matanya. Kemudian Musa
bertanya dalam dirinya: Ini
cahaya atau api? Tiba-tiba beliau tersungkur ke tanah sebagai
wujud rasa takut, lalu Allah SWT
memanggil:
"Wahai
Musa." (QS.
Thaha: 11)
Musa mengangkat kepalanya dan
berkata: "Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya
Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)
Musa semakin menggigil dan
berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah SWT berkata: "Maka
lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya engkau berada di
lembah yang suci yang bernama
Thua'." Musa tertunduk dan rukuk sementara tubuhnya
tampak gemetar dan beliau mulai
melepas sandalnya Allah SWT berkata:
Maka
tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembahyangsuci,
Thuwa'. " (QS. Thaha: 12)
Musa rukuk dan melepas kedua
sandalnya. Kemudian Allah SWT kembali berkata:
"Dan Aku
telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan
(kepadamu).
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku,
maka sembahlah
Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari
kiamat itu akan
datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu
dibalas dengan
apa yang diusahahan. Maka sehali-kali janganlah kamu dipalingkan
darinya oleh
orangyang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa
nafsunya, yang
menyebabkan kamu binasa." (QS. Thaha: 13-16)
Musa semakin gemetar saat beliau
menerima wahyu Ilahi dan saat berdialog dengan
Allah SWT. Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang berkata:
"Apakah itu
yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)
Bertambahlah keheranan Nabi Musa.
Allah SWT adalah Zat yang mengajaknya berbicara
dan tentu Dia lebih mengetahui
daripada Musa tentang apa yang dipegangnya, lalu
mengapa Allah SWT bertanya
kepadanya jika memang Dia lebih mengetahui darinya.
Tak ragu lagi bahwa di sana ada
hikmah yang tinggi. Musa menjawab pertanyaan itu
dengan suaranya yang tampak
mengigigil:
"Ini adalah
tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk
kambingku, dan
bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya." (QS. Thaha: 18)
Allah berfirman:
"Lemparkanlah
ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa melemparkan tongkatnya dari
tangannya dan rasa herannya semakin menjadijadi.
Tiba-tiba Musa dikagetkan ketika
melihat tongkat itu menjadi ular yang besar. Ular itu
bergerak dengan cepat. Musa tidak
mampu lagi menahan rasa takutnya. Musa merasa
tubuhnya bergetar karena rasa
takut. Musa membalikkan tubuhnya karena takut dan ia
mulai lari. Belum lama ia lari,
belum sampai dua langkah, Allah SWT memanggilnya:
"Hai Musa,
janganlah kamu takut, sesungguhnya orang yang menjadikan rasul, tidak
takut di
hadapanku. "
(QS. an-Naml: 10)
"Hai Musa
datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu
termasuk
orang-orang yang aman. " (QS. al-Qashash: 31)
Musa kembali memutar badannya dan
berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan ular itu
pun tetap bergerak. Allah SWT
berkata kepada Musa:
"Peganglah
ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya
semula. " (QS. Thaha: 21)
Musa mengulurkan tangannya ke
ular itu dalam keadaan menggigil. Musa belum sempat
menyentuhnya sehingga ular itu
menjadi tongkat. Demikianlah perintah Allah SWT
terjadi dengan cepat. Kemudian
Allah SWT memerintahkan kepadanya:
"Masukanlah
tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan
karena penyakit,
dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan. " (QS.
al-Qashash: 32)
Musa meletakkan tangannya di
kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan tiba-tiba tangan
itu bersinar bagaikan bulan.
Kembali rasa kagum Musa bertambah. Lalu ia meletakkan
tangannya di dadanya sebagaimana
diperintahkan Allah SWT padanya sehingga rasa
takutnya benar-benar hilang.
Musa merasa tenang dan terdiam.
Kemudian Allah SWT memerintahkan kepadanya—
setelah beliau melihat kedua
mukjizat ini, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat tongkat—
untuk pergi menemui Fir'aun dan
berdakwah kepadanya dengan penuh kelembutan dan
kasih sayang dan Allah SWT
memerintahkan kepadanya untuk mengeluarkan Bani Israil
dari Mesir. Musa menampakkan rasa
takutnya kepada Fir'aun. Musa berkata bahwa ia
telah membunuh seseorang di antara
mereka dan beliau khawatir mereka akan
membunuhnya dan membalasnya. Musa
meminta kepada Allah SWT dan memohon
kepada-Nya agar mengirim
saudaranya Harun bersamanya. Allah SWT menenangkan
Musa dengan mengatakan bahwa Dia
akan selalu bersama mereka berdua. Dia
mendengar dan menyaksikan
gerak-gerik dan perbuatan mereka. Meskipun Fir'aun
terkenal dengan kejahatannya dan
kekuatannya, namun kali ini Fir'aun tidak akan mampu
mengganggu atau menyakiti mereka.
Allah SWT memberitahu Musa bahwa Dia-lah yang
akan menang. Musa berdoa dan
memohon kepada Allah SWT agar melapangkan hatinya
dan memudahkan urusannya serta
memberinya kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.
Allah SWT berfirman:
"Apakah
telah sampai kepadamu kisah Musa ? Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia
kepada
keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api,
mudahmudahan
aku dapat
membawa sedikit darinya kepadamu atau aku akan mendapat
petunjuk di
tempat api itu. Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai
Musa, sesungguhnya
Aku adalah Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua terompahmu;
sesungguhnya
kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah memilih kamu,
maka
dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini
adalah Allah,
tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah salat
untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku
merahasiakan
(waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang
diusahakan. Maka
sekali-kali janganlah kamu kamu dipalingkan darinya oleh orang
yang tidak
beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang
menyebabkan kamu
binasa. Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musaf'Ini
adalah
tongkatku, aku bertelehan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk
kambinghu, dan
bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.' Allah berfirman:
Lemparkanlah ia,
hai Musa!' Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi
seekor ular yang
merayap dengan cepat. Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan
mengembalikannya
kepada keadaannya semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu,
niscaya ia ke
luar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain
(pula), untuk
Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami
yang besar.
Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melam-paui batas. Berkata
Musa: 'Ya
Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku,
dan lepaskanlah
kekakuan dari lidahhu, supaya mereka mengerti perkataanku, dan
jadikanlah untukku
seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku,
teguhkanlah
dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya
kami banyak
bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya
Engkau adalah
Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah
diperkenankan
permintanmu, hai Musa.' Dan sesungguhnya Kami telah memberi nikmat
kepadamu pada
kali yang lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu
yang diilhamkan,
yaitu: Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia
ke sungai (Nil),
maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh
(Fir'aun)
musuh-Ku dan musuhnya.' Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih
sayang yang
datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (Yaitu)
ketika saudammu
yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun):
'Bolehkah saya
menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?' Maka Kami
mengembalikanmu
kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan
kamu pernah
membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan
dan Kami telah
mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kamu tinggal beberapa
tahun di antara
penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang
ditetapkan hai Musa,
dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. " (QS. Thaha: 9-41)
Kita tidak mengetahui apa yang
kita akan katakan dan apa yang kita komentari berkaitan
dengan firman Allah SWT kepada
salah seorang hamba-Nya: "Dan Aku telah memilihmu
untuk diri-Ku." Allah SWT
telah memilih Musa. Itu adalah salah satu puncak kemuliaaan
di mana tidak ada seseorang pun
di zaman itu yang mampu mencapainya selain Musa.
Nabi Musa kembali untuk menemui
keluarganya setelah Allah SWT memilihnya sebagai
Rasul atau utusan untuk berdakwah
ke Fir'aun. Akhirnya, Nabi Musa beserta kaluarganya
berjalan menuju ke Mesir. Hanya
Allah SWT yang mengetahui pikiran-pikiran apa yang
terlintas di dalam diri Musa saat
beliau mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah masa-masa perenungan
dan dimulailah hari-hari kedamaian dan kebahagiaan,
dan akhirnya datanglah hari-hari
yang sulit. Demikianlah Nabi Musa memikul amanat
kebenaran dan pergi untuk
menyampaikannya kepada salah satu penguasa yang paling
bengis dan paling kejam dan
paling jahat di zamannya. Nabi Musa mengetahui bahwa
Fir'aun adalah orang yang jahat.
Fir'aun akan berusaha memberhentikan langkah
dakwahnya dan Fir'aun akan
menentangnya tetapi Allah SWT memerintahkannya untuk
pergi ke Fir'aun dan berdakwah
kepadanya dengan kelembutan dan kasih sayang. Allah
SWT mewahyukan kepada Musa bahwa
Fir'aun tidak akan beriman tetapi Nabi Musa
tidak peduli dengan hal itu.
Beliau diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang
sedang disiksa oleh Fir'aun.
Allah SWT berkata kepada Musa dan
Harun:
"Maka
datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya
kdmi berdua
adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan
janganlah kamu
menyiksa mereka." (QS. Thaha: 47)
Inilah tugas yang ditentukan,
yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan tantangan.
Fir'aun menyiksa Bani Israil dan
menjadikan mereka budak-budak dan memaksa mereka
untuk bekerja di luar kemampuan
mereka. Fir'aun juga menodai kehormatan wanitawanita
mereka dan menyembelih anak
laki-laki mereka. Nabi Musa mengetahui bahwa
rezim Mesir berusaha untuk
memperbudak Bani Israil dan mengeksploitasi mereka di
luar kemampuan mereka demi
kepentingan penguasa. Tetapi Nabi Musa tetap
memperlakukan dan menghadapi
Fir'aun dengan penuh kelembutan dan kasih sayang
sebagaimana yang diperintahkan
oleh Allah SWT padanya:
"Pergilah
kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka
berbicaralah
kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudahmudahan
ia ingat atau
takut." (QS.
Thaha: 43-44)
Musa bercerita kepada Fir'aun
tentang siapa sebenarnya Allah SWT, tentang rahmat-Nya,
tentang surga-Nya, dan tentang
kewajiban mengesakan-Nya dan menyembah-Nya. Beliau
berusaha mem-bangkitkan
aspek-aspek kemanusiaan Fir'aun melalui pembicaraan
tersebut. Fir'aun mendengarkan
apa yang dikatakan oleh Musa dengan penuh kebosanan.
Fir'aun membayangkan bahwa
seseorang yang di hadapannya adalah orang gila yang
nekad untuk menentang dan
menggoyang kedudukannya. Kemudian Fir'aun mengangkat
tangannya dan berbicara:
"Apa yang engkau inginkan, hai Musa?" Musa menjawab: "Aku
ingin agar engkau membebaskan
Bani Israil." Fir'aun bertanya: "Mengapa aku harus
membebaskan mereka bersamamu
sementara mereka adalah budak-budakku?" Musa
menjawab: "Mereka adalah
hamba-hamba Allah SWT, Tuhan Pengatur alam semesta."
Dengan nada mengejek Fir'aun
bertanya: "Bukankkah engkau mengatakan bahwa
namamu Musa?" Musa menjawab:
"Benar." Fir'aun berkata: "Bukankkah engkau yang
kami temukan di sungai Nil saat
engkau masih kecil yang tidak mempunyai daya dan
kekuatan? Bukankkah engkau Musa
yang aku didik di istana ini, lalu engkau memakan
makanan kami dan meminum air
kami, dan engkau menikmati kebaikan-kebaikan dari
kami? Bukankah engkau yang
membunuh seseorang lalu setelah itu engkau lari?
Tidakkah engkau ingat semua itu?
Bukankah mereka mengatakan bahwa pembunuhan
merupakan suatu kekufuran? Kalau
begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang
pembunuh. Jadi engkau adalah Musa
yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah
seseorang yang lari dan
menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang kepadaku
dan berusaha berbicara denganku.
Engkau berbicara tentang apa hai Musa. Sungguh aku
telah lupa."
Musa mengerti bahwa Fir'aun
mengingatkan padanya tentang masa lalunya dan Fir'aun
berusaha menunjukkan kepadanya
bahwa ia telah mendidiknya dan berlaku baik
padanya. Musa juga memahami bahwa
Fir'aun mengancamnya dengan pembunuhan.
Musa memberitahu Fir'aun, bahwa
ia bukan seorang kafir ketika membunuh seorang
Mesir tetapi saat itu beliau
melakukannya dengan tidak sengaja. Musa memberitahu
Fir'aun bahwa ia lari dari Mesir
karena khawatir akan pembalasan mereka. Pembunuhan
yang dilakukan olehnya bersifat
tidak sengaja. Musa tidak bermaksud untuk membunuh
seseorang. Musa telah memberitahu
Fir'aun bahwa Allah SWT telah memberinya hikmah
dan menjadikannya salah seorang
Rasul. Allah SWT menceritakan sebagian dialog antara
Musa dan Fir'aun dalam surah
as-Syuara' sebagaimana firman-Nya:
"Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya): 'Datangilah kaum
yang lalim itu,
(yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa mereka tidak bertakwa? Berkata Musa:
'Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku. Dan
(karenanya)
sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku maka utuslah (Jibril) kepada
Harun. Dan aku
berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.'
Allah berfirman:
'Janganlah takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka
pergilah kamu
berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat);
sesungguhnya
Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan). Maka
datanglah kamu
berdua kepada Fir'aun dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami adalah
Rasul Tuhan
semesta alam, lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami.' Fir'aun
menjawab:
'Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu
masih
kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu, dan
kamu telah
berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk
golongan
orang-orang yang tidak membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku telah
melakukannya,
sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari
meninggalkan
kamu ketika aku takut kepadamu, hemudian Tuhanku memberikan
kepadaku ilmu
serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul. " (QS. as-
Syu'ara: 10-21)
Kemudian bangkitlah emosi Nabi
Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahwa ia telah
berbuat baik kepada Musa. Musa
bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi yang
kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak
Bani Israil." (QS. asy-Syu'ara:
22)
Musa ingin berkata kepadanya,
apakah engkau mengira bahwa nikmat yang engkau
berikan kepadaku lalu engkau
merasa telah berbuat baik padaku, di mana aku adalah
salah seorang lelaki dari
kalangan Bani Israil? Apakah nikmat ini sebanding dengan caracaramu
memperlakukan bangsa yang besar
ini di mana engkau memperbudak mereka;
engkau memperkerjakan mereka
dengan cara yang semena-mena. Jika ini memang
demikian maka logika mengatakan
bahwa kita seimbang: tiada yang berutang dan tiada
yang meminjam. Jika tidak
demikian maka siapa yang memberikan bagian yang lebih
besar?
Alhasil masalahnya adalah dakwah
di jalan Allah SWT, yaitu satu urusan yang aku tidak
membawa kepadamu dari diriku
sendiri. Aku bukan utusan dari bangsa Bani Israil. Aku
bukan juga utusan dari diriku
sendiri tetapi aku adalah seorang utusan dari Allah SWT.
Aku adalah utusan Tuhan Pengatur
alam semesta. Sampai pada tahap ini Fir'aun mulai
memasuki pembicaraan lebih
serius: Fir'aun bertanya:
"Siapakah
Tuhan semesta alam itu?" (QS. asy-Syu'ara': 23) Musa Menjawab:
"Tuhan
Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antaranya keduanya (itulah
Tuhanmu), jika
kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya." (QS.
asy-Syu'ara': 24)
Berkata Fir'aun kepada
orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?"
(QS. asy-Syu'ara': 25)
Musa berkata dan tidak
mempedulikan ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan kamu
dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu. " (QS.
asy-Syu'ara':
26)
Fir'aun berkata kepada mereka
yang datang bersama Musa dari Bani Israil:
"Sesungguhnya
Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila."
Musa kembali berkata dan tidak
memperhatikan tuduhan Fir'aun dan ejekannya:
"Tuhan yang
menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah
Tuhanmu) jika
kamu mempergunakan akal. " (QS. asy-Syu'ara': 28)
Allah SWT menceritakan sebagian
dialog yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam
surah as-Syu'ara':
"Fir'aun
bertanya: 'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa Menjawab: 'Tuhan
Pencipta langit
dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah Tuhanmu), jika
kamu sekalian
(orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata Fir'aun kepada orang-orang
sekelilingnya:
'Apakah kamu tidak mendengarkan?' Musa berkata: "Tuhan kamu dan
Tuhan
nenek-nenek moyang kamu yang dahulu.' Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya
Rasulmu yang
diutus kepada kamu sekalian benar-benar oranggila.' Musa berkata:
'Tukanyang
menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah
Tuhanmu) jika
kamu mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah SWT mengingatkan dalam
surah Thaha sebagian dari peristiwa pertemuan antara
Fir'aun dan Nabi Musa. Allah SWT
berfirman:
"Maka
datanglah kamu kedua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami
berdua adalah
utnsan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan
janganlah kamu
menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan
membawa bukti
(atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan
kepada orang
yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami
bahwa siksa itu
(ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.'
Berkata Fir'aun:
'Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa berkata: 'Tuhan
kami ialah
(Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk hejadiannya,
kemudian
memberinya petunjuk.' Berkata Fir'aun: 'Maka bagaimanakah headaankeadaan
umat-umat yang
dahulu? Musa menjawab: 'Pengetahuan tentang itu ada di sisi
Tuhanku, di
dalam sebuah kitab. Tuhan kami tidak akan salah dan tidak akan salah
(pula) lupa.'" (QS.
Thaha: 47-52)
Kita perhatikan bahwa Fir'aun
tidak bertanya kepada Nabi Musa tentang Tuhan Pengatur
alam atau Tuhan Musa dan Harun
dengan maksud bertanya sesungguhnya atau
pertanyaan yang bermaksud untuk
mengetahui kebenaran tetapi perkataan yang
dilontarkan Fir'aun semata-mata
hanya untuk mengejek. Nabi Musa as menjawabnya
dengan jawaban yang sempurna dan
mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya
Tuhan kami adalah Dia yang
memberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing
ciptaannya. Dialah sang Pencipta.
Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia
juga yang membimbingnya sesuai
dengan kebutuhannya sehinga makhluk-makhluk
tersebut dapat menjalani
kehidupan dengan baik. Allah SWT-lah yang megerahkan
segala sesuatu; Allah SWT-lah
yang menguasai segala sesuatu; Allah SWT-lah yang
mengetahui segala sesuatu; Allah
SWT-lah yang menyaksikan segala sesuatu." Al-Qur'an
al-Karim mengungkapkan semua itu
dalam ungkapan yang sederhana namun padat
artinya, yaitu dalam firman-Nya:
"Musa
berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap
sesuatu bentuk
kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk." (QS. Thaha: 50)
Kemudian Fir'aun bertanya,
"lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di
abad-abad pertama di mana mereka
tidak menyembah Tuhanmu ini?" Fir'aun masih
ingkar dan mengejek dakwah Nabi
Musa. Nabi Musa menjawab: "Bahwa masa-masa
yang dahulu di mana mereka tidak
menyembah Allah SWT adalah masalah yang semua
itu berada di sisi Allah SWT.
Atau dalam kata lain, semua itu diketahui oleh Allah SWT.
Keadaan di masa-masa yang dahulu
tercatat dalam kitab Allah SWT. Allah SWT
menghitung apa yang mereka
keijakan di dalam kitab. Allah SWT tidak pernah lupa."
Jawaban Nabi Musa tersebut
berusaha menenangkan Fir'aun tentang orang-orang yang
hidup di masa-masa pertama. Jadi
Allah SWT mengetahui segala sesuatu dan mencatat
apa saja yang dilakukan manusia
dan Allah SWT tidak menyia-nyiakan pahala mereka.
Kemudian Nabi Musa kembali
menyempurnakan dan menyelesaikan pembicaraannya
tentang sifat Tuhannya:
"Yang telah
menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadihan
bagimu di bumi
itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami
tumbuhkan dengan
air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan
gembalakanlah
binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang dernikian itu, terdapat
tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah
Kami menjadikan
kamu dan darinya Kami akan mengembalikan kamu dan darinya Kami
akan
mengeluarkan kamu pada kaliyang lain. " (QS. Thaha: 53-55)
Nabi Musa menarik perhatian
Fir'aun tentang tanda-tanda kebesaran Allah SWT di alam
semesta. Nabi Musa menunjukkan
kepadanya bagaimana gerakan angin, hujan, dan
tumbuh-tumbuhan. Kemudian Nabi Musa
juga menunjukkan bagaimana pengaruh semua
itu pada bumi. Musa memberitahu
kepada Fir'aun bahwa Allah SWT menciptakan
manusia dari tanah dan setelah
itu Dia akan mengembalikan padanya dengan kematian
lalu mengeluarkan manusia darinya
di hari kebangkitan. Jadi, di sana terjadi hari
kebangkitan dan pada hari kiamat
manusia akan menghadap kepada Allah SWT. Tidak
ada seseorang pun yang
dikecualikan dari hal itu. Semua hamba Allah SWT akan berdiri
dihadapan-Nya pada hari kiamat,
termasuk Fir'aun.
Musa datang kepada Fir'aun
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi peringatan
dari Musa ini tidak membikin Fir'aun merenung dan
mendapatkan pelajaran namun
justru dialog antara dirinya dan Musa semakin menajam.
Bisa dikatakan bahwa dialog di
antara mereka menjadi pertentangan. Ketajaman dialog
mulai menghangat. Kemudian
berubahlah bahasa dialog itu. Musa berusaha
menyampaikan argumentasi yang
sangat kuat kepada Fir'aun. Musa berusaha membawa
argumentasi rasional tetapi
Fir'aun berusaha keluar dari ruang lingkup dialog yang
berdasarkan logika yang sehat.
Fir'aun berusaha menggunakan dialog dalam bentuk yang
baru, yaitu suatu cara yang Musa
tidak mampu lagi melawannya. Ia mulai menyerang
Musa dan mengancamnya.
Fir'aun menujukkan penentangannya
kepada kebenaran yang dibawa oleh Musa. Fir'aun
acuh tak acuh terhadap dakwah
Nabi Musa. Fir'aun mulai menyerang pribadi Musa. Ia
mulai mempersoalkan pakaian Musa
dan kedudukan sosialnya bahkan ia pun menyerang
cara Musa berbicara. Setelah
menghina Musa sedemikian rupa, Fir'aun sengaja memakai
metode kekuatan mutlak. Fir'aun
bertanya kepada Musa, bagaimana ia berani menentang
penyembahan terhadap dirinya;
bagaimana Musa menyembah selain dirinya; tidakkah
Musa mengetahui bahwa Fir'aun
adalah tuhan? Bagaimana Musa tidak mengetahui
hakikat ini padahal ia terdidik
di istana Fir'aun dan sangat mengenal lingkungan di sekitar
Fir'aun? Setelah Fir'aun
menyampaikan tentang ketuhanan-nya secara mendasar, ia
bertanya kepada Musa, bagaimana
Musa berani menyembah tuhan selain dirinya. Ini
berarti bahwa Musa ingin
dijebloskan ke dalam penjara. Tiada ketentuan di sisi kami bagi
orang yang menyembah selain
Fir'aun kecuali penjara adalah tempatnya:
"Fir'aun
berkata: 'Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku
akan menjadikan
kamu salah seorang yang dipenjarakan.'" (QS. asy-Syu'ara': 29)
Musa mengetahui bahwa
argumentasi-argumentasi rasional tidak lagi bermanfaat. Dialog
yang tenang dan sehat berubah
menjadi ejekan dan hinaan serta pada akhirnya menjadi
ancaman hukuman penjara. Musa
mengetahui bahwa telah tiba waktunya untuk
menunjukkan mukjizat yang
dibawanya. Setelah diancam akan dijebloskan ke dalam
penjara, ia berkata kepada
Fir'aun:
"Musa
berkata: 'Dan apakah (kamu akan melakukan ini) kendatipun aku tunjukkan
kepadamu sesuatu
(keterangan) yang nyata?'" (QS. asy-Syu'ara': 30)
Musa menantang kepada Fir'aun dan
Fir'aun menerima tantangannya. Fir'aun ingin tahu
sejauh mana kebenaran Musa.
"Fir'aun
berkata: 'Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata itu, jika kamu adalah
termasuk
orang-orang yang benar.'" (QS. asy-Syu'ara': 30-31)
Musa melemparkan tongkatnya di
ruangan yang besar itu. Mula-mula Fir'aun
menganggap bahwa tongkat yang
dibawanya jatuh karena Musa gemetar menghadapinya.
Setelah Fir'aun meminta padanya
bukti atas kebenaran dakwahnya, tiba-tiba tongkat yang
menyentuh tanah itu berubah
menjadi ular yang besar yang bergerak dengan cepat dan
gesit. Ular itu menuju ke arah
Fir'aun. Fir'aun tampak pucat karena takut. Ia tampak
gemetar di kursinya kemudian ia
berteriak agar mereka menjauhkan ular itu darinya.
Nabi Musa mengulurkan tangannya
ke ular itu lalu ular itu kembali menjadi tongkat yang
ada di tangannya sebagaimana
semula. Setelah peristiwa itu, keheningan menyeliputi
istana Fir'aun. Nabi Musa kembali
menunjukkan kepada orang-orang yang berdiri di
sekitarnya, mukjizatnya yang
kedua. Musa memasukkan tangannya di sakunya lalu
mengeluarkannya. Tiba-tiba tangan
itu menjadi putih seperti bulan; tangan itu tiba-tiba
mengeluarkan cahaya yang memenuhi
penjuru istana. Akhirnya, semua orang yang hadir
di situ merasakan kekaguman yang
luar biasa sedangkan Fir'aun wajahnya tampak
menghijau karena saking takutnya.
Allah SWT berfirman:
"Maka Musa
melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang
nyata. Dan ia
menarik tangannya (dari dalam bajunya), maka tiba-tiba tangan itu jadi
putih (bersinar)
bagi orang-orang yang rnelihatnya." (QS. asy-Syu'ara': 32-33)
Keheningan semakin menyelimuti
istana Fir'aun. Pengaruh dua mukjizat yang dibawa
oleh Nabi Musa tertanam pada jiwa
orang-orang yang hadir di situ. Pertama-tama mereka
merasakan ketakutan dalam diri
mereka kemudian Nabi Musa mengembalikan tangannya
ke sakunya lalu tangannya kembali
seperti semula.
Fir'aun berkata: "Sekarang,
pergilah kalian berdua. Nanti kita akan lanjutkan
perbincangan kita." Musa
memalingkan wajahnya dan keluar dari istana. Fir'aun tampak
terpukul atas peristiwa itu.
Pikirannya mulai berputar-putar. Ia membayangkan apa yang
terjadi di istananya dan di
wilayah kekuasaannya seandainya berita tentang dua mukjizat
itu tersebar di tengah-tengah
manusia, lalu manusia mulai membicarakan tentang Musa
dan Harun. Fir'aun mengeluarkan
perintahnya agar orang-orang yang melihat peristiwa
itu tidak membuka hal itu kepada
masyarakat umum, tetapi para pembantu istana dan
sebagian dari Bani Israil
menyaksikan dua peristiwa itu. Akhirnya, mulailah terjadi
perbincangan di tengah-tengah
masyarakat ramai tentang dua mukjizat itu. Fir'aun benarbenar
terdiam ketika menghadapi dua
mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa. Ketika
Musa keluar dari istana Fir'aun
yang sebelumnya merasa takut dan gemetar, kini menjadi
marah. Ia meluapkan kemarahan itu
kepada menterinya dan para pembantunya. Tiba-tiba
ia bersikap kasar kepada mereka
tanpa sebab yang diketahui. Fir'aun memerintahkan
mereka untuk keluar dari
ruangannya dan meningggalkan dirinya sendirian.
Fir'aun berusaha untuk menghadapi
masalah itu dengan lebih tenang. Fir'aun meminum
beberapa gelas dari minuman keras
tetapi rasa marahnya belum hilang juga. Kemudian ia
mengeluarkan perintah untuk
mengumpulkan orang-orang dekatnya dan semua para
menteri di istana serta para
pemimpin di Mesir. Fir'aun mengeluarkan perintahnya kepada
Haman salah satu ketua para
menterinya untuk mengepalai pertemuan tersebut.
Kemudian para pembesar dari kaum
Fir'aun berkumpul. Fir'aun memasuki ruang
pertemuan dan wajahnya tampak
emosi. Jelas sekali Fir'aun tidak mau menerima dengan
mudah adanya tuhan lain yang
disembah orang-orang Mesir selain dirinya. Fir'aun cukup
berbahagia ketika ia menguasai
Mesir dari memerintah dengan semaunya. Tiba-tiba, ia
dikagetkan dengan kedatangan Musa
yang ingin menghancurkan apa saja yang telah
dibangunnya. Musa mengatakan pada
dirinya bahwa di sana ada Tuhan yang Esa yang
tiada Tuhan lain selain-Nya di
alam semesta. Ini berarti bahwa Fir'aun adalah seorang
pembohong. Pemikiran ini
menghantui kepala Fir'aun sehingga Fir'aun menoleh kepada
ketua para menterinya yaitu Haman
akhirnya pertemuan bersejarah itu diadakan.
Tidak ada seorang pun yang berani
membuka mulutnya. Fir'aun membuka pertemuan itu
dengan secara tiba-tiba ia
melontarkan pertanyaan kepada Haman: "Apakah aku
seseorang pembohong wahai
Haman?" Haman menunduk dan bertanya: "Siapa yang
berani menentang Fir'aun?"
Fir'aun berkata dengan marah: "Musa." Bukankah ia
mengatakan bahwa ada tuhan lain
di langit." Dengan mantap Haman menjawab:
"Sungguh wahai tuanku, Musa
berbohong." Fir'aun berkata dalam keadaan memutar
wajahnya ke arah yang lain:
"Aku mengetahui bahwa ia berbohong." Kemudian Fir'aun
kembali menoleh ke Haman:
"Dan
berkatalah Fir'aun: 'Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi
supaya aku
sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat
Tuhan Musa dan
sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta.'" (QS. al-
Mu'min: 36-38)
Fir'aun mengeluarkan perintah
untuk membangun suatu bangunan yang kokoh dan tinggi
di mana ketinggiannya mampu
mencapai langit. Perintah Fir'aun itu berdasarkan
peradaban Mesir yang lagi maju di
mana mereka cenderung membangun bangunan yang
spektakuler. Namun Fir'aun lupa
pada aturan-aturan teknik pembangunan. Meskipun
demikian, Haman bersikap munafik,
padahal ia mengetahui kemustahilan membangun
sesuatu bangunan semegah dan
setinggi itu. Haman berkata: "Saya ingin melaksanakan
perintah untuk mendirikan
bangunan itu sesegera mungkin, tetapi wahai tuanku dan
izinkanlah aku untuk pertama
kalinva aku menentang perintahmu. Sungguh engkau tidak
akan mendapati sesuatu pun di
langit. Tidak ada di sana Tuhan selain dirimu." Fir'aun
mendengar penolakan ketua para
menterinya itu dengan sangat puas, seakan-akan ia
mendengarkan suatu hakikat yang
ditetapkan. Kemudian dalam perkumpulan yang
terkenal itu, Fir'aun melontarkan
kata-katanya yang bersejarah:
"Hai
pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku." (QS. al-
Qashash: 38)
Semua yang hadir di tempat itu
menundukkan kepala tanda setuju. Di antara mereka
terdapat dua orang atau tiga
orang yang masih memiliki akal sehat. Ketiga orang itu
mengetahui bahwa sebenarnya
Fir'aun adalah seorang pembohong. Meskipun demikian,
mereka membiarakan kebohongan itu
dan memilih apa yang disetujui oleh Fir'aun. Tentu
persetujuan ini berakibat pada
masyarakat Mesir yang harus membayar mahal hasil dari
persetujuan itu. Para tentara
Mesir, para pembesar istana, dan para dukun tunduk kepada
kegilaan Fir'aun. Fir'aun berkata
dengan maksud bertanya kepada para penasihatnya:
"Apa yang kalian katakan
tentang Musa?" Haman berkata: "Ia adalah seorang yang
pembohong."
Salah seorang menteri yang lain berkata:
"Saya kira ia adalah seorang yang gila."
Sementara itu salah seorang dukun
berkata: "—Tampaknya ia
khawatir mereka akan
mencurigainya jika ia tidak
mengatakan sesuatu pun kepada mereka—saya
kira ia terkena
kegilaan." Fir'aun memutus
pembicaraan mereka dengan mengatakan: "Sungguh kalian
menggambarkan Musa macam-macam,
namun kalian belum menjawab pertanyaanku.
Apa sebenarnya maunya Musa? Apa
sebenarnya persekongkolan yang
disembunyikannya." Para
penasihat terdiam karena rasa takut dan sebagai bentuk
kemunafikan terhadap Fir'aun.
Mereka hanya menunggu Fir'aun mengucapkan kalimatkalimat
tertentu lalu mereka menirukannya
dengan mulut-mulut mereka layaknya burung
beo. Setelah keheningan
menyelimuti ruangan itu, Fir'aun berkata: "Aku kira bahwa
Musa adalah salah satu tukang
sihir yang hebat. Ia ingin mengeluarkan kalian dari negeri
kalian dengan sihirnya. Lalu
persekongkolan apa yang kalian siapkan?"
Adalah hal yang maklum di rezim
kekuasaan mutlak bahwa perkumpulan yang dihadiri
oleh para pembesar dan para
menteri untuk mengeluarkan pandapat sesama mereka
berarti hanya sekedar untuk
mengulang-ulang dan menerima keputusan mutlak dari
penguasa. Para penasihat berkata—setelah Fir'aun memberi mereka
kesempatan untuk
mengutarakan pendapat:
"Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Fir'aun. Musa adalah
seorang tukang sihir. Kalau
begitu, masalahnya telah selesai. Kita akan mengembalikan
Musa dan saudaranya, dan kita
akan menyebarkan perintah Fir'aun di Mesir untuk
menghadirkan tukang sihir. Jika
para tukang sihir telah datang dan berdiri di hadapan
Musa, maka mereka akan dapat
membuktikan bahwa Musa memang tukang sihir dan
mereka akan mampu mengalahkannya.
Dengan cara demikian, kita dapat
memperdayanya di hadapan
orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil." Perundingan
bersejarah itu sepakat untuk
melaksanakan hal itu. Sepuluh orang dari pembantu Fir'aun
keluar dari istana, Fir'aun
dengan menunggangi kendaraan mereka dan mereka segera
berpencar di seluruh penjuru
Mesir. Kemudian diumumkan pada hari kedua di pasarpasar
Mesir bahwa seluruh jago-jago
sihir hendaklah menuju ke istana Fir'aun untuk
mendengarkan suatu perintah atau
suatu urusan yang penting.
Fir'aun memanggil Nabi Musa dan
berusaha mengancamnya dan menakut-nakutinya
tetapi Nabi Musa tampak tenang.
Fir'aun berkata kepada Nabi Musa: "Sesungguhnya
engkau seorang tukang sihir, dan
aku menetapkan untuk menyingkap kedokmu di
hadapan semua orang. Tidak lama
lagi para tukang sihir akan datang." Nabi Musa
bertanya: "Kapan aku akan
bertemu dengan tukang sihir itu?" Fir'aun berkata: "Di sana
terdapat suatu pertemuan atau
acara yang sebentar lagi akan dimulai yang dihadiri oleh
banyak orang. Yaitu hari di mana
angin bertiup dengan sepoi-sepoi; hari di mana bumi
berhias diri menyambut kedatangan
musim semi. Sungguh itu suatu pertemuan yang
menakjubkan dan engkau akan
dikalahkan. Sekarang aku beri kesempatan kamu untuk
mencabut dakwahmu. Aku memberikan
kesempatan yang terakhir bagimu untuk
menyelamatkan kehormatanmu."
Musa berkata dengan tidak
memperhatikan perkataan Fir'aun yang terakhir: "Kami
sepakat atas pertemuan itu. Kami
akan hadir di hari itu di mana manusia akan berkumpul
di pagi hari." Fir'aun
bertanya: "Kapan engkau akan datang?" Musa berkata: "Insya Allah
aku akan hadir di waktu fajar di
permulaan siang."
Allah SWT berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda-tanda kekuasaan
Kami semuanya,
maka ia mendustakan dan enggan (menerima kebenaran). Berkata
Fir'aun: 'Adakah
kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami (ini)
dengan sihirmu,
hai Musa! Dan kami pun pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu
sihir semacam
itu, maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu,
yang kami tidak
akan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang
pertengahan (letaknya).'
Berkata Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu
itu ialah di
hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari
sepenggalahan
naik.'" (QS.
Thaha: 56-59)
Nabi Musa pergi dalam keadaaan
tenang. Kemudian para utusan tukang sihir datang ke
istana Fir'aun. Ketika semua
berkumpul, Fir'aun memerintahkan agar mereka semua
menemuinya. Ketika masuk menemui
Fir'aun, para tukang sihir sujud kepadanya. Fir'aun
memerintahkan mereka untuk
berdiri, kemudian Fir'aun mulai berjalan-jalan di antara
mereka sambil mengamati wajah
mereka dan pakaian mereka. Fir'aun tampak terdiam
memikirkan sesuatu dan tiba-tiba
ia berdiri dan berkata: "Wahai para tukang sihir, kami
sekarang menghadapi problem yang
kecil dan kami telah memerintahkan agar kalian
dihadirkan untuk memecahkan
problem itu." Para tukang sihir itu menundukkan
kepalanya dan mereka mendengarkan
dengan hikmat. Fir'aun kembali berkata: "Salah
seorang lelaki datang kepada kami
dan ia mengaku utusan Allah SWT; seorang lelaki
yang bernama Musa dan bersama
saudaranya, Harun. Musa ini adalah tukang sihir yang
mahir, lebih tangkas dan lebih
hebat dari Harun. Oleh karena itu, kalian harus
mengalahkannya dengan kekalahan
yang telak sehingga ia tidak mampu lagi mengangkat
kepalanya karena rasa malu."
Para tukang sihir tetap menundukkan kepalanya dan
mereka terdiam. Fir'aun berkata:
"Mengapa seseorang di antara kalian tidak bertanya
kepadaku tentang sihirnya
Musa." Salah seorang tukang sihir dengan tenang berkata:
"Kami menunggu tuan yang
agung menceritakannya kepada kami. Kami tidak ingin
memutus pembicaraanmu wahai
tuan."
Dengan nada marah, Fir'aun
berkata: "Musa melemparkan tongkatnya dan tiba-tiba
tongkatnya itu menjadi ular yang
sangat besar lalu ia mencabut tangannya dan tiba-tiba
tangannya menjadi putih yang
menakjubkan orang-orang yang melihatnya." Tampak
senyum manis menghiasi
wajah-wajah para tukang sihir dan salah seorang mereka
berkata: "Hendaklah hati
Fir'aun tenang. Ini adalah permainan kuno; permaianan tongkat
yang berubah menjadi ular. Sesungguhnya
itu hanya sekadar imajinasi yang menipu
orang-orang yang melihatnya, yang
seakan-akan ia bergerak padahal ia tetap di
tempatnya."
Fir'aun berkata: "Aku tidak
ingin untuk memasuki perdebatan sekitar masalah pembuatan
sihir. Yang aku inginkan agar kalian
mengalahkan Musa. Kami telah sepakat untuk
bertemu pada hari ketika musim
semi akan tiba. Masyarakat Mesir semuanya akan
berkumpul. Mereka akan
menyaksikan kalian saat kalian mengalahkannya. Oleh karena
itu, kalian harus dapat
mengalahkannya."
Selesailah perkataan Fir'aun. Ia
menunggu para tukang sihir meninggalkannya tapi
mereka masih berdiri. Salah
seorang mereka bertanya: "Mengapa tuan kita Fir'aun tidak
berbicara kepada kita tentang
urusan yang lebih penting seandainya kita dapat
mengalahkan Musa?" Dengan
keheranan Fir'aun bertanya: "Apa sesuatu yang lebih
penting itu?" Salah seorang
tukang sihir berkata: "Tentu kami minta upah jika kami
menang." Dengan tertawa,
Fir'aun berkata: "Jangan khawatir, aku akan memuaskan
kalian. Kalian akan menjadi
orang-orang yang dekat. Kami akan mengadakan pekerjaanpekerjaan
baru di istana bagi para tukang
sihir. Kalian jangan khawatir. Tenanglah karena
kalian akan menerima upah yang
layak."
Fir'aun tertawa melihat
kepercayaan para tukang sihir kepada diri mereka, kemudian ia
memerintahkan agar mereka
meninggalkan tempatnya. Lalu ia sendiri menuju ke meja
makan siang. Fir'aun duduk sambil
makan. Ia berkata sambil menyantap paha kambing
yang besar: "Semenjak Musa
datang selera makanku terganggu. Namun sekarang,
kehancuran Musa sudah
dekat."
Allah SWT berfirman:
"Dan Musa
berkata: 'Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari
Tuhan alam
semesta, wajib atasku tidak mengatakannya sesuatu terhadap Allah, kecuali
yang hak.
Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari
Tuhanmu, maka
lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku.' Fir'aun menjawab: 'Jika
benar kamu
membawa sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu
termasuk
orang-orang yang benar.' Dan dia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu
juga tangan itu
menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya.
Pemuka-pemuka
kaum Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang
pandai, yang
bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu.' (Fir'aun berkata):
'Maka apakah
yang hamu anjurkan?' Pemuka-pemuka itu menjawab: 'Beritahulah ia dan
saudara-saudaranya
serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan
mengumpulkan
(ahli-ahli sihir), supaya mereka membawa kepadamu semua ahli sihir
yang pandai.'
Dan heberapa ahli sihir telah datang kepada Fir'aun mengatakan:
'(Apakah)
sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menangV Fir'aun
menjawab: 'Ya
dan sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang
dekat (kepadaku).'"
(QS.
al-A'raf: 104-114)
Kemudian datanglah hari yang
dijanjikan. Orang-orang berbondong-bondong keluar dari
rumah. Mereka membicarakan
tentang pertemuan antar Nabi Musa dan Fir'aun. Mereka
menuju ke tempat perayaan sejak
pagi hari. Tidak ada seorang pun di Mesir yang tidak
mengetahui tentang peristiwa itu.
Orang-orang begitu gembira ketika para tukang sihir itu
datang sebagaimana mereka juga
gembira ketika melihat Fir'aun datang, namun
keheningan menyelimuti tempat itu
ketika Nabi Musa dan Nabi Harun datang. Tempat
perayaan itu diadakan di tempat
terbuka yang hanya ditutupi oleh payung Fir'aun yang
melindungi kepalanya dari terik
matahari. Fir'aun berdiri di tengah-tengah tentaranya. Ia
memakai emas dan permata.
Sementara itu, Nabi Musa berdiri dengan menundukkan
kepalanya dalam keadaan mengingat
Allah SWT.
Keadaan saat itu benar-benar
hening. Kemudian para tukang sihir maju menemui Musa.
Mereka berkata kepada Musa:
"Apakah engkau yang pertama kali melempar atau kami
yang pertama kali melempar."
Musa berkata: "Kalianlah yang pertama kali melempar."
Para tukang sihir berkata:
"Demi kemuliaan Fir'aun, sesungguhnya kami akan menang."
Musa berkata: "Celakah
kalian, janganlah kalian membuat dusta kepada Allah SWT
niscaya Dia akan mendatangkan
siksa bagi kalian." Sebagian ahli hakikat berkata: "Nabi
Musa menoleh dan kemudian ia
melihat Jibril di sebelah kanannya." Jibril berkata
kepadanya: "Wahai Musa,
hendaklah kamu bersikap sopan kepada wali-wali Allah
SWT." Musa berkata dalam
dirinva: "Mereka para tukang sihir itu datang dengan maksud
menyimpangkan agama
Fir'aun." Jibril kembali berkata: "Bersikap lembutlah terhadap
wali-wali Allah SWT. Mereka saat
ini sampai salat Ashar berada di sisimu dan setelah
salat Ashar mereka akan berada di
surga."
Para tukang sihir itu mulai
melemparkan tongkat-tongkat mereka dan tali-tali mereka.
Tiba-tiba arena itu dipenuhi
dengan ular-ular. Mereka menipu dan menyihir pandangan
orang-orang yang melihatnya.
Orang-orang yang melihat sihir itu merasa takut karena
mereka mendatangkan sihir yang
besar. Orang-orang merasa gembira dan Fir'aun pun
menampakkan senyumnya. Ia berkata
dalam dirinya: Sungguh hari ini adalah hari
pembalasan atas Musa. Mukjizatnya
berupa tongkat yang ada di tangannya yang dapat
berubah menjadi ular, sekarang
Fir'aun menghadirkan kepadanya seluruh tukang sihir di
mana tongkat-tongkat dan
tali-tali yang ada di tangan mereka pun berubah menjadi ular.
Senyuman Fir'aun pun semakin
melebar.
Nabi Musa memperhatikan tali-tali
tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Ia merasa
takut. Nabi Musa ingat apa yang
dikatakan oleh Jibril dan ia mulai merasakan ketakutan.
Bagaimana mungkin para tukang
sihir itu akan masuk surga dan mereka akan menjadi
wali-wali Allah SWT? Nabi Musa
merasakan semua itu, namun tiada seorang pun yang
mengetahui hakikat pemikiran yang
terlintas dalam benak Nabi Musa saat ia berdiri
dengan bajunya yang sederhana
bersama saudaranya di hadapan kumpulan manusia yang
banyak dari para pengawal dan
tentara Fir'aun. Ketika Musa merasakan ketakutan
tersebut, maka cahaya yang terang
menembus dalam dirinya dan Allah SWT berkata
kepadanya:
"Kami
berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul
(menang). Dan
lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan
apa yang mereka
perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya
tuhang sihir
(belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia
datang."
(QS.Thaha: 68-69)
Musa merasa senang ketika
mendengar Allah SWT menenangkannya. Nabi Musa dapat
mengendalikan dirinya, kemudian
beliau mengangkat tongkatnya dan melemparkannya.
Sebelum tongkat itu menyentuh
tanah, tiba-tiba terjadilah suatu mukjizat. Orang-orang
dan para tukang sihir Fir'aun
bahkan Fir'aun sendiri menyaksikan sesuatu yang belum
pernah mereka saksikan di dunia.
Biasanya seorang tukang sihir dapat menipu pandangan
manusia dan memperdaya mereka
seolah-olah ada ular yang bergerak padahal ia tetap di
tempatnya. Tetapi apa yang
terjadi saat itu adalah sesuatu yang benar-benar berbeda.
Belum sampai tongkat Nabi Musa
menyentuh tanah sehingga ia berubah menjadi ular
yang besar dan sangat gesit.
Tiba-tiba ular ini menuju ke
tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka yang
bergerak dan ia mulai memakannya
satu persatu. Tongkat Nabi Musa memakan tali-tali
tukang sihir dan tongkat-tongkat
mereka dengan cepat. Belum berselang beberapa menit
sehingga arena itu kosong dari
tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Tongkattongkat
dan tali-tali tukang sihir
tersembunyi dalam perut tongkat Nabi Musa. Dan
bergeraklah ular yang besar
menuju Nabi Musa lalu beliau mengulurkan tangannya dan
tiba-tiba ular itu berubah
menjadi tongkat. Para tukang sihir mengetahui bahwa mereka
bukan di hadapan seorang
penyihir. Mereka sebenamya adalah tokoh-tokoh sihir dan para
pakar dalam hal itu di zaman
mereka, tetapi apa yang mereka saksikan saat ini bukan
termasuk sihir. Itu adalah
mukjizat dari Allah SWT.
Akhirnya, para tukang sihir itu
sujud di atas tanah. Mereka berkata: "Kami beriman
kepada Tuhan Pengatur alam
semesta. Tuhan yang diyakini oleh Musa dan Harun."
Orang-orang Mesir dan anak-anak
Bani Israil menyaksikan mukjizat yang mengagumkan
ini. Mereka melihat bagaimana
tukang sihir-tukang sihir Fir'aun sujud kepada Musa dan
Harun. Fir'aun menyaksikan bahwa
bola itu kini berada di tangan Musa dan Harun. Lalu
ia bangkit dari duduknya dan
berteriak di depan tukang sihir: "Bagaimana kalian beriman
kepadanya sebelum aku memberi
izin kepada kalian." Para tukang sihir berkata: "Untuk
beriman tidak perlu izin."
Fir'aun berkata: "Kalau begitu ini adalah persekongkolan yang
jelas. Sesungguhnya Musa adalah
guru kalian yang mengajari kalian sihir. Sungguh
tangan-tangan kalian dan
kaki-kaki kalian akan diputus dan kalian akan disalib di pohon
kurma. Sungguh ini adalah
persekongkolan yang jelas."
Para tukang sihir berkata:
"Lakukan apa saja yang engkau inginkan, hai Fir'aun. Kami
tidak memilihmu dan kami tidak
mengutamakanmu atas mukjizat Ilahi ini. Sesungguhnya
kami beriman kepada Tuhan kami
agar Dia mengampuni kami dan menghapus
kesalahan-kesalahan kami. Apa
yang engkau berikan terhadap kami adalah sesuatu yang
sedikit, dan apa yang ada di sisi
Allah SWT lebih baik dan lebih abadi. Seandainya
engkau menyiksa kami dan membunuh
kami dan menyalib kami, maka engkau hanya
dapat menyiksa kami di kehidupan
dunia ini. Tentu kehidupan dunia tidak dapat
dibandingkan dengan kehidupan
akhirat. Kami hanya ingin mendapatkan pengampunan
dari Allah SWT dan memasuki
surga." Kemudian Fir'aun mengeluarkan perintahnya
untuk menyalib semua tukang
sihir. Ketika menyaksikan peristiwa tersebut, orang-orang
menjadi ketakutan. Kemudian Nabi
Musa dan Nabi Harun meninggalkan tempat itu dan
Fir'aun kembali ke istananya.
Allah SWT menceritakan dalam surah al-A'raf apa yang
dialami tukang sihir dan Musa
dalam firman-Nya:
"Ahli-ahli
sihir berkata: 'Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu,
ataukah kami
yang akan melemparkan?' Musa menjawab: 'Lemparkanlah (lebih dahulu)!
Maka tatkala
mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadihan
orang banyak itu
takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan).
Dan Kami
mewahyukan kepada Musa: 'Lemparkanlah tongkatmu!' Maka sekoyongkoyong
tongkat itu
menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu nyatalah yang benar
dan gagallah
yang selalu mereka kerjahan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah
mereka
orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri
dengan bersujud.
Mereka berkata: 'Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, (Yaitu)
Tuhan Musa dan
Harun. Fir'aun berkata: 'Apakah kamu beriman kepadanya sebelum
aku memberi izin
kepadamu?' Sesungguhnya (perbuatan) ini adalah suatu muslihat yang
telah kamu
rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya darinya;
maka kelah kamu
akan mengetahui (akibat perbnatanmu ini); sesungguhnya aku akan
memotong tangan
dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian
sungguh-sungguh
ahu akan menyalib kamu semuanya. Ahli-ahli sihir itu menjawab:
'Sesungguhnya
kepada Tuhanlah kami kembali. Dan kamu tidak membalas dendam
dengan menyiksa
kami, melaikan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan
kami ketika
ayat-ayat itu datang kepada kami.' (Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami,
limpahkanlah
kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah
diri
(kepada-Mu).'" (QS.
al-A"raf: 115-126)
Para tukang sihir Mesir berubah
menjadi Muslim dan mempercayai ajaran yang dibawa
oleh Nabi Musa. Mereka beriman
kepada Allah SWT. Akhirnya, mereka dinaikkan di
batang-batang pohon kurma untuk disalib
dan dipotong tangan-tangan mereka dan kakikaki
mereka. Mereka meminta kepada
Allah SWT agar mereka dimatikan sebagai orangorang
Muslim.
Kemudian Musa memahami apa yang
diucapkan oleh Jibril as: Mereka sejak saat ini
sampai salat Ashar di sisimu dan
setelahnya mereka berada di surga. Ketika memasuki
waktu Ashar tubuh para tukang
sihir itu berlumuran darah. Mereka disalib oleh para
tentara Fir'aun. Fir'aun
menghadapi masalah baru. Fir'aun mengadakan serangkaian
pertemuan-pertemuan penting di
istananya. Fir'aun memanggil penanggung jawab tentara
dan pasukan. Fir'aun juga
memanggil apa saat ini dinamakan dengan kepala intelejen.
Bahkan Fir'aun juga memanggil
para menteri dan para penjabat serta tukang-tukang
dukun. Jadi, Fir'aun memanggil
semua yang mempunyai kekuatan untuk mengubah
jarum sejarah.
Fir'aun bertanya kepada kepala
intelejennya: "Apa yang dikatakan orang-orang?" Ia
berkata: "Anak buahku telah
kusebar di antara khalayak dan mereka mendapat informasi
bahwa Musa dapat memenangkan
perlombaan itu karena ia berhasil membikin suatu
konspirasi bersama para tukang
sihir." Kemudian Fir'aun bertanya kepada salah seorang
ketua keamanan: "Apa yang
terjadi pada jasad-jasad tukang sihir?" Ia berkata: "Anak
buahku menggantungnya di tempat
umum dan di pasar-pasar untuk menakuti manusia
dan kami sebarkan berita bahwa
Fir'aun akan membunuh setiap orang yang memiliki
persekongkolan." Lalu
Fir'aun bertanya kepada komandan pasukan: "Apa yang dikatakan
oleh pasukan?" Ia menjawab:
"Mereka menginginkan agar mendapatkan perintah untuk
bergerak di tempat mana pun yang
ditentukan oleh Fir'aun." Fir'aun berkata: "Belum
datang giliran pasukan maka akan
datang gilirannya."
Fir'aun kemudian terdiam. Lalu
Haman salah seorang ketua para menteri bergerak dan
mengangkat tangannya dan ia mulai
meminta untuk berbicara, dan Fir'aun mengizinkan
kepadanya. Haman berkata:
"Apakah kita akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk
membuat keruskaan di muka bumi
dan mereka mengalihkan ibadah kepada selainmu?"
Fir'aun berkata: "Sungguh
engkau dapat membaca pikiranku wahai Haman. Kita akan
membunuh anak-anak mereka dan
akan mempermalukan perempuan-perempuan mereka.
Aku memiliki kekuasaan di atas
mereka."
Pasukan Fir'aun pergi untuk
membunuh anak-anak laki dari Bani Israil dan menodai
kehormatan wanita-wanita mereka,
serta memenjarakan siapa pun yang menentang. Musa
berdiri menyaksikaan apa yang
terjadi tanpa mampu turut campur dan tanpa mampu
mencegahnya. Yang beliau lakukan
hanya memerintahkan kaumnya untuk bersabar.
Beliau memerintahkan mereka untuk
meminta pertolongan kepada Allah SWT dan
bersabar atas segala ujian.
Beliau menjadikan para tukang sihir sebagai teladan bagi
mereka di mana tukang sihir Mesir
itu mampu menahan derita di jalan Allah SWT tanpa
berkeluh kesah. Nabi Musa
memberitahu mereka bahwa tentara-tentara Fir'aun berbuat
aniaya di muka bumi yang
seakan-akan bumi adalah milik khusus mereka. Sebenarnya
Allah SWT akan mewariskan bumi
kepada orang-orang yang bertakwa.
Kemudian intimidasi yang
dilakukan Fir'aun sangat mempengaruhi jiwa Bani Israil
sehingga mereka merasakan
kekalahan dan pesimis. Mereka berkata kepada Musa:
"Wahai Musa kami sangat
menderita sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu,
anak-anak dibunuh sebelum
kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu." Seakan-akan
mereka berkata kepada Musa bahwa
keberadaanmu tidak memberikan manfaat sedikit
pun. Kami tetap merasakan
kesendirian. Musa menolak kebodohan mereka ini. Ia
memberitahu mereka bahwa Allah
SWT akan menghancurkan musuh-musuh mereka,
kemudian Allah SWT akan menjadikan
bumi dikuasai oleh mereka. Tetapi lagi-lagi
mereka tetap mengadu kepada Musa
dan tampak bahwa mereka tidak kuat lagi menahan
penderitaan yang mereka alami.
Musa menghadapi keadaan yang
sulit. Beliau berusaha melawan kemarahan Fir'aun dan
konspirasinya. Pada saat yang
sama, Nabi Musa mendengar keluhan kaumnya. Di tengahtengah
keadaan yang demikian, Qarun
bergerak. Qarun adalah seorang putra Bani Israil.
Ia berasal dari kaum Musa tetapi
ia justru menentang Musa. Kekayaannya dan status
sosialnya menjadikannya lebih
dekat kepada rezim Fir'aun. Allah SWT menceritakan
kepada kita tentang kekayaan
Qarun. Allah SWT berkata kepada kita bahwa kunci-kunci
kamar yang menyimpan kekayaannya
sangat sulit dipikul oleh sekelompok laki-laki yang
kuat sekalipun. Seandainya kita
ingin mengetahui kunci-kunci kekayaan ini yang
sedemikian rupa, maka kita dapat
membayangkan kekayaan itu sendiri. Qarun memiliki
berbagai macam kekayaan dan dalam
jumlah yang banyak. Bahkan saking kayanya,
pelana kudanya terbuat dari kulit
yang dihiasi oleh perak dan emas.
Jika Qarun keluar dengan membawa
pesona dunia yang diikuti oleh rombongannya dan
disinari oleh matahari, maka
emas-emas yang dibawanya tampak menyala di bawah
sengatan matahari. Pemandangan
demikian sangat mengagumkan bagi orang-orang yang
mencintai dunia. Kekayaan yang
dimiliki Qarun membuatnya bersikap angkuh sehingga
tidak mudah baginya untuk
menerima nasihat. Tampak bahwa kekayaannya dan
kesombongannya membuatnya merasa
bergembira, sehingga tertawanya Qarun menjadi
tertawa yang paling terkenal di
kalangan Bani Israil, dan ketenarannya menyaingi
ketenaran Fir'aun dan Haman.
Kedua orang itu (Fir'aun dan Haman) menguasai Mesir
secara keseluruhan, sedangkan
Qarun hanya mengusai sebagian dari Mesir.
Orang-orang yang berakal dari
kaumnya menasihatinya agar ia berpikir sejenak tentang
akhiratnya, dan barangkali mereka
berkata kepadanya: "Sesungguhnya tak seorang pun
menasihatimu untuk meninggalkan
dunia secara keseluruhan dan menempuh jalan orangorang
yang zuhud tetapi mereka menasihatimu
agar engkau tidak melupakan bagianmu
dari dunia. Sebagaimana mereka
menasihatimu agar jangan sampai engkau melupakan
bagianmu dari akhirat."
Qarun hanya merasa puas dengan
bagiannya dari dunia. Imajinasi akalnya mengatakan
bahwa kekayaan ini datang karena
usaha kerasnya sebagaimana ia menduga kekayaannya
adalah tanda bahwa Allah
mencintainya. Bahkan ia mengira bahwa ia lebih utama dan
lebih mulia dari Musa. Musa
adalah seorang yang fakir sedangkan Qarun adalah seorang
yang kaya, maka bagaimana seorang
yang fakir yang tidak memakai satu pun gelang dari
emas dapat memperoleh kedudukan
yang mulia di sisi Allah dibandingkan dengan
seorang yang kaya yang mampu
membuat pelana kudanya dari emas. Demikianlah
pandangan Qarun dan Fir'aun
terhadap Musa.
Allah SWT berfirman:
"Bukankah
aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat
menjelaskan
(perkataannya)?" (QS. az-Zukhruf: 52)
Demikianlah pernyataan Fir'aun
kepada Musa. Terdapat kesesuaian antara pendapat
Fir'aun dan Qarun terhadap Musa.
Sesuai dengan kedudukan sosial dan kekayaannya,
Qarun menjadi sahabat Fir'aun dan
mendukung rezim kekuasaannya. Bukan hanya
Qarun, Fir'aun dan Haman yang
menjadi tawanan khayalan ini, bahkan kaum Fir'aun pun
memiliki pendapat yang sama.
Yakni, bagi orang-orang Mesir, Musa hanya sekadar
seorang tukang sihir yang
mengalahkan jagojago sihir lainnya. Namun ini tidak berarti
bahwa masyarakat Mesir tidak
memiliki keutamaan sedikit pun. Di tengah-tengah
masyarakat Mesir masih terdapat
orang yang beriman kepada Nabi Musa namun ia
menyembunyikan keimanannya karena
khawatir terhadap kejahatan Fir'aun.
Di sana juga ada orang yang
bertanya-tanya dengan kebodohan: Jika Allah SWT memang
mencintai Musa lalu mengapa ia
dijadikan seorang yang fakir. Qarun menjadi fitnah atau
cobaan di tengah-tengah kaumnya
dan juga bagi orang-orang Mesir. Ketika Qarun keluar
dengan membawa pesona dunianya
maka orang-orang yang menginginkan kehidupan
dunia berkata:
"Maka
keluarlah Qarun kepada haumnya dengan kemegahannya. Berkatalah orangorang
yang menghendaki
kehidupan dunia: 'Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti
apa yang telah
diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai
keberuntungan
yangbesar." (QS.
al-Qashash: 79)
Sedangkan orang-orang yang
berakal sehat—biarpun jumlah
mereka sedikit—mereka
memandang bahwa kekayaan Qarun
yang begitu luar biasa tidak berarti sedikit pun di sisi
Allah SWT. Allah SWT tidak
memandang kekayaan yang banyak jika jiwa manusia
menjadi gelap karenanya. Di
tengah-tengah keadaan yang demikian sulit, Nabi Musa
menghadapi Qarun yang
menentangnya. Musa sebagai seorang Nabi mesti menunjukkan
sikap yang baik dan kesucian yang
agung. Tampaknya Qarun sepakat dengan Fir'aun
untuk berusaha menjatuhkan Musa
di depan pengikutnya dengan tuduhan yang
berlawanan dengan kesuciannya.
Akhirnya, pada suatu hari Nabi
Musa dikagetkan dengan suatu tuduhan di mana ada
seorang wanita yang menuduhnya
berbuat tidak senonoh kepadanya dan mengatakan
bahwa Musa pernah tidur
bersamanya kemarin. Kami kira Nabi Musa sangat kaget
dengan tuduhan ini dan beliau
tidak mengetahui apa yang dikatakannya atau bagaimana
beliau membela dirinya menghadapi
tuduhan seperti itu. Kemungkinan besar beliau salat
dan menghadap Allah SWT. Kemudian
beliau menemui wanita itu dan bertanya,
mengapa ia menuduhkan padanya
sesuatu yang tidak benar. Tiba-tiba wanita itu
menangis dan meminta ampun kepada
Musa. Ia memberitahu Musa bahwa Qarun
memberinya uang sebagai imbalan
atas fitnah yang ditebarkannya terhadap Musa.
Mendengar itu, Musa mendoakan
buruk buat Qarun. Kemudian Allah SWT berkehendak
untuk mendatangkan mukjizat di
saat yang tepat yang menjelaskan kepada manusia
bahwa Dia Maha kuasa, Maha kuat,
dan Maha Perkasa, dan bahwa harta hanya sebagian
ujian dan fitnah, bukan sebagai
suatu keutamaan yang dengannya manusia dapat dinilai.
Mukjizat yang Allah SWT turunkan
adalah membinasakan Qarun dan menenggelamkan
rumahnya dan hartanya. Qarun
keluar untuk menemui kaumnya dengan menampakkan
pesona dunianya. Lalu bumi
terbelah di bawah kakinya dan Qarun pun tersungkur di
bumi. Kami tidak mengetahui
apakah itu gempa yang pertama kali terjadi atau itu adalah
gempa yang Allah SWT perintahkan
kepada bumi untuk terjadi. Yang kita ketahui adalah
bahwa bumi terbelah dan ia
menelan Qarun. Bumi menenggelamkan istana-istana Qarun,
hewan-hewan ternaknya, emasnya,
peraknya dan semua kekayaannya serta orang
dekatnya.
Sebagian dongeng mengatakan bahwa
itu terjadi di Fuyum, dan danau Qarun adalah yang
dikenal orang-orang Mesir dengan
nama ini. Ia adalah tempat yang dihuni oleh Qarun
dan menjadi tempat istananya dan
tempat menyimpan hartanya. Alhasil, Al-Qur'an al-
Karim tidak menentukan tempat
datangnya azab ini dan tidak juga menyebut kapan itu
terjadi. Al-Qur'an hanya
menceritakan apa yang terjadi. Tentu penentuan tempat dan
waktu bukan sesuatu yang penting
tetapi yang penting adalah pelajaran yang terjadi itu.
Allah SWT berfirman dalam surah
al-Qhashash:
"Sesungguhnya
Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap
mereka, dan Kami
telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang
kunci-kuncinya
sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah)
ketika kaumnya
berkata kepadanya: 'Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya
Allah tidak
menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.' Dan carilah pada
apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kabahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu
melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang
berbuat kerusakan. Qarun berkata: 'Sesungguhnya aku hanya diberi
harta itu,
karena ilmu yang ada padaku.' Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasannya
Allah sungguh
telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya,
dan lebih banyak
mengumpulkan harta? Dan tidakkah perlu ditanya kepada orang-orang
yang berdosa
itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya
dalam
kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia:
'Moga-moga
kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun;
sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. Berkatalah orangorang
yang dianugerahi
ilmu: 'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah
lebih baik bagi
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh
pahala itu,
kecuali orang-orang yang sabar.' Maka Kami benamkanlah Qarun beserta
rumahnya ke
dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang
menolongnya
terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat)
membela
(dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan
Qarun itu,
berkata: "Aduhai benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia
kehendaki dari
hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak
melimpahkan
karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula).
Aduhai benarlah,
tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah).' Negeri
akhirat itu.
Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan
berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orangorang
yang bertakwa. " (QS.
al-Qashash: 76-83)
Orang-orang dahulu banyak
membicarakan ilmu ini yang Qarun mengklaim bahwa ia
diberi ilmu itu. Sebagian mereka
mengatakan bahwa itu adalah ilmu kimia yang
dengannya Qarun mampu mengubah
tembaga menjadi emas. Sebagain lagi mereka
mengatakan bahwa Qarun mengetahui
ismullah al-A'zham (nama Allah yang agung) lalu
ia menggunakannya untuk mengubah
bahan-bahan itu menjadi emas. Tetapi orang-orang
yang berakal dari kalangan
orang-orang dahulu membantah hal itu. Menurut mereka,
Qarun tidak mengetahui ismullah
al-A'zham. Qarun adalah seorang munafik. Mereka juga
tidak percaya bahwa Qarun dapat
membuat racikan kimia.
Kami kira, ini semua adalah
dongengan semata yang tidak layak untuk menjelaskan
sebab-sebab kekayaannya. Menurut
hemat kami, Qarun adalah seorang yang lalim di
mana ia melakukan pekerjaan yang
tidak sehat. Dan boleh jadi ia memanfaatkan
persahabatan dengan Fir'aun untuk
mendapatkan fasilitas-fasilitas dari Fir'aun. Dan
karena persahabatan itu, ia
berani menentang Musa. Qarun melakukan kejahatan di sanasini
dan karenanya ia mengatakan bahwa
harta yang diperolehnya adalah hasil dari kerja
kerasnya dan ilmunya. Qarun telah
membuat kebohongan dan kelaliman dan ia
mendapatkan kekayaan dengan
cara-cara yang tidak sehat.
Penyimpangan dari keimanan kepada
Allah SWT meskipun seujung rambut pada
akhirnya menyeret manusia kepada
sikap kesombongan. Manusia itu akan menentang
kebenaran dan ia tidak mampu lagi
mengikuti kebenaran sehingga pada gilirannya
sesuatu yang bohong pun akan
menjadi laksana sesuatu yang realis-tis dan tidak perlu
lagi dipersoalkan. Belum lama
Qarun menda-patkan siksa sehingga orang-orang mukmin
yang mengikuti Nabi Musa
merasakan kelapangan yang sebelumnya mereka merasa
tertindas. Orang-orang Mesir dan
anak-anak Israil menyaksikan mukjizat ini.
Akhirnya, pertentangan antara
Fir'aun dan Nabi Musa mencapai puncaknya. Fir'aun
meyakini bahwa Musa sangat
mengancam kekuasaannya. Musa—sebagaimana
nabi-nabi
yang lain—membawa ajarannya dengan penuh
kelembutan tetapi ketika ia berhadapan
dengan puncak kejahatan dan
sumber-sumber yang lalim maka ia tidak segan-segan
untuk menghancurkannya. Nabi Musa
menantang sumber kejahatan di zamannya, yaitu
Fira'un. Kemudian Fir'aun
melontarkan ide untuk membunuh Musa. Fir'aun mengira
bahwa membunuh Musa adalah cara
satu-satunya untuk menyelesaikan masalahnya:
"Dan
berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): 'Biarkanlah aku membunuh
Musa dan
hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir
dia akan menukar
agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi.'" (QS. al-
Mu'min: 26)
Kita perhatikan bahwa Fir'aun
berusaha untuk mencegah orang-orang yang menuju
kebenaran; Fir'aun berusaha
memberhentikan tugas para nabi; ia berusaha menyesatkan
manusia dengan mengatakan bahwa
justru Musa yang ingin menyesatkan mereka; ia
mengusulkan kepada para menterinya
dan para pembesarnya untuk membiarkannya
membunuh Musa. Tentu ia tidak
membunuh Musa dengan tangannya sendiri tetapi ia
hanya sekadar melontarkan pikiran
untuk membunuhnya di depan mereka dan yang
melaksanakan hal tersebut adalah
para pejabat istana. Kami kira Haman sangat berperan
dalam pelaksanaan ide ini.
Kemudian terbentuklah kelompok orang-orang munafik yang
mendukung ide Fir'aun ini.
Ide tersebut hampir segera
dibenarkan kalau tidak ada seorang dari keluarga Fir'aun. Ia
adalah seorang lelaki dari
kalangan pejabat negara yang terpandang. Al-Qur'an tidak
menyebutkan namanya karena
namanya tidak begitu penting dan begitu juga ia tidak
menyebutkan sifatnya karena
sifatnya tidak begitu penting. Al-Qur'an hanya
menceritakan keadaan lelaki ini
yang menyembunyikan keimanannya. Ia berbicara di
tengah-tengah perkumpulan yang di
situ disampaikan ide untuk membunuh Musa.
Kemudian ia menghentikan ide gila
itu dan berusaha meruntuhkan ide itu. Ia berkata
bahwa Musa hanya mengatakan bahwa
Allah SWT adalah Tuhannya, lalu untuk
mendukung pernyataannya itu ia
membekali dirinya dengan bukti-bukti yang jelas yang
menunjukkan bahwa ia benar-benar
seorang rasul. Kemudian ada dua kemungkinan dan
tidak ada kemungkinan ketiga:
pertama bahwa Musa adalah seorang pembohong, kedua
ia seorang yang benar. Jika ia
seorang pembohong maka kebohongannya itu akan
kembali kepada dirinya sendiri
dan ia tidak melakukan sesuatu yang karenanya ia harus
dibunuh. Namun jika ia benar lalu
kita membunuhnya maka gerangan apa yang akan
menjamin kita dari keselamatan
terhadap azab yang dijanjikannya? Seorang mukmin
yang menyembunyikan keimanannya
itu berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya hari
ini kita berada di tempat-tempat
kekuatan sebagaimana yang dialami oleh Qarun di mana
ia memiliki kekayaan dan kekuatan
kemudian terjadilah apa yang terjadi padanya.
Siapakah yang akan menyelamatkan
kita dari azab Allah SWT ketika datang? Siapakah
yang dapat menolong kita dari
siksaan-Nya jika menimpa kita? Tindakan melampaui
batas kita dan usaha kita untuk
membohongkan kebenaran telah membuat kita rugi."
Perkataan lelaki mukmin itu
memuaskan para hadirin. Orang lelaki itu adalah seseorang
yang tidak begitu menampakkan
loyalitasnya kepada Fir'aun. Ia bukan dari kalangan
pengikut Musa. Tampaknya ia
berbicara dengan motifasi untuk mempertahankan
kekuasaan Fir'aun, dan menurutnya
tidak ada sesuatu yang dapat menjatuhkan kekuasaan
Fir'aun seperti kebohongan dan
tindakan yang melampaui batas dan membunuh jiwa-jiwa
yang tidak berdosa.
Dari sinilah kata-kata lelaki
mukmin itu memancarkan kekuatannya yang cukup
mempengaruhi Fir'aun, para
menterinya, dan anak buahnya. Meskipun ide Fir'aun untuk
membunuh Musa digagalkan oleh
lelaki mukmin itu, namun Fir'aun mengatakan katakata
bersejarahnya yang kemudian
menjadi contoh dari sikap orangorang yang lalim:
"Fir'aun
berkata: Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang
baik; dan aku
tiada menunjukkan kepadamu selainjalan yang benar.'" (QS.
al-Mu'min:
29)
Demikianlah pernyataan para
penguasa yang lalim ketika mereka menghadapi
masyarakat mereka. Aku tidak
melihat pendapatku kecuali sesuai dengan apa yang aku
pertimbangkan. Ini adalah
pendapat kami yang khusus. Ia merupakan pendapat yang
membimbing kalian menuju jalan
petunjuk, sedangkan pendapat lainnya salah. Oleh
karena itu, kita harus tetap
melawannya dan membinasakannya. Allah SWT menceritakan
sikap demikian ini dalam surah
Ghafir:
"Dan
seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang
menyembunyikan
imannya berkata: 'Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki
karena dia
menyatakan: 'Tuhanku ialah Allah,' padahal dia telah datang kepadamu
dengan membawa
keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta
maka dialah yang
menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar
niscaya sebagian
(bencana) yang diancamhannya kepadamu akan menimpamu.'
Sesungguhnya
Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.
(Musa berkata):
'Hai kaumku, untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di
muka bumi.
Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa
kita!' Fir'aun
berkata: 'Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa saja yang
aku pandang
baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS.
al-Mu'min 28-29)
Perdebatan tersebut tidak
berhenti pada batas ini. Fir'aun mengutarakan kata-katanya
tetapi seorang mukmin itu tetap
tidak puas dengannya, kemudian lelaki mukmin itu
kembali berbicara:
"Dan orang
yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kamu
akan ditimpa
(bencana) seperti kehancuran golongan yang bersekutu. (Yakni) seperti
keadaan kaum
Nuh, Ad Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan
Allah tidak akan
menghendaki berbuat kelaliman terhadap hamba-hamba-Nya. Hai
kaumku,
sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan siksaan hari panggil-memanggil,
(yaitu) hari
(ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu seorang pun
yang
menyelamatkan dirimu dari (azab) Allah, dan siapa yang disesatkan Allah,
niscaya
tidak ada
baginya seorang pun yang akan mernberi petunjuk. Dan sesungguhnya telah
datang Yusuf
kepadamu dengan membawa heterangan-keterangan, tetapi kamu
senantiasa dalam
keraguan ten-tang apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia
meninggal, kamu
berkata: 'Allah tidak akan mengirimkan seorang (rasul pun)
sesudahnya.
Demikianlah Allah menyesathan orang-orang yang melampaui batas dan
ragu-ragu.
(Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan
yang sampai
kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di
sisi orang-orang
yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang
sombong dan
sewenang-wenang."
(QS. al-Mu'min: 30-35)
Kita perhatikan dalam pembicaraan
tersebut terdapat perbedaan dengan pembicaraan
sebelumnya. Lelaki mukmin itu
berusaha menguraikan pada pembicaraan akhirnya
tentang bukti-bukti sejarah. Ia
menyampaikan kepada Firaun dan kaumnya argumentasiargumentasi
yang cukup untuk menunjukkan
kebenaran Musa. Ia memperingatkan
mereka agar jangan sampai mengganggu
Musa. Sebelum masa mereka, terdapat umatumat
yang menentang rasul-rasul yang
dikirim oleh Allah SWT, lalu Allah SWT
menghancurkan mereka. Mereka
adalah kaum Nuh, kaum 'Ad, dan kaum Tsamud. Zaman
mereka tidak terlalu jauh dengan
zaman sekarang.
Sejarah Mesir menunjukkan bukti
kebenaran ucapannya di mana Nabi Yusuf datang
dengan membawa bukti yang jelas
kemudian terdapat orang-orang yang merugikan
dakwahnya lalu mereka beriman
padanya setelah keselamatan hampir saja tercabut dari
mereka. Lalu apa keanehan di
balik pengutusan para rasul dari Allah SWT? Sejarah masa
lalu harus menjadi bahan
renungan. Bukankah kelompok minoritas orang-orang mukmin
memperoleh kemenangan ketika
mereka benar-benar beriman atas kelompok mayoritas
yang kafir? Bukankah Allah SWT
telah menghancurkan orang- orang kafir? Allah SWT
menenggelamkan mereka dengan
topan dan Allah SWT menghancurkan mereka dengan
kilat atau Allah SWT
menenggelamkan mereka dalam bumi. Apa yang kita tunggu
sekarang dan dari mana kita tahu
bahwa usaha kita membela Fir'aun mati-matian akan
membawa keuntungan bagi kita
semua?
Pembicaraan lelaki mukmin yang
intelektual itu mengandung beberapa peringatan yang
mengerikan. Tampaknya ia berhasil
memuaskan para hadirin bahwa ide membunuh Musa
adalah ide yang tidak aman. Atau
dengan kata lain, itu adalah ide yang yang tidak
menjamin keselamatan mereka. Oleh
karena itu, ide tersebut hendaklah ditinggalkan.
Setelah itu, lelaki mukmin itu
berusaha untuk menunjukkan kepada mereka kebenaran
yang dibawa oleh Musa. Ia yang semula
menggunakan bahasa isyarat, kini berusaha
untuk menggunakan bahasa yang
terang dan gamblang. Ia telah berani menampakkan
kebenaran:
"Orang yang
beriman itu berkata: 'Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan
kepadamu jalan
yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
kesenangan
(sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.
Barangsiapa
mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan
sebanding dengan
kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik
laki-laki maupun
perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan
masuk surga,
mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.'" (QS. al-Mu'min:
38-40)
Akhirnya, keimanan lelaki mukmin
itu pun tersingkap. Ia diketahui sebagai seorang
mukmin yang tidak lagi
menyembunyikan keimanannya. Pada akhir pembicaraannya, ia
menegaskan:
"Hai
kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu
menyeru aku ke
neraka? (Mengapa) kamu menyeruku kafir kepada Allah dan
mempersekutukan-Nya
dengan apa yang tidak aku ketahui padahal aku menyeru kamu
(beriman) kepada
Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun? Sudah pasti bahwa apa
yang kamu seru
supaya aku (beriman) kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan
apa pun baik di
dunia maupun di akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah
dan sesungguhnya
orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka.
Kelak kamu akan
mengingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku
menyerahkan
urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hambahamba-
Nya." (QS.
al-Mu'min: 41-44)
Lelaki mukmin itu mengakhiri
pembicaraan dengan kata-kata yang berani ini. Kami kira,
Allah SWT telah mengirim lelaki
mukmin ini dari kalangan Fir'aun agar Fir'aun
melupakan Musa. Konteks Al-Qur'an
menyingkap bahwa lelaki ini merupakan salah
seorang intelektual Mesir yang
mengetahui sejarah dan mampu menganalis serta
memiliki kemampuan untuk
menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain
sehingga ia mengetahui sebab-sebab
dan akhir dari suatu peristiwa.
Orang yang beriman itu mampu
menggiring akal mereka menuju kebenaran. Fir'aun
tersibukkan dengan lelaki mukmin
ini hingga beberapa saat ia lupa untuk memikirkan
Musa. Lelaki mukmin itu berasal
dari keluarga Fir'aun. Ia adalah kerabat dekatnya dan
salah seorang pejabat negaranya.
Keimananannya terhadap kebenaran menjadikan istana
Fir'aun terbagi menjadi dua kubu:
kubu pro Musa dan kubu anti Musa. Ini berarti
kemenangan yang besar bagi Musa.
Karena itu, membunuh lelaki mukmin itu akan
mengganggu atau menggoyangkan
keberadaan cendikiawan Mesir di mana ia adalah
salah seorang dari mereka.
Demikianlah, Fir'aun menghadapi
problem yang rasa-rasanya sulit atau mustahil untuk
terpecahkan. Membunuh lelaki
mukmin itu tidak akan memberikan dampak yang baik,
begitu juga membiarkannya hidup
juga tidak rnemberikan dampak yang baik. Akhirnya,
mereka membikin suatu konspirasi
untuk menyingkirkannya. Kemudian di sinilah
bimbingan Allah SWT diturunkan:
"Maka Allah
memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta
kaumnya dikepung
oleh azab yang amat buruk." (QS. al-Mu'min: 45)
Untuk beberapa saat, Fir'aun
disibukkan dengan problem baru ini, tetapi Fir'aun adalah
Fir'aun. Ia tetap memakai busana
kesombongannya; ia tetap menyiksa Bani Israil,
menghina mereka dan menodai
kehormatan wanita-wanita serta membunuh anak-anak.
Akhirnya, tibalah waktunya bagi
Allah SWT untuk bersikap keras kepada keluarga
Fir'aun. Allah SWT menurunkan
bencana kepada mereka dan menakut-nakuti mereka
dengan azab sehingga mereka
mengurungkan niat untuk menghancurkan Musa dan lakilaki
mukmin itu, dan sebagai
pembuktian atas kebenaran kenabian Musa. Allah SWT
menurunkan tahun-tahun yang
kering dan tandus kepada orang-orang Mesir di mana
bumi tampak kering kerontang dan
sungai Nil pun mengering hingga buah-buahan jarang
sekali ditemukan dan harga
semakin mencekik leher. Akibatnya, kelaparan melanda di
sana-sini. Dalam keadaan
demikian, orang-orang Mesir menganggap bahwa kehidupan
mereka terancam. Adalah hal yang
maklum bahwa siksa yang seperti ini akan selalu
menimpa manusia ketika mereka
berpaling dari keimanan dan takwa.
Allah SWT berfirman:
"Jikalau
sekitarnya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami)
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. al-A'raf:
96)
Hukum yang lama diberlakukan atas
penduduk Mesir karena dua sebab: pertama, sikap
dingin mereka terhadap pembunuhan
yang dilakukan Fir'aun kepada para tukang sihir,
kedua, sikap dingin mereka
terhadap kelaliman penguasa mereka. Aneh sekali ketika
kaum Fir'aun mengembalikan masa
paceklik ini dan musibah kelaparan ini pada suatu
sebab yang sangat mengherankan.
Mereka mengatakan bahwa apa yang menimpa mereka
karena kesialan yang dibawa oleh
Musa. Kelaparan yang melanda mereka, kefakiran, dan
kekurangan buah-buahan yang
mereka rasakan saat ini adalah disebabkan oleh adanya
Musa di tengah-tengah mereka.
Kemudian kefakiran mereka semakin
meningkat dan mereka semakin menjauh dari
kebenaran. Mereka meyakini bahwa
sihir Musa adalah yang bertanggung jawab terhadap
apa yang menimpa mereka pada
musim paceklik ini. Mereka mengira dengan kebo dohan
mereka bahwa kekeringan yang
melanda negeri mereka adalah sebagai alat atau kekuatan
yang digunakan oleh Musa untuk
menyihir mereka. Namun perlu diperhatikan bahwa
pemikiran demikian tidak mewakili
pemikiran umumnya masyarakat saat itu, tetapi
pemikiran ini datang dan
dihembuskan oleh kelompok-kelompok yang berkuasa.
Akhirnya, Allah SWT menurunkan
azab yang lebih keras kepada mereka. Allah SWT
berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan
(mendatangkan)
musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya
mereka mengambil
pelajaran. Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran,
mereka berkata:
'Ini adalah karena (usaha) kami.' Dan jika mereka ditimpa kesusahan,
mereka lemparkan
sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya.
Ketahuilah,
sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi
kebanyakan
nereka tidak mengetahuinya. Mereka berkata: 'Bagaimanapun kamu
mendatangkan
keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu
maka, kami
sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.' Maka Kami kirimkan kepada
mereka taufan,
belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka
tetap
menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. (QS. al-A'raf:
130-
133)
Allah SWT mengirimkan berbagai
macam azab dengan harapan agar mereka kembali
kepada Allah SWT dan melepaskan
Bani Israil serta membiarkan mereka pergi bersama
Musa. Allah SWT mengirim topan
kepada mereka. Setelah masa paceklik, datanglah
tahun yang penuh dengan air
sehingga bumi pun tenggelam dengan air sehingga mereka
tidak dapat bercocok tanam.
Setelah mereka disiksa dengan sedikitnya air maka kali ini
mereka mendapatkan limpahan air
yang luar biasa. Mereka segera datang kepada Nabi
Musa sambil berkata:
"Dan ketika
mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) mereka pun berkata: 'Hai
Musa,
mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan (perantaraan) kenabian yang
diketahui Allah
ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu
dari kami, pasti
kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi
bersamamu.'"
(QS.
al-A'raf: 134)
Kemudian Nabi Musa berdoa kepada
Tuhannya sehingga azab disingkirkan dari mereka.
Air yang memancar dengan dahsyat
itu berhenti dan bumi kembali mengambil air yang
cukup sehingga layak untuk dibuat
bercocok tanam. Nabi Musa meminta kepada mereka
untuk mewujudkan janji mereka,
yaitu melepaskan tawanan Bani Israil. Tapi mereka
tidak memenuhinya. Kemudian
datanglah tanda kebesaran yang lain yaitu dalam bentuk
turunnya belalang. Allah SWT
mengirim sekawanan belalang yang memenuhi tanaman
dan buah-buahan. Ketika
belalang-belalang itu terbang maka tanaman-tanaman mereka
dan buah-buahan mereka
tersembunyi dari pandangan karena saking banyaknya belalangbelalang
itu. Belalang itu memakan makanan
orang-orang Mesir.
Melihat keadaan demikian, mereka
pun pergi ke Musa dan meminta kepadanya agar
berdoa kepada Tuhannya agar
menyingkirkan siksaan ini dari mereka dan mereka
berjanji untuk melepaskan padanya
Bani Israil. Nabi Musa pun lagi-lagi berdoa kepada
Tuhannya sehingga Allah SWT
menyingkirkan azab itu dari mereka. Dan belalangbelalang
itu kembali ke tempat asalnya.
Mereka dapat menanami kembali bumi dengan
baik. Lalu Nabi Musa meminta
kepada mereka untuk melepaskan Bani Israil namun
mereka menunda-nundannya sehingga
Nabi Musa mengetahui bahwa sebenarnya mereka
tidak serius untuk memenuhi janji
mereka.
Kemudian datanglah siksaan Allah
SWT yang lain, yaitu dikirim-Nya berbagai macam
hama. Tersebarlah hama yang
membawa penyakit. Lagi-lagi mereka datang kepada Nabi
Musa dan mengulangi janji mereka
dan Nabi Musa pun berdoa kepada Allah SWT. Kali
ini mereka pun tetap mengingkari
janji mereka. Lalu datanglah siksaan Allah SWT yang
lain dalam bentuk dikirim-Nya
katak di mana bumi dipenuhi dengan katak. Katak itu
melompat-lompat ke sana-sini dan
memenuhi makanan orang-orang Mesir serta berada di
rumah mereka sehingga mereka
sangat terganggu dengan kehadiran katak-katak liar itu.
Lagi-lagi mereka menemui Nabi
Musa dan kembali mengulangi janji mereka dan
meminta padanya agar ia berdoa
kepada Tuhannya agar Allah SWT menyingkirkan azab
dari mereka. Tetapi mereka pun
tetap mengingkari janji mereka.
Selanjutnya, Allah SWT menurunkan
azab yang lain yaitu darah di mana sungai Nil
berubah menjadi darah sehingga
tidak seorang pun dapat meminumnya. Kita ketahui
bahwa mukjizat-mukjizat pertama
berupa sesuatu yang biasa terjadi pada tanaman.
Berkurangnya air Nil atau
bertambahnya air tersebut atau serangan belalang atau hama
dan katak, semua ini adalah bukan
hal baru bagi orang-orang Mesir. Yang baru adalah
kejadian ini terjadi dengan
sangat tiba-tiba dan sangat mencekam. Sedangkan mukjizat
atau azab yang lain adalah azab
yang tidak biasa terjadi di daerah Mesir, yaitu azab yang
belum pernah terjadi sebelumnya
di mana air sungai Nil berubah menjadi darah.
Perubahan sungai itu menjadi
darah hanya terjadi di kalangan orang-orang Mesir
sedangkan Musa dan kaumnya dapat
meminum airnya seperti biasanya. Namun ketika
seorang Mesir memenuhi tempat
gelasnya dengan air maka ia akan mendapati bahwa
gelasnya penuh dengan darah.
Melihat peristiwa tersebut, orang-orang Mesir terguncang
sebagaimana istana Fir'aun juga
terguncang melihat siksa yang mengerikan dan baru ini.
Lagi-lagi mereka menuju ke Nabi
Musa dan meminta kepadanya agar berdoa kepada
Tuhannya dan mereka berjanji pada
kali ini untuk membebaskan orang-orang Bani Israil.
Nabi Musa pun berdoa kepada
Tuhannya sehingga azab itu disingkirkan dari orang-orang
Mesir. Meski demikian. istana
Fir'aun tidak mengizinkan Musa untuk menemui kaumnya
dan pergi bersama mereka. Lalu
bagaimana sikap Fir'aun sendiri? Fir'aun tetap
menunjukkan pembangkangannya dan
kesombongannya. Fir'aun mengumumkan di
tengah-tengah kaumnya bahwa dia
tuhan. Bukankah—kata Fir'aun—dia memiliki
kerajaan Mesir dan sungai-sungai
ini mengalir di bawah kekuasaannya? Fir'aun
memberitahu bahwa Musa adalah
tukang sihir yang bohong dan ia hanya seorang fakir
yang tidak mampu menggunakan satu
kalung emas dan satu gelang emas.
Allah SWT berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat-mukjizat
Kami kepada
Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata:
'Sesungguhnya
aku adalah dari utusan Tuhan seru sekalian alam. Maka tatkala dia
datang kepada
mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta
mereka
menertawakannya. Dan tidakkah Kami perlihatkan kepada mereka sesuatu
mukjizat kecuali
mukjizat itu lebih besar dari mukjizat-mukjizat sebelumnya. Dan Kami
timpakan kepada
mereka azab supaya mereka kembali (kejalan yang benar). Dan mereka
berkata: 'Hai
ahli sihir berdoalah kepada Tuhanmu untuk (melepaskan) kami sesuai
dengan apa yang
telah dijanjikan-Nya kepadamu; sesungguhnya hami (jika doamu
dikabulkan)
benar-benar akan nienjadi orang yang mendapat petunjuk. Maka tatkala
Kami
menghilangkan azdb itu dari mereka, dengan serta merta mereka memungkiri
(janjinya). Dan
Fir'aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: 'Hai kaumku,
bukankah
herajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di
bawahku; maka
apakah kamu tidak melihat(nya)?' Bukankah aku lebih baik dari orang
yang hina ini
dan yang hampir tidak dapat dijelaskan (perkataannya)? Mengapa tidak
dipakaikan
kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk
mengiringkannya.'
Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya itu)
lalu mereka
patuh kepadanya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik." (QS. az-
Zukhruf: 46-54)
Perhatikanlah ungkapkan
Al-Qur'an: Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan
(perkataannya
itu) lalu mereka patuh kepadanya. Fir'aun memenjara akal mereka,
membelenggu kebebasan mereka, dan
menutup masa depan mereka yang cerah. Fir'aun
menodai kemanusiaan mereka
sehingga mereka menaatinya. Bukankah ketaatan ini aneh?
Namun keanehan ini hilang ketika
kita mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang
yang fasik. Kefasikan menja-dikan
seseorang tidak peduli dengan masa depannya dan
kepentingannya serta urusannya.
Pada akhirnya, ia akan mendapati kehancuran.
Demikianlah yang terjadi pada
kaum Fir'aun.
Allah SWT berfirman:
"Maka
tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereha lalu Kami
tenggelamkan
mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran
dan contoh bagi
orang-orang yang kemudian." (QS. az-Zukhruf: 55-56)
Tampak jelas bahwa Fir'aun tidak
beriman kepada Musa. Fir'aun tidak menghentikan
usaha untuk menyiksa Bani Israil
dan ia tetap merendahkan kaumnya. Maka melihat
kenyataan yang demikian, Musa dan
Harun berdoa buruk untuk Fir'aun:
"Musa
berkata: 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun
dan
pemuka-pemuka kaumnya dengan perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan
dunia, ya Tuhan
kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) darijalan Engkau. Ya
Tuhan kami,
binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka
mereka tidak
beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.' Allah berfirman:
'Sesungguhnya
telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu
berdua padajalan
yang lurus dan janganlah sekali-kali mengikuti jalan orang-orang
yang tidak
mengetahui.'" (QS.
Yunus: 88-89)
Kemudian datanglah izin kepada
Nabi Musa untuk meninggalkan Mesir dengan disertai
oleh kaumnya yang mengikutinya.
Sikap kaum Nabi Musa sangat aneh. Tidak semua
kaumnya beriman kepadanya. Allah
SWT berfirman:
"Maka tidak
ada yang beriman kepada Musa, melaikan pemuda-pemuda dari kaumnya
(Musa) dalam
keadaan takut bahwa Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya akan
menyiksa mereka.
Sesungguhnya Fir'aun itu sewenang-wenang di muka bumi. Dan
sesungguhnya dia
termasuk orang-orangyang melampaui batas." (QS. Yunus: 83)
Selesailah urusan. Allah SWT
telah menetapkan untuk membuat suatu keputusan hukum
terhadap Fir'aun. Allah SWT
memerintahkan kepada Musa untuk keluar dan mengizinkan
Bani Israil untuk pergi. Mereka
bersiap-bersiap untuk keluar dan pergi bersama Musa.
Mereka membawa
perhiasan-perhiasan mereka lalu datanglah malam kepada mereka.
Nabi Musa berjalan bersama mereka
dan menyeberangi Laut Merah dan menuju ke
negeri Syam. Sementara itu,
utusan Fir'aun dan intelejennya bergerak. Sampailah berita
kepada Fir'aun bahwa Musa telah
pergi beserta kaumnya. Fir'aun mengeluarkan
perintahnya di segenap penjuru
kota agar pasukan yang besar berkumpul. Fir'aun
menyampaikan alasan yang aneh di
balik pengumpulan tentara itu sebagaimana
disampaikan oleh Al-Qur'an:
"Dan
sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita. " (QS.
asy-Syu'ara': 55)
Fir'aun telah naik pitam melihat
aksi Musa. "Secara pribadi aku telah marah padanya.
Jumlah mereka sedikit namun
kemarahan kita terhadap mereka sungguh banyak. Kalau
demikian, ini adalah
peperangan." Fir'aun benar-benar seorang penjahat kelas kakap. Ia
tidak berusaha menyembunyikan
niatnya di balik kata-kata besarnya. Misalnya, secara
diplomatis ia dapat mengatakan
bahwa keamanan kerajaan terancam atau sistem ekonomi
akan hancur jika para pekerja ini
yang digaji dengan sangat murah ini akan keluar.
Fir'aun tidak mengatakan semua
itu tetapi ia hanya menyatakan bahwa ia sedang emosi.
Nabi Musa membuatnya naik pitam
dan ini sudah cukup untuk mengeluarkan perintah
agar para tentara dikumpulkan.
Manusia membenarkan tindakan Fir'aun untuk seribu
kalinya setelah membohongkannya.
Tiada seorang pun yang menentangnya dan tidak ada
seorang pun yang mempersoalkan
sebab sepele di balik pengumpulan tentara itu.
Akhirnya, bergeraklah tentara
Fir'aun dengan membawa persenjataan yang lengkap dan
mereka berusaha mengejar Nabi
Musa. Fir'aun duduk di atas kendaraan perangnya dan
mengawasi tentara di sekitamya
sambil tersenyum. Barangkali ia membayangkan, jika
sejak semula ia melakukan itu
maka gerak-gerik Musa akan dapat dipatahkannya dan ia
dapat membunuhnya. Alhasil, ia
sekarang berada di jalan untuk menangkap Musa dan
membunuhnya dan menyelesaikan
masalah seluruhnya.
Nabi Musa berdiri di depan Laut
Merah. Tampak dari kejauhan bahwa debu yang
ditebarkan oleh tentara Fir'aun
mulai mendekat. Lalu setelah itu tampak panji-panji
tentara. Melihat hal itu, kaum
Nabi Musa merasakan ketakutan. Mereka menghadapi
situasi sangat sulit dan
berbahaya: di depan mereka ada laut sementara di belakang
mereka ada musuh. Mereka tidak
memiliki kesempatan sedikit pun untuk berperang
dengan pasukan Fir'aun karena
mereka hanya terdiri dari wanita-wanita, anak-anak kecil,
dan orang-orang lelaki yang tidak
bersenjata. Fir'aun akan menyembelih mereka
semuanya.
Tiba-tiba terdengarlah teriakan
dari kaum Nabi Musa: "Fir'aun akan menyusul kita dan
menangkap kita." Nabi Musa
berusaha menenangkan mereka sambil berkata: "Tidak.
Sesungguhnya Tuhanku bersamaku
dan Dia pun akan membimbingiku." Kita tidak
mengetahui bagaimana perasaan
Nabi Musa saat itu atau apa yang dipikirkannya. Yang
jelas, ia tidak mendapat
kepercayaan seperti ini kecuali setelah Allah SWT mewahyukan
kepadanya agar ia memukulkan
tongkatnya ke lautan itu. Kemudian Nabi Musa pun
memukulkan tongkat yang dibawanya
kepada lautan itu.
Demikianlah bahwa kehendak Allah
SWT pasti terlaksana meskipun harus bertentangan
dengan logika manusia. Allah SWT
ingin menunjukkan mukjizat, kemudian Allah SWT
mewahyukan kepada Musa untuk
memukulkan tongkatnya kepada lautan. Pemukulan
tongkat terhadap lautan hanya
sekadar sebab yang kemudian diikuti dengan terbelahnya
lautan. Belum sampai Nabi Musa
mengangkat tongkatnya sehingga malaikat Jibril turun
ke bumi lalu Nabi Musa memukulkan
tongkatnya ke lautan. Tiba-tiba laut itu terbelah
menjadi dua bagian: satu bagian
menjadi kering kerontang di mana di sebelah kanannya
terdapat ombak dan di sebelah
kirinya juga terdapat ombak. Nabi Musa bersama
kaumnya berjalan sehingga mereka
dapat melewati lautan. Ini adalah mukjizat yang
sangat besar. Ombak bergelombang:
meninggi dan menurun sehingga tampak ada tangan
tersembunyi yang mencegahnya agar
jangan sampai menenggelamkan Nabi Musa atau
bahkan membasahinya sekalipun.
Demikianlah Nabi Musa dan kaumnya
berhasil melewati lautan. Sementara itu, Fir'aun
sampai ke lautan. Ia menyaksikan
mukjizat ini. Ia melihat lautan terdapat jalan
keringyang terbelah menjadi dua.
Fir'aun saat itu merasakan ketakutan tetapi lagi-lagi
keras kepalanya dan
pembangkangannya tetap menyalakan api peperangan sehingga ia
menyuruh pasukannya untuk maju.
Ketika Musa selesai menyeberangi lautan, ia menoleh
ke lautan dan ia ingin memukulkan
dengan tongkatnya sehingga kembali sebagaimana
mestinya, tetapi Allah SWT
mewahyukan kepadanya agar ia membiarkan lautan seperti
semula. Seandainya ia memukulkan
tong-katnya kepada lautan dan laut itu kembali
seperti semula niscaya Nabi Musa
akan selamat dan Fir'aun pun akan selamat, sedangkan
Allah SWT telah berkehendak untuk
menenggelamkan Fir'aun. Oleh karena itu, Musa
diperintahkan untuk membiarkan
lautan seperti semula. Allah SWT mewahyukan
kepadanya:
"Dan
biarlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan
ditenggelamkan."
(QS.
ad-Dukhan: 24)
Fir'aun bersama tentaranya sampai
di tengah lautan. Ia sudah melewati separuhnya dan ia
akan sampai ke tepi yang lain.
Kemudian Allah SWT memerintahkan kepada Jibril. Lalu
Jibril menggerakkan ombak
sehingga ombak itu menerpa Fir'aun dan
menenggelamkannya beserta
tentaranya. Fir'aun dan tentaranva tenggelam.
Pembangkangan telah tenggelam
sedangkan keimanan kepada Allah SWT telah selamat.
Ketika tenggelam, Fir'aun melihat
tempatnya di neraka. Kini. ia sadar dan tabir telah
terkuak di depannya. Fir'aun
telah menjemput sakaratul maut. Ia telah menyadari bahwa
Musa adalah seorang yang benar
dan ia telah menyia-nyiakan dirinya dengan
menentangnya dan berusaha
memeranginya. Fir'aun berusaha menunjukkan
keimanannya.
"Hingga
bila Fir'aun itu hampir tenggelam berkatalah dia: 'Saya percaya bahwa tidak
ada Tuhan
melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orangorang
yang berserah
diri (kepada Allah).'" (QS. Yunus: 90)
Taubat Fir'aun tidak berguna dan
tidak diterima; taubat yang justru disampaikan ketika ia
menyaksikan azab dan akan
memasuki pintu kematian. Jibril berkata kepadanya:
"Apakah
sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka
sejak dahulu,
dan hamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Yunus:
91)
Yakni, tidak ada taubat bagimu.
Sungguh telah selesai waktu taubat bagimu dan engkau
telah binasa. Selesailah urusan
ini dan tiadalah keselamatan bagimu. Yang selamat
hanyalah tubuhmu dan engkau akan
dilemparkan oleh ombak ke tepi sehingga tubuhmu
sebagai bukti kebesaran Allah SWT
bagi orang-orang yang hidup sesudahmu:
"Maka pada
hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi peringatan
bagi orang-orang
yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia
lengah dari
tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS. Yunus: 92)
Apa yang terjadi pada Fir'aun
merupakan sunatullah yang abadi yang terjadi sebagai
pelajaran bagi hamba-hamba Allah
SWT.
Allah SWT berfirman:
"Maka
tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata: 'Kami beriman hepada Allah
saja dan kami
kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami persekutukan dengan
Allah.'"
(QS. al-Mu'min:
84)
Allah SWT menceritakan sikap
Fir'aun bersama Musa dalam firman-Nya:
"Dan Kami
wahyukan (perintahkan) kepada Musa: 'Pergilah di malam hari dengan
membawa
hamba-hamba-Ku (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu sekalian akan
disusuli.
Kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tentaranya) ke
kota-kota.
(Fir'aun berkata): 'Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan
kecil kecil, dan
sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita,
dan sesungguhnya
kita benar-benar golongan yang selalu berjaga-jaga.' Maka Kami
keluarkan
Fir'aun dari kaumnya dari taman-taman dan mata air, dan (dari)
perbendaharaan
dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya dan Kami anugerahkan
semuanya (itu)
kepada Bani Israil. Maka Fir'aun dan bala tentaranya dapat menyusuli
mereka di waktu
matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling melihat,
berkatalah
pengikut-pengikut Musa: 'Sesungguhnya kita benar-benar akan disusul.'
Musa menjawab:
'Sekali-kali kita tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku,
kelak Dia akan
memberi petunjuk kepadaku.' Dan di sanalah Kami dekatkan golongan
yang lain. Dan
Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya.
Dan Kami tenggelamkan
golongan yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar
merupakan suatu tanda yang besar (mukji-zat) dan tetapi adalah
kebanyakan
mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah
Yang Maha
Perkasa lagi Maha Penyayang." (QS. asy-Syu'ara': 52-68)
Tersingkaplah kejahatan dan
kelaliman Fir'aun. Ombak lautan menggiring tubuhnya ke
tepi. Kami tidak mengetahui tepi
mana yang dimaksud, yang menggiring tubuh seseorang
yang mengaku dirinya sebagai
tuhan; seseorang yang tidak ada seorang pun yang berani
menentangnya. Diduga kuat bahwa
ombak menggiring jasadnya ke tepi barat lalu orangorang
Mesir melihatnya dan mengetahui
bahwa tuhan mereka yang mereka sembah, yang
mereka taati adalah sekadar
seseorang yang tidak mampu menjauhkan kematian dari
lehernya.
Setelah itu, orang-orang Mesir
mengetahui kebenaran secara sempurna. Al-Qur'an al-
Karim tidak menceritakan kepada
kita apa yang mereka perbuat setelah jatuhnya rezim
Fir'aun dan setelah tentaranya
tenggelam; Al-Qur'an tidak menceritakan kepada kita
bagaimana reaksi mereka setelah
Allah SWT menghancurkan apa yang diperbuat oleh
Fir'aun dan kaumnya dan apa yang
mereka bangun; Al-Qur'an tidak menyinggung semua
itu; Al-Qur'an justru memfokuskan
keadaan Musa dan Harun dan bagaimana peristiwa
yang dialami Bani Israil bersama
kedua nabi itu.
Fir'aun Mesir telah mati. Ia
tenggelam di hadapan mata orang-orang Mesir dan Bani
Israil. Meskipun ia telah mati,
tetapi pengaruhnya tetap membekas pada jiwa orang-orang
Mesir dan Bani Israil. Sungguh
sangat sulit untuk menghilangkan pengaruh kehinaan
yang sekian lama atau sekian
tahun tertanam dalam jiwa dan kemudian jiwa itu menjadi
mulia. Fir'aun telah menanamkan
pada jiwa Bani Israil sesuatu yang akan kita ketahui
dari ayat-ayat Al-Qur'an. Fir'aun
telah membiasakan mereka untuk mendapatkan
kehinaan. Fir'aun telah
menghancurkan jiwa mereka dari dalam. Fir'aun telah merusak
suasana rohani mereka yang
bersih. Fir'aun telah merusak fitrah mereka sehingga mereka
menyiksa Musa dan menyakiti Musa
dengan sikap penentangan dan kebodohan.
Mukjizat pembelahan lautan masih
segar di pikiran mereka. Pasir-pasir laut yang basah
masih membekas dan masih terdapat
dalam sandal-sandal Bani Israil ketika mereka lewat
di depan kaum yang menyembah
berhala. Seharusnya mereka menampakkan kemarahan
mereka atas kelaliman terhadap
akal, dan mereka memuji kepada Allah SWT karena
mereka mendapatkan petunjuk pada
jalan keimanan dan kebenaran. Tetapi mereka justru
menoleh kepada Musa dan meminta
kepadanya agar menjadikan tuhan lain bagi mereka
yang dapat mereka sembah seperti
orang-orang itu. Mereka merasa cemburu ketika
melihat orang-orang yang
menyembah berhala itu dan mereka pun menginginkan hal
yang sama. Mereka merasakan
kerinduan kepada hari-hari syirik yang lalu yang mereka
dapati di bawah naungan Fir'aun.
Nabi Musa mengetahui betapa bodohnya mereka.
Allah SWT berfirman:
"Dan Kami
seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai
pada suatu kaum
yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: 'Hai Musa,
buatlah untuk
kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa
tuhan
(berhala).' Musa menjawab: 'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak
mengetahui
(sifat-sifat Tuhan).' Sesungguhnya mereka itu akan dihancurhan
kepercayaan yang
dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan. Musa
menjawab:
'Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain daripada Allah,
padahal Dialah
yang telah melebihkan kamu atas segala umat. Dan (ingatlah hai Bani
Israil), ketika Kami
menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab
kamu dengan azab
yang sangat jahat, yaitu mereka merribunuh anak-anak lelakimu dan
mem-biarhan
hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar
dari Tuhanmu.
" (QS.
al-A'raf: 138-141)
Musa berjalan bersama kaumnya di
Saina', yaitu suatu gurun yang di dalamnya terdapat
pohon yang dapat melindungi dari
sengatan matahari dan di dalamnya terdapat makanan
dan air. Kemudian rahmat Allah
SWT turun kepada mereka di mana mereka
mendapatkan al-Manna dan Salwa
dan mereka dinaungi oleh awan. Al-Manna adalah
makanan yang rasanya mendekati
manis dan ia dihasilkan oleh sebagian pohon-pohon
yang berbuah di mana angin
membawa kepada mereka rasa demikian ini dari daun-daun
pohon. Allah SWT juga mengirim
kepada mereka as-Salwa, yaitu salah satu burung yang
bernama as-Saman.
Ketika mereka merasakan kehausan
yang sangat saat di Saina' tidak ada setetes air pun
maka Nabi Musa memukulkan dengan
tongkatnya kepada batu sehingga batu itu
memancarkan dua belas mata air.
Bani Israil terbagi menjadi dua belas cucu maka Allah
SWT mengirim air tersebut kepada
setiap kelompok. Meskipun mereka mendapatkan
kemuliaan dan kehormatan yang
sedemikian rupa, tetapi lagi-lagi jiwa mereka yang sakit
tidak dapat menyadarkan mereka
untuk mensyukuri nikmat-nikmat ini. Mereka justru
mendebat Nabi Musa dan mengatakan
bahwa mereka bosan dengan makanan ini dan
mereka ingin memiliki bawang
merah dan bawang putih serta kacang-kacangan. Semua
makanan ini adalah makanan tradisional
Mesir. Bani Israil meminta kepada Nabi mereka
untuk berdoa kepada Allah SWT dan
mengeluarkan dari bumi makanan-makanan ini.
Nabi Musa melihat bahwa mereka
menganiaya diri mereka sendiri, dan Nabi Musa
menyadari betapa mereka
merindukan kehinaan mereka saat mereka bersama Fir'aun.
Mereka berani menolak
makanan-makanan yang baik dan makanan-makanan yang mulia,
dan sebagai gantinya, mereka
malah menginginkan makanan-makanan yang rendah
mutunya. Allah SWT berfirman:
"Dan
ingatlah ketika kamu berkata: 'Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan
satu macam
makanan saja. Sebab itu, mohon-kanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar
Dia mengeluarkan
bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: 'Sayur-mayurnya,
ketimunnya,
bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.' Musa berkata:
'Maukah kamu
mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?
Pergilah kamu ke
suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.' Lalu
ditimpakanlah
kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan
dari Allah. Hal
itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan
membunuh para
nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikianlah itu (tetjadi) karena
mereka selalu
berbuat durhaka dan rrwlampaui batas. " (QS. al-Baqarah: 61)
Nabi Musa berjalan bersama
kaumnya menuju Baitul Maqdis. Nabi Musa memerintahkan
kaumnya untuk memasukinya dan
memerangi siapa pun yang ada di dalamnya serta
berusaha menguasai tempat itu.
Demikianlah telah datang ujian terakhir kepada mereka
setelah mereka menyaksikan
mukjizat dan ayat-ayat Allah SWT serta hal-hal yang luar
biasa. Telah datang saat ujian
kepada mereka untuk berperang—karena mereka
sebagai
orang-orang mukmin— melawan kaum penyembah berhala. Namun
kaum Nabi Musa
menolak untuk memasuki tanah
suci. Nabi Musa berusaha menyadarkan mereka dengan
menceritakan bagaimana nikmat
Allah SWT yang turun kepada mereka; bagaimana Allah
SWT menjadikan di tengah-tengah
mereka para nabi dan menjadikan mereka raja-raja
yang mewarisi kerajaan Fir'aun;
dan bagaimana mereka diberi suatu kekayaan dan
anugerah yang tidak dapat
didapatkan oleh seseorang pun di dalam dunia.
Kaum Nabi Musa takut kepada
peperangan dan beralasan bahwa di dalamnya terdapat
kaum yang perkasa dan mereka
tidak akan masuk ke tanah suci sehingga orang-orang
yang kuat itu keluar darinya.
Kitab-kitab kuno mengatakan bahwa mereka keluar dalam
jumlah enam ratus ribu. Nabi Musa
tidak dapat mendapatkan seseorang pun di antara
mereka yang siap melakukan
peperangan kecuali dua orang. Kedua orang ini berusaha
untuk menyadarkan kaum agar
mereka memasuki tanah suci itu dan berperang. Mereka
berdua berkata: "Sungguh
hanya sekadar kalian memasuki pintu darinya maka kalian
akan mendapatkan
kemenangan." Tetapi Bani Israil menampakkan ketakutan dan tubuh
mereka tampak gemetar.
Pada kali yang lain—sesuai dengan tabiat mereka—mereka merindukan menyembah
berhala ketika melihat ada kaum
yang menyembah berhala. Mereka telah rusak dan
mereka telah kalah dari dalam
diri mereka; mereka telah biasa mendapatkan kehinaan
sehingga mereka tidak mampu
berperang. Yang tersisa hanyalah, mereka mampu untuk
bersikap tidak sopan pada Nabi
Musa as dan kepada Tuhannya. Kaum Nabi Musa berkata
kepadanya dalam kalimat yang
terkenal:
"Pergilah
kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami
hanya duduk
menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)
Mereka mengucapkan kata-kata
tersebut dengan lantang dan jelas serta tanpa rasa malu.
Nabi Musa mengetahui bahwa
kaumnya sangat jauh dari kebaikan. Fir'aun telah mati
tetapi pengaruhnya tetap tertanam
dalam jiwa mereka di mana untuk mengobatinya
memerlukan waktu yang lama. Nabi
Musa kembali kepada Tuhannya dan memberitahu-
Nya bahwa ia tidak memiliki
sesuatu pun kecuali dirinya dan saudaranya. Nabi Musa
berdoa buruk kepada kaumnya agar
Allah SWT memisahkan antara dirinya dan mereka.
Allah SWT menurunkan
keputusan-Nya kepada generasi ini yang telah rusak fitrahnya.
Yaitu keputusan yang berupa:
mereka disesatkan selama empat puluh tahun sehingga
generasi ini mati atau mereka mencapai
usia senja dan kemudian akan lahir generasi yang
baru; generasi yang belum rusak
jiwanya dan mereka akan dapat berperang dan
memperoleh kemenangan.
Allah SWT berfirman:
"Dan
(ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku, ingatlah nikmat
Allak atasmu
ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu
orang-orang
merdeka, dan diberikannya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-
Nya kepada
seseorang pun di antara umat-umat yang lain.' Hai kaumku, masuklah ke
tanah suci (Palestina)
yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke
belakang (karena
takut kepada musuh) maka kamu menjadi orang-orang yang rnerugi.
Mereka berkata:
'Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang
gagah perkasa,
sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka
keluar darinya.
Jika mereka keluar darinya, pasti kami akan memasukinya.' Berkatalah
dua orang di
antara orang-orangyang takut (kepada Allah) yangAllah telah memberi
nikmat atas
keduanya: 'Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka
bila kamu
memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah
kamu bertawakal,
jika kamu benar-benar orang yang beriman.' Mereka berkata: 'Hai
Musa, kami
sekali-kali tidak memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di
dalamnya, karena
itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua,
sesungguhnya
kami hanya duduk menanti di sini saja.' Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, aku
tidak menguasai
kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara
kami dengan
orang-orang yang fasik itu. 'Allah berfirman: '(Jika demikian), maha
sesungguhnya
negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama
itu) mereka akan
berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah
kamu bersedih
hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu." (QS. al-Maidah:
20-
26)
Dimulailah hari-hari kesesatan.
Mereka melewati tempat yang tertutup. Mereka memulai
dari tempat yang mereka akhiri
dan sebaliknya. Alhasil, mereka berjalan tanpa tujuan
sepanjang siang-malam, pagi-sore.
Mereka memasuki daratan di daerah Saina'. Nabi
Musa kembali ke tempat yang
beliau bertemu di dalamnya untuk pertama kalinya dengan
kalimat-kalimat Allah SWT. Bani
Israil turun dari at-Thur, dan Nabi Musa mendaki
gunung sendirian. Di sana
diturunkan Taurat dan Tuhannya berdialog dengannya.
Sebelum Nabi Musa naik untuk
bertemu dengan Tuhannya, ia menjadikan saudaranya,
Harun, sebagai khalifahnya untuk
kaumnya. Harun diangkatnya sebagai wakilnya yang
bertanggung jawab untuk mengurus
kaumnya. Dan Musa pun pergi menuju Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Dan telah
Kami jadikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga
puluh malam, dan
Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi),
maka
sempurnakanlah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan
berkata Musa
kepada saudaranya yaitu Harun: 'Gantikanlah aku dalam (memimpin)
kaumku, dan
perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang
membuat
kerusakan.'" (QS.
al-A'raf: 142)
Orang-orang dahulu mengatakan
bahwa Nabi Musa berpuasa selama tiga puluh hari
sepanjang malam dan siang tanpa
mencicipi makanan sedikit pun kemudian Nabi Musa
tidak ingin untuk berdialog
kepada Tuhannya sementara mulutnya dalam keadaan seperti
mulut orang yang berpuasa. Lalu
beliau memakan sedikit dari tanaman bumi dan beliau
mengunyahnya. Tuhannya berkata
kepadanya: "Mengapa engkau berbuka?" Musa
menjawab: "Ya Tuhanku, aku
tidak ingin berbicara denganmu kecuali mulutku dalam
keadaan baik baunya." Allah
SWT menjawab: "Tidakkah engkau mengetahui wahai
Musa bahwa mulut orang yang
berpuasa di sisi-Ku lebih baik daripada bau misik.
Kembalilah engkau berpuasa selama
sepuluh hari kemudian datanglah kepada-Ku." Nabi
Musa as pun melaksanakan
perintah-Nya.
Kami tidak mengetahui secara
pasti, mengapa Nabi Musa berpuasa selama empat puluh
malam, bukan tiga puluh hari.
Yang kita ketahui bahwa Allah SWT menambah sepuluh
hari yang lain. Setelah itu,
turunlah Taurat; turunlah kepadanya sepuluh wasiat:
1. Perintah untuk hanya menyembah
kepada AJlah SWT dan tidak menyekutukan-
Nya.
2. Larangan untuk bersumpah
bohong atas nama Allah SWT.
3. Menjaga kehormatan pada hari
Sabtu. Dengan pengertian, memfokuskan hari Sabtu
sebagai hari ibadah.
4. Perintah untuk menghormati
ayah dan ibu.
5. Menyadari bahwa Allah SWT yang
dapat memberi dan membagi.
6. Janganlah engkau membunuh.
7. Janganlah engkau berzina.
8. Janganlah engkau mencuri.
9. Janganlah memberikan kesaksian
yang palsu.
10. Jangan engkau merasa tertipu
atau terpikat kepada rumah temanmu atau istrinya
atau budaknya atau sapinya atau
keledainya.
Para ulama salaf mengatakan bahwa
kandungan sepuluh wasiat ini telah terdapat dalam
dua ayat dalam Al-Qur'an, yaitu
dalam firman-Nya:
"Katakanlah:
'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu:
Janganlah kamu
mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua
ibu dan bapakmu,
dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan. Kami
akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah
kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya maupun
yang
tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya)
melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.' Demikian itu yang
diperintahkan
oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahaminya. Dan janganlah
kamu mendekati
harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga
sampai ia
dewasa. Dan sempurnakan takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak
memikulkan beban
kepada seseorang melainkan dengan kesanggupannya. Dan apabila
kamu berkata,
maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu),
dan penuhilah
janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu
ingat. " (QS. al-An'am:
151-152)
Allah SWT menceritakan kepada
kita bagaimana keadaan Musa ketika ia pergi untuk
menemui janji dengan Tuhannya.
Musa ketika berpuasa selama empat puluh malam
bermaksud untuk lebih mendekat
kepada Tuhannya. Ketika Allah SWT berdialog
dengannya, maka Musa merasakan
cinta yang semakin bergelora kepada Tuhannya.
Kami tidak mengetahui perasaan
apa yang ada di hati Musa ketika ia meminta kepada
Tuhannya agar dapat melihatnya.
Seringkali cinta yang ada di dalam manusia mendorong
dirinya untuk meminta sesuatu
yang mustahil. Lalu bagaimana bayangan Anda terhadap
cinta yang berhubungan dengan
cinta kepada Allah SWT. Ia adalah hakikat cinta.
Kedalaman perasaan Nabi Musa
kepada Tuhannya dan kecintaannya kepada sang
Pencipta, semua ini mendorongnya
untuk meminta kepada Allah SWT agar dapat
melihatnya.
Aliah SWT berfirman:
"Dan
tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami
tentukan dan
Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: 'Ya
Tuhanhu, tampakkanlah
(diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau.'" (QS. al-A'raf:
143)
Demikianlah dorongan cinta dari
para pecinta sejati. Musa bertanya dan meminta kepada
Tuhannya sesuatu yang menakjubkan
tetapi Allah SWT menjawabnya:
"Tuhan berfirman:
'Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku." (QS. al-A'raf: 143)
Seandainya Allah SWT hanya
mengatakan demikian maka ini pun sebagai bentuk
keadilan dari-Nya, tetapi keadaan
di sini adalah keadaan cinta Ilahi dari Musa. Dorongan
cinta yang dibalas dengan
dorongan cinta. Demikianlah Nabi Musa mendapatkan rahmat
dari Tuhannya. Allah SWT
memberitahunya bahwa ia tidak akan mampu melihat-Nya
karena tak satu pun dari makhluk
yang tidak dapat "menangkap cahaya" dari Allah SWT.
Allah SWT memerintahkannya agar
melihat gunung, dan jika gunung itu masih menetap
di tempatnya maka ia akan dapat
melihat Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Tetapi
lihatlah ke hukit itu, makajika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakaia)
niscaya
kamu dapat
melihat-Ku. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu,
dijadikannya
gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. (QS. al-A'raf:
143)
Tiada seorang pun yang dapat
"menangkap" cahaya Allah SWT. Nabi Musa mengetahui
hakikat ini dan menyaksikan
sendiri. Ash'aq adalah al-Maut (kematian) atau al-Ighma'
(keadaan tidak sadarkan diri atau
pingsan). Kami tidak mengetahui bagaimana keadaan
yang dialami Nabi Musa ketika ia
kehilangan kehidupannya atau kesadarannya.
"Maka
setelah Musa sadar kembali, dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku bertaubat
kepada Engkau
dan aku orang yang pertama-tama beriman.'" (QS. al-A'raf:
143)
Para mufasir klasik cukup serius
meneliti dan memperbincangkan ayat-ayat ini.
Misalnya, mereka bertanya-tanya:
bagaimana Nabi Musa meminta kepada Allah SWT
agar dapat melihat-Nya, padahal
ia tahu bahwa itu adalah hal yang tidak mungkin atau
mustahil. Mereka berselisih
pendapat dalam hal itu dan saling adu argumentasi.
Mu'tazilah memiliki pendapat yang
lain dan Ahlusunah pun memiliki pendapat yang lain
lagi. Pokok pembicaraan semuanya
berkisar pada: bagaimana seorang nabi tidak
mengetahui—padahal ia adalah makhluk Allah SWT yang
paling dekat dengan-Nya—
bahwa melihat Allah SWT adalah
hal yang sangat mustahil?
Kami kira bahwa sikap Nabi Musa
tersebut menggambarkan puncak cinta dan kedalaman
dari hatinya, yang ini merupakan
gambaran yang tinggi dari sejarah yang dilalui oleh
Nabi Musa. Kita sekarang berada
di hadapan puncak cinta kepada Allah SWT. Dan
seorang pecinta tidak
menginginkan selain melihat "wajah" kekasihnya. Menurut logika
akal bahwa melihat Allah SWT
adalah hal yang mustahil, tetapi kapan cinta pernah
peduli dengan logika itu. Nabi
Musa terdorong untuk mendapatkan pengalaman baru
yaitu suatu pengalaman yang
kayaknya ia sengaja melakukannya untuk mewakili kita
semua. Nabi Musa nekat dan
mendorong kita untuk meminta. Ia lebih dahulu meraskan
keadaan tidak sadarkan diri dan
ia telah membuktikan kepada kita dengan tubuhnya yang
mulia dan rohnya yang suci bahwa
tak seorang pun dapat "menangkap" cahaya Allah
SWT. Nabi Musa dalam keadaan tak
sadarkan diri lalu ketika bangun ia memuja-muja
Allah SWT dan bertaubat serta
meminta ampun kepadaNya:
"Dia
berkata: 'Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau.'" (QS. al-A'raf:
143)
Mengapa Nabi Musa bertaubat?
Orang-orang sufi berkata: Ia bertaubat dari dorongan
cinta yang besar di mana ia
meminta sesuatu yang mustahil, padahal ia menyadari itu
adalah mustahil. Ini adalah
tafsiran yang memuaskan yang didukung oleh konteks ayatayat
tersebut. Perhatikanlah ayat-ayat
(tanda-kebesaran) Allah SWT dan bagaimana Dia
mengingatkan Musa terhadap
apa-apa yang diterimanya dari berbagai macam nikmat.
Allah SWT berkata kepada Musa:
"Hai Musa,
sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di
masamu) untuk
membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku. Sebab
itu, berpegang
teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu
termasuk
orang-orang yang bersyukur. Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luhluh
(Taurat) segala
sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka
(Kami
berfirman): 'Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu
berpegang kepada
(perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya.'" (QS. al-A'raf:
144-
145)
Ahli tafsir memperhatikan firman
Allah SWT kepada Musa: "Sesungguhnya Aku memilih
(melebihkan)
kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan
untuk berbicara
langsung dengan-Ku."
Kemudian dilakukanlah
perbandingan antara Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain.
Dikatakan bahwa pemilihan ini
dikhususkan hanya kepadanya dan di zamannya saja, dan
tidak berlaku di zaman sebelumnya
karena ada Nabi Ibrahim di zaman itu, sedangkan
Nabi Ibrahim lebih baik dari Nabi
Musa. Begitu juga pemilihan ini tidak berlaku pada
zaman setelahnya karena ada Nabi
Muhammad bin Abdilah saw dan ia lebih baik dari
mereka berdua.
Kami ingin menghindari perdebatan
ini, bukan karena kami percaya bahwa semua nabi
sama. Memang Allah SWT
memberitahu kita bahwa Dia mengutamakan sebagian nabi
atau sebagian yang lain dan
mengangkat derajat sebagian mereka atau sebagian yang lain,
tetapi pengutamaan ini adalah hal
yang tidak boleh kita sentuh. Hendaklah kita beriman
kepada seluruh nabi dan kita
harus menunjukkan penghormatan kita kepada mereka
semua. Adalah bukan hal yang sopan
jika kita mencoba membanding-bandingkan di
antara para nabi. Yang utama
adalah, hendaklah kita meyakini dan mengimani mereka
semua. Akhirnya, selesailah
perjumpaan Musa dengan Tuhannya. Kemudian Nabi Musa
kembali kepada kaumnya dalam
keadaan marah dan jengkel. Di alam wujud tidak ada
seorang manusia yang memiliki
kelembutan dan kerelaan hati yang begitu besar seperti
Nabi Musa, tetapi ia diberitahu
oleh Tuhannya bahwa kaumnya telah menyingpang dari
jalannya. Oleh karena itu, ia
kembali dalam keadaan marah dan jengkel kepada mereka.
Allah SWT berfirman:
"Mengapa
kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata Musa: 'Itulah
mereka sedang
menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar supaya
Engkau ridha
(kepadaku). Allah berfirman: 'Maka sesungguhnya, Kami telah menguji
kaummu sesudah
kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian
Musa kembali
kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. " (QS.
Thaha: 83-86)
Musa turun dari gunung dan
membawa papan Taurat. Rasa-rasanya hatinya mendidih dan
jengkel. Kita dapat membayangkan
bagaimana emosi yang membakar Nabi Musa saat ia
mengayunkan langkahnya menuju
kaumnya. Betapa tidak, belum lama Nabi Musa
meninggalkan kaumnya dan menemui
Tuhannya, mereka mendapatkan fitnah melalui
Samiri. Fitnah ini adalah, bahwa
Bani Israil— ketika keluar
dari Mesir—membawa
banyak dari harta perhiasan
orang-orang Mesir dan emas-emas mereka. Mereka
mengambilnya untuk mereka
manfaatkan dalam pesta perayaan mereka. Kemudian
mereka selamat karena mukjizat
pembelahaan lautan di mana lautan menenggelamkan
Fir'aun dan tentaranya sehingga
harta mereka yang berupa emas dimiliki oleh Bani Israil.
Harun mengetahui bahwa emas
tersebut bukan milik mereka lalu Harun memintanya dari
mereka dan menimbunnya di tanah.
Bani Israil tidak memerlukannya karena saat ini
mereka sedang tersesat. Mereka
berjalan di tengah-tengah gurun sehingga tidak
bermanfaat bagi mereka emas-emas
itu. Harun, saudara kandung Musa, menggali tanah
dan meletakkan emas-emas itu lalu
menimbunkan di atasnya tanah. Samiri melihat apa
yang dilakukan oleh Harun.
Setelah itu, dia mengeluarkannya dan membuat sebuah
patung sapi yang menyerupai sapi
Ibis sesembahan orang-orang Mesir. Samiri adalah
seorang pemahat yang mahir. Dia
mampu membuat anak sapi yang menarik di mana
ketika dia meletakkannya di arah
angin maka akan masuk darinya udara dari celah bagian
belakangnya lalu keluar dari
hidungnya. Samiri membuat suara yang menyerupai suara
sapi yang sebenamya.
Konon, rahasia kehebatan sapi ini
adalah karena Samiri telah mengambil segenggam
tanah yang dilalui Jibril ketika
ia turun ke bumi dalam peristiwa mukjizat pembelahan
laut. Yakni Samiri melihat
sesuatu yang tidak dilihat oleh kaum Nabi Musa. Kemudian
dia mengambil segenggam tanah
dari bekas yang dilalui seorang utusan (Jibril) dan
meletakkannya bersama emas.
Samiri membuat darinya anak sapi. Jibril as tidak berjalan
di atas sesuatu kecuali sesuatu
itu menjadi hidup. Ketika Samiri menambahkan tanah itu
ke emas lalu membuat darinya anak
sapi maka anak sapi itu dapat bersuara seperti anak
sapi yang sebenarnya. Demikianlah
kisah Samiri. Kita mengetahui sekarang bahwa jika
tanah ditambahkan ke emas dan
melebur maka tanah itu akan terpisah dari emas dan akan
meninggalkan bekas (lubang) di
tempat terpisahnya itu. Diduga kuat bahwa Samiri
menggunakan tanah itu seperti
tanah yang lain dalam usaha untuk mengeringkan bagian
dalam dari anak sapi di mana
patung itu berubah menjadi patung yang mempunyai suara.
Setelah itu, Samiri keluar
menemui Bani Israil dengan membawa apa yang dibuatnya.
Mereka bertanya kepadanya:
"Apa ini, hai Samiri?" Ia menjawab: "Ini adalah tuhan
kalian dan tuhan Musa."
Mereka berkata: "Bukankah Musa sedang menemui Tuhannya?"
Samiri menjawab: "Musa telah
lupa ia pergi untuk menemui tuhannya di sana, padahal
sebenarnya tuhannya ada di
sini." Akhirnya, Bani Israil menyembah anak sapi ini.
Barangkali pembaca akan merasa
heran terhadap fitnah ini. Bagaimana akal kaum itu
dapat tunduk sampai pada keadaan
seperti ini? Bukankah mereka telah menyaksikan
mukjizat yang besar? Bagaimana
mereka dengan mudah menyembah berhala?
Kebingungan tersebut segera
hilang ketika kita lihat keadaan kejiwaan kaum yang
menyembah anak sapi itu. Mereka
telah terdidik di Mesir pada saat mereka menyembah
berhala dan sangat mengkultuskan
anak sapi Ibis. Mereka terdidik di bawah kehinaan dan
perbudakan sehingga jiwa mereka
menjadi ternoda dan fitrah mereka menjadi tercemar.
Mereka menyaksikan
mukjizat-mukjizat dari Allah SWT tetapi mukjizat itu berbenturan
dengan jiwa-jiwa yang putus asa.
Mukjizat ini tidak mampu memuaskan mereka untuk
mempercayai kebenaran. Mereka
masih saja dihinggapi keinginan untuk menyembah
berhala. Mereka adalah para
penyembah berhala seperti tokoh-tokoh Mesir yang dahulu.
Oleh karena itu, mereka menyembah
anak sapi. Sikap mereka ini tidak terlalu
mengagetkan kita. Sebab, setelah
mereka menyaksikan mukjizat pembelahan lautan,
mereka melihat suatu kaum yang
menyembah berhala, lalu mereka minta kepada Nabi
Musa agar menjadikan tuhan bagi
mereka seperti kaum yang menyembah berhala itu.
Jadi, masalahnya adalah masalah
klasik. Pada hakikatnya, hasrat untuk menyembah
berhala berarti menyembah berhala
itu sendiri. Apa yang dilakukan Samiri adalah, ia
memanfaatkan kerinduan kaum untuk
menyembah berhala. Kemudian Samiri memilih
agar anak sapi yang diciptakannya
berbentuk emas karena ia mengetahui bahwa
umumnya Bani Israil lemah (mudah
terpedaya) pada emas. Akhirnya, fitnah yang
ditimbulkan oleh Samiri tersebar
di sana sini. Harun sangat terpukul ketika mengetahui
Bani Israil menyembah anak sapi
dari emas. Mereka terbagi menjadi dua kelompok:
minoritas dari mereka beriman dan
mengetahui bahwa ini adalah tipu daya dan
kebohongan semata, sedangkan
mayoritas mereka mengingkari Harun dan tetap
melampiaskan kerinduan mereka
untuk menyembah berhala. Harun berdiri di tengahtengah
kaumnya dan mulai menasihati
mereka. Ia berkata kepada mereka:
"Sesungguhnya kalian tertipu
dengannya. Ini adalah fitnah (godaan). Samiri telah
memanfaatkan kebodohan kalian
dengan menciptakan anak sapi itu. Lembu itu bukan
tuhan kalian dan bukan juga tuhan
Musa:
"Sesungguhnya
Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah ahu dan
taatilah
perintahku." (QS.
Thaha: 90)
Para penyembah anak sapi menolak
nasihat Harun. Kelompok orang-orang yang bodoh
itu tidak mau lagi menerima
nasihat. Harun kembali memperingatkan mereka dan
menceritakan kembali kepada
mereka bagaimana mukjizat-mukjizat Allah SWT dapat
menyelamatkan mereka, dan
bagaimana Allah SWT memuliakan dan menjaga mereka.
Tetapi mereka menutup telinga dan
menolak segala nasihatnya. Mereka justru
melemahkan posisi Harun dan
nyaris saja membunuhnya. Adalah jelas bahwa Harun
lebih lemah daripada Musa,
sehingga para kaum tidak takut lagi. Harun khawatir jika ia
menggunakan kekuatan dan menghancurkan
berhala-berhala yang mereka sembah, maka
akan terjadi fitnah di
tengah-tengah kaum dan akan tercipta perang saudara. Akhirnya,
Harun memilih untuk menunda hal
itu sampai kedatangan Musa. Harun mengetahui
bahwa Musa seorang yang kuat yang
mampu mengatasi fitnah ini tanpa harus
menumpahkan darah. Sementara itu,
Bani Israil terus menari di sekitar anak sapi.
Samiri—mudah-mudahan Allah SWT melaknatnya—adalah penyebab fitnah ini, dan ia
menari-nari serta berputar-putar
di sekeliling berhala.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya pada
juz kesebelas menyebutkan fitnah yang timbulkan oleh
Samiri. Qurthubi berkata:
"Imam Abu Bakar at-Thurthusi ditanya: "Apa yang dikatakan
oleh pemimpin kita al-Faqih
tentang kelompok pria yang memperbanyak zikrullah dan
menyebut Muhammad saw. Sebagian
mereka menari-nari sehingga pingsan. Mereka
menghadirkan sesuatu dan
memakannya. Apakah hadir bersama mereka boleh atau tidak?
Berilah kami fatwa, mudah-mudahan
engkau diberi pahala." Qurthubi menjawab
pertanyaan ini dengan menukil
penjelasan gurunya: "Mazhab sufi (yang beliau
maksudkan adalah orang-orang yang
menari-nari yang dipraktekkan oleh sebagian aliran
sufi untuk mengekspresikan zikir)
berdasarkan kebodohan dan kesesatan serta sesuatu
yang sia-sia. Islam hanya
berdasarkan Kitab Allah SWT dan sunah Rasul-Nya. Praktek
tari-tarian seperti itu adalah
sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh pengikut-pengikut
Samiri ketika mereka menjadikan
anak sapi sebagai tuhan mereka. Mereka menari-nari di
sekitarnya dan berkumpul di situ.
Itu adalah agama kekufuran dan penyembahan terhadap
anak sapi."
Nabi saw duduk bersama sahabatnya
dan seakan-akan di atas kepala mereka terdapat
burung, karena saking hormatnya
mereka terhadap beliau. Hendaklah penguasa dan
wakilnya mencegah orang-orang itu
untuk hadir di mesjid dan selainnya. Dan tidak
diperkenankan bagi seorang pun
yang beriman kepada Allah SWT dan hari kemudian
untuk hadir bersama orang-orang
itu atau membantu kebatilan mereka. Ini adalah
pendapat mazhab Malik, Abu
Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain dari
para imam kaum Muslim.
Demikianlah pernyataan
al-Qurthubi berkaitan dengan masalah tersebut. Anda dapat
membayangkan sejauhmana
kecermelangan pikirannya dan sejauhmana ketakwaannya.
Selanjutnya, kita kembali kepada
kisah Nabi Musa. Nabi Musa turun dari gunung untuk
kembali rnenemui kaumnya.
Kemudian ia mendengar teriakan kaum saat mereka menarinari
di sekitar anak sapi. Kaum itu
berhenti ketika melihat Nabi Musa muncul di depan
mereka. Dan tiba-tiba keheningan
menyelimuti mereka. Nabi Musa berteriak dan berkata:
"Dan
tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati,
berkatalah dia:
'Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah
kepergianhu!'"
(QS.
al-A'raf: 150)
Musa berjalan menuju ke Harun,
lalu ia meletakkan papan Taurat dengan tangannya di
atas tanah. Tampaknya api
kemarahan telah membakamya. Musa memegang Harun dari
rambut kepalanya sampai rambut
jenggotnya sambil berkata:
"Hai Harun,
apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat,
(sehingga) kamu
tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai
perintahku?"
(QS.
Thaha: 92-93)
Musa bertanya, "Apakah Harun
tidak menaati perintahnya, bagaimana ia mendiamkan
fitnah ini; bagaimana ia tetap
bersama mereka dan tidak meninggalkan mereka serta
berlepas diri dari perbuatan
mereka; bagaimana ia tetap diam dan tidak berusaha
melawan mereka, bukankah orang
yang diam atau membiarkan suatu kesalahan itu
bertanda bahwa ia merestuinya
atau bagian dari kesalahan itu?" Keheningan semakin
meningkat ketika gelora api
kemarahan Musa semakin membara. Harun bericara kepada
Musa dan meminta kepadanya untuk
melepaskan kepalanya dan jenggotnya karena
mereka berdua berasal dari ibu
yang satu. Harun mengingatkan Musa akan kedekatan
hubungannya melalui ibu, bukan
melalui ayah agar hal itu lebih dapat membuat Musa
merasa kasihan kepadanya:
"Harun
menjawab: 'Hai putra ibuku, janganlah kamu pegang jenggotku danjangan
(pula) kepalaku.'" (QS.
Thaha: 94)
Harun memberi pengertian kepada
Musa bahwa ia sama sekali tidak bermaskud
menentang perintahnya, dan ia pun
tidak menunjukkan sikap merestui penyembahan anak
sapi, tetapi ia khawatir jika ia
meninggalkan mereka dan pergi lalu Musa bertanya
kepadanya, mengapa ia tidak tetap
tinggal bersama mereka? Mengapa seorangyang
bertanggungjawab kepada
merekajustru meninggalkan mereka? Di samping itu, ia juga
khawatir jika ia memerangi mereka
dengan kekerasan maka terjadi peperangan di antara
mereka. Lalu Musa akan bertanya
kepadanya, mengapa ia membikin perpecahan di
antara mereka dan mengapa ia
tidak menunggu kembalinya Musa:
"Sesungguhnya
aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku). 'Kamu telah
memecah antara
Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku.'" (QS.
Thaha: 94)
Harun berusaha memahamkan saudaranya,
Musa, dengan penuh kelembutan bahwa
kaumnya merendahkannya dan mereka
nyaris membunuhnya ketika ia melawan mereka.
Ia memohon kepada Musa agar
melepaskan tangannya dari kepalanya dan jenggotnya.
Harun memberitahu Musa bahwa ia
bukan termasuk orang jahat sepeti mereka ketika ia
bersikap diam terhadap kelaliman
mereka:
"Harun
berkata: 'Hai anak ibuku, sesungguhnya haum ini telah menganggapku lemah
dan
hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadihan musuhmusuh
gembira
melihatku, dan janganlah kamu masukan aku ke dalam golongan orangorang
yang
lalim.'" (QS.
al-A'raf: 150)
Musa menyadari bahwa ia melalimi
Harun dengan kemarahannya di mana kemarahan itu
berkobar karena kecemburuannya
terhadap agama Allah SWT dan semata-mata karena
kecintaannya kepada kebenaran.
pun mengetahui bahwa Harun telah menjalankan tugas
dengan sebaik-baiknya dalam
keadaan seperti ini. Kemudian Musa menarik tangannya
dari kepala dan jenggot
saudaranya dan ia meminta ampun kepada Allah SWT bagi
dirinya dan bagi saudaranya. Musa
menoleh kepada kaumnya dan bertanya dengan suara
yang penuh gelora dan menunjukkan
sikap marah:
"Hai
kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik?
Maka apakah
terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar
kemurkaan dari
Tuhanmu menimpamu, lalu kamu melanggar perjanjianmu dengan
aku?" (QS. Thaha: 86)
Musa tampak marah dan mengejek
mereka dan menunjukkan betapa bodohnya apa yang
mereka lakukan. Dengan kemarahan
yang luar biasa, Musa kembali berkata:
"Sesungguhnya
orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya) kelak
akan menimpa
mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di
dunia.
Demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang membuat-buat
kebohongan."
(QS.
al-A'raf: 152)
Hampir saja gunung berguncang
mendengar suara kemarahan Musa, dan Bani Israil
menyadari kesalahan mereka.
Kebohongan mereka dan penyimpangan mereka atas
kebenaran yang dibawa oleh Musa
tampak jelas. Mereka justru menjauhkan segala
karunia yang Allah SWT berikan
kepada mereka dan memilih untuk menyembah berhala
ketika Musa meninggalkan mereka
selama empat puluh hari. Mereka kembali
menyembah anak sapi yang terbuat
dari emas. Bukankah Allah SWT telah berjanji
kepada mereka agar mereka
memegang agama tauhid di bumi?
Musa menoleh kepada Samiri
setelah ia berbicara secara singkat kepada Harun. Harun
telah membuktikan bahwa—sebagai penanggung jawab kaumnya saat
Musa
meninggalkan mereka—ia telah menjalankan tugas dengan baik.
Bani Israil tampak
tertunduk lesu di depan Musa.
Maka orang yang paling bertanggung jawab adalah orang
yang menyebarkan fitnah, yaitu
Samiri. Musa berkata kepada Samiri dalam keadaan api
kemarahannya belum juga padam:
"Berkata
Musa: 'Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?" (QS.
Thaha: 95)
Musa bertanya kepadanya tentang
kisahnya dan ia ingin mengetahui langsung darinya
apa yang mendorongnya untuk
melakukan hal tersebut. Samiri menjawab:
"Aku
mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya." (QS. Thaha: 96)
Aku melihat Jibril saat ia
menunggangi kudanya, dan setiap kali ia meletakkan kakinya di
atas sesuatu maka terjadilah
kehidupan padanya:
"Maka aku
mengambil segenggam dari jejak rasul." (QS. Thaha: 96)
Aku mengambil segenggam tanah
yang dilewati oleh Jibril lalu aku meletakkannya di
atas emas:
"Lalu aku
melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku." (QS. Thaha: 96)
Demikianlah apa yang aku lakukan.
Musa tidak mempersoalkannya; Musa tidak
mempersoalkan pengakuan Samiri
tetapi ia justru mempersoalkan mengapa Samiri
menentang kebenaran. Adalah hal
yang tidak penting bagi Samiri untuk melihat Jibril
lalu ia mengambil bekas tanahnya;
adalah hal yang tidak penting bahwa anak sapi itu
tercipta dari tanah yang dilalui
dari kuda Jibril. Yang penting adalah, bahwa Samiri telah
melakukan kejahatan dan
menyebarkan fitnah di tengah-tengah kaum Nabi Musa.
Dengan ciptaannya itu, ia
mendorong kaum Nabi Musa untuk merasa kagum dengan para
tokoh-tokoh Mesir dan ia meniru
para tokoh itu dalam menyembah berhala. Ini adalah
kejahatan yang dengannya Musa
ingin menghukum Samiri:
"Berkata
Musa: 'Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan dunia
ini (hanya
dapat) mengatakan: 'Janganlah menyentuh (aku). Dan sesungguhnya bagimu
hukuman (di
akhirat) yang kamu sekali-kali tidah dapat menghindarinya, dan lihatlah
tuhanmu itu yang
kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya,
kemudian kami
sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu
yang
berserakan).'"
(QS. Thaha: 97)
Nabi Musa menjatuhkan hukuman
kepada Samiri dalam bentuk mengasingkannya di
dunia. Sebagian ahli tafsir
mengatakan bahwa Musa berdoa agar Samiri tidak disentuh
oleh seorang pun. Melaiui fitnah
yang ditimbulkannya, Samiri ingin menyesatkan Bani
Israil dan mendorong mereka untuk
menyembah apa yang diciptakannya. Dan, sekarang
ia menerima siksaan yang sesuai
dengan kejahatannya. Samiri merasakan kesendirian dan
dibuang dari kaumnya. Apakah
Samiri sakit dengan suatu penyakit kulit yang
mengerikan sehingga manusia
menjauhinya dan tidak mau menyentuhnya, bahkan untuk
mendekatinya pun mereka tidak
mau? Kita tidak mengetahui apa yang terjadi padanya
sehingga ia terasing dari
kaumnya. Yang kita ketahui adalah, bahwa Musa telah
menjatuhkan hukuman yang berat
baginya. Barangkali pembunuhan lebih mudah baginya
daripada menanggung beban berat
siksaannya itu. Samiri hidup dalam keadaan terasing
dan terhina. Tidak ada satu
makhluk pun yang mendekatinya. Ini adalah siksaan di dunia
dan siksaan di hari kiamat adalah
siksaan yang kedua yang lebih dahsyat.
Setelah mengurus dan mengadili
Samiri, Musa bangkit menuju anak sapi yang terbuat
dari emas. Beliau mengambilnya
dan melemparkannya ke api. Musa tidak hanya
menghancurkannya di hadapan kaum
yang membisu, bahkan beliau membuangnya ke
laut. Tuhan yang mereka sembah
kini menjadi abu yang bertebaran. Kemudian Musa
mengangkat suaranya yang
menggelegar:
"Sesungguhnya
Tuhanmu adalah Allah, yang tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia.
Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu." (QS.Thaha: 98)
Allah-lah Tuhan kalian, bukan
patung itu yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan
mudarat bagi dirinya. Setelah
Nabi Musa menghancurkan patung itu, beliau menoleh
kepada kaumnya. Nabi Musa telah
memberitahu kaumnya bahwa mereka telah
menganiaya diri mereka sendiri.
Nabi Musa menyarankan kepada para penyembah
berhala untuk bertaubat. Nabi
Musa memberitahukan bahwa siapa pun yang mengikuti
anak sapi tersebut maka ia harus
dibunuh.
Allah SWT berfirman:
"Dan
(ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku, sesungguhnya
kamu telah
menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu
(sembahanmu),
maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah
dirimu. Hal itu
adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka
Allah akan
menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi
Maha
Penyayang.'" (QS.
al-Baqarah: 54)
Hukuman yang ditetapkan oleh Musa
atas para penyembah anak sapi sangat mengerikan,
namun itu setimpal dengan kejahatan
mereka. Menyembah berhala adalah usaha untuk
mematikan akal. Dengan akal,
manusia memiliki keistimewaan yang tidak terdapat pada
makhluk-makhluk lainnya. Karena
kejahatan itu sangat luar biasa, yaitu kejahatan yang
berupa usaha mematikan fungsi
akal maka hukumannya pun harus berat. Kemudian
datanglah rahmat Allah SWT dan
Dia menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah
SWT Maha menerima taubat dan Maha
Pengasih.
Akhirnya, kemarahan Musa mulai
mereda. Coba Anda renungkan ungkapan Al-Qur'an
al-Karim yang menggambafkan
kemarahan Musa dalam bentuk yang realistis: bagaimana
Musa meletakkan papan Taurat, dan
bagaimana dia memegang jenggot saudaranya dan
kepalanya dan diakhiri dengan
pembuangan atau penghancuran anak sapi di lautan serta
keputusannya untuk membunuh
orang-orang yang menjadikannya sebagai tuhan. Alhasil,
kemarahan Musa mulai mereda;
kemarahan Musa adalah kemarahan karena Allah SWT.
Itu adalah kemarahan yang paling
tinggi dan layak untuk mendapatkan kehormatan.
Ketika kemarahannya hilang, Musa
ingat tugas utamanya, yaitu bahwa ia meletakkan
papan-papan Taurat. Musa kembali
mengambil papan-papan itu dan terus berdakwah di
jalan Allah SWT:
Allah SWT berfirman:
"Sesudah
amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu;
dan dalam
tulisannya terdapat petunjuk dan rah-mat untuk orang-orang yang takut
kepada Tuhannya.
" (QS.
al-A'raf: 154)
Sebagian mereka berdalil dengan
firmannya: Dan dalam tulisannya, bahwa papan-papan
itu pecah (rusak). Kami tidak
mengetahui, apakah papan-papan itu terbuat dari benda
tertentu yang dapat pecah atau
tidak. Ibnu Katsir menepis dalil atau argumen tersebut dan
ia berpendapat bahwa papan-papan
itu tetap seperti semula. Alhasil, Musa kembali
merasakan ketenangan dan ia
berusaha memperbarui jihadnya di jalan Allah SWT. Beliau
membacakan papan-papan Taurat
kepada kaumnya. Mula-mula beliau memerintahkan
mereka agar mengambil
hukum-hukumnya dengan penuh kekuatan dan tekad.
Ironis sekali, bahwa kaum Nabi
Musa mencoba menawar-nawar kebenaran. Mereka
mengatakan: "Sebarkanlah
kepada kami isi papan-papan itu, jika perintahnya dan
larangannya mudah maka kami akan
menerimanya." Musa berkata: "Kalian harus
menerima apa saja yang ada di
dalamnya." Kemudian mereka terus melakukan tawarmenawar.
Akhirnya, Allah SWT memerintahkan
para malaikatnya untuk mengangkat
gunung di atas kepala mereka
hingga gunung itu seakan-akan menjadi awan yang
menyelimuti mereka. Dikatakan
kepada mereka: jika kalian tidak menerima apa saja yang
di dalamnya maka gunung itu akan
ambruk menimpa kalian. Mendengar ancaman itu,
mereka pun menerimanya. Lalu
mereka diperintahkan untuk sujud dan mereka pun sujud.
Mereka meletakkan pipi mereka di
atas tanah. Mereka mulai melihat gunung dengan
penuh ketakutan.
Allah SWT berfirman:
"Dan
(ingatlah) ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit itu
naungan awan dan
mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka (dan Kami
katakan kepada
mereka): 'Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan
kepadamu, serta
ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya
kamu menjadi
orang-orang yang bertakwa.'" (QS. al-A'raf: 171)
Demikianlah bahwa kaum Nabi Musa
tidak serta merta berserah diri kecuali pada saatsaat
kritis di mana mukjizat luar
biasa mampu menakutkan mereka dan menggetarkan
hati mereka sehingga mereka sujud
secara terpaksa. Manusia pada saat itu terpaksa
beriman karena berhadapan dengan
"tongkat Ilahi". Hal yang demikian ini biasanya
berlaku kepada anak-akan kecil
dan pada saat manusia kehilangan kesadaran dan
kematangan yang cukup sehingga
akalnya tidak berfungsi secara sehat.
Barangkali di sini kami ingin
untuk kesekian kalinya mengemukakan keadaan kaum Nabi
Musa. Mereka tidak begitu saja
puas dengan mukjizat yang luar biasa. Kaum Nabi Musa
telah terdidik di bawah kehinaan
dan penindasan sehingga mereka kehilangan nilai-nilai
kemanusiaan mereka dan fitrah
mereka telah tercemar. Kehinaaan yang telah tertanam
dalam jiwa mereka dan mereka
telah terbiasa dengannya menyebabkan mereka tidak
mudah untuk diajak menuju kebaikan,
kecuali jika mereka telah mendapatkan tekanan
atau kekerasan.
Dahulu mereka terbiasa untuk
menaati para tokoh mereka setelah mereka ditekan maka
sekarang ketika mereka berhadapan
dengan tokoh mereka yang baru, yaitu keimanan,
mereka pun harus digiring dengan
menggunakan bahasa kekerasan. Kejahatan
penyembahan anak sapi bukan tidak
membawa pengaruh apa-apa. Musa memerintahkan
kepada ulama Bani Israil dan
orang-orang baik di antara mereka untuk meminta ampun
kepada Allah SWT dan bertaubat
kepadanya. Musa memilih tujuh puluh laki-laki di
antara mereka yang paling baik
sambil berkata: "Pergilah kalian menuju Allah SWT dan
bertaubatlah kepada-Nya atas apa
saja yang kalian lakukan. Berpuasalah kalian,
sucikanlah jiwa kalian, dan
bersihkanlah pakaian kalian."
Musa keluar bersama tujuh puluh
orang-orang yang terpilih itu untuk memenuhi
perjumpaan yang telah ditentukan
oleh Allah SWT. Musa mendekati gunung, dan tibatiba
sekawanan awan menyelimuti
gunung. Musa masuk ke dalam awan dan berkata
kepada kaum: "Mendekatlah,
mendekatlah." Allah SWT berbicara kepada Musa. Setiap
kali Musa berbicara dengan Allah
SWT maka tampak di atas dahinya suatu cahaya yang
bersinar. Tidak ada seorang pun
dari manusia yang dapat melihatnya. Diletakkan suatu
tabir (penutup) di sekeliling
Musa saat ia berbicara kepada Tuhannya. Tujuh puluh orang
yang dipilih oleh Musa itu
mendengar percakapan antara Musa dan Tuhannya.
Barangkali mukjizat yang seperti
ini seharusnya menjadi mukjizat yang terakhir yang
cukup dapat membangkitkan
keimanan di dalam hati sepanjang kehidupan, namun
ketujuh puluh orang yang dipilih
itu tidak cukup dengan apa yang mereka dengar dari
mukjizat itu. Mereka justru
meminta agar dapat melihat Allah SWT. Mereka
mengatakan: "Kami telah
mendengar dan kami ingin melihat." Dengan nada polos,
mereka berkata:
"Wahai
Musa, kami tidak ingin beriman kepadamu sehingga kami melihat Allah dengan
terang-terangan.
"(QS.
aI-Baqarah: 55)
Ini adalah tragedi yang sangat
mengherankan; suatu tragedi yang menunjukkan kekerasan
hati dan ketergantungannya
terhadap materi atau fisik. Permintaan yang menunjukkan
sikap keras kepala ini cukup
sebagai syarat untuk datangnya siksaan yang mengerikan.
Kemudian mereka disiksa dengan
suara yang menggelegar yang menghancurkan roh dan
jasad. Mereka pun mati. Musa
mengetahui apa yang terjadi dengan tujuh puluh orang
yang terpilih tersebut sehingga
hatinya merasa sedih dan ia berdoa kepada Tuhannya agar
mengampuni mereka dan merahmati
mereka serta tidak menyiksa mereka karena
kesalahan orang-orang yang bodoh
di antara mereka. Permintaan mereka agar dapat
melihat Allah SWT adalah
menunjukkan kebodohan mereka yang luar biasa; suatu
kebodohan yang harus dibayar
mahal, yaitu dengan kematian.
Seorang nabi terkadang memohon
untuk melihat Tuhan-Nya, seperti yang dilakukan oleh
Nabi Musa. Meskipun permintaan
itu bertitik tolak dari sumber cinta yang dalam yang
sulit untuk digambarkan, yang
dapat dibenarkan dengan logika yang khusus, namun
permintaan untuk melihat Tuhan
tetap dianggap sebagai tindakan yang melampaui batas
yang karenanya Musa
"dihukum" dengan pingsan. Anda dapat membayangkan
bagaimana jika permintaan
tersebut berasal dari manusia-manusia yang salah; manusiamanusia
yang ketika ingin melihat Tuhan,
mereka menentukan tempatnya dan waktunya,
bahkan mereka mensyaratkan agar
pengelihatan ini terjadi dengan jelas atau terangterangan.
Mereka adalah manusia yang
menggantungkan keimanan mereka berdasarkan
penglihatan ini, padahal mereka
telah menyaksikan berbagai macam mukjizat dan tandatanda
kebesaran Allah SWT. Bukankah ini
adalah kebodohan yang besar? Nabi Musa
berdiri dan berdoa kepada
Tuhannya dan meminta belas kasih-Nya dan ridha-Nya.
Allah SWT berfirman:
"Dan Musa
memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada
Kami) pada waktu
yang telah Kami tentukan. Maka ketiha mereka digoncang gempa
bumi, Musa
berkata: 'Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau
membinasakan
mereka dan ahu setelah ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena
orang-orang yang
kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau,
Engkau sesatkan
dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri
petunjuk kepada
siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah yang memimpin kami, maka
ampunilah kami
dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaikbaiknya.
Dan tetapkanlah
untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat;
sesungguhnya
kami kembali (bertaubat) kepada Engkau.'" (QS. al-A'raf:
155-156)
Demikianlah kalimat-kalimat Musa
kepada Tuhannya saat ia berdoa kepada-Nya untuk
meminta belas kasih-Nya dan
ridha-Nya. Allah SWT ridha kepada mereka dan
mengampuni kaum Nabi Musa di mana
Allah SWT menghidupkan mereka setelah
kematian mereka. Orang-orang yang
terpilih itu mendengar di saat-saat yang
mengagumkan ini dari sejarah
kehidupan sampai berita kedatangan Muhammad bin
Abdilah saw.
"Allah
berfirman: 'Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan
rahmat-Ku
meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orangorang
yang bertakwa,
yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada
ayat-ayat Kami.
'(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang
(namanya) mereka
dapati yang tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi
mereka, yang
menyuruh mereka untuk mengerjakan makruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang
mungkar dan nwnghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan
bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka bebanbeban
dan
belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan
kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. al-
A'raf: 156-157)
Kita akan memperhatikan metode
hubungan antara masa sekarang dan masa yang lalu
dalam ayat tersebut. Allah SWT
melampaui waktu dialog bersama rasul dalam ayat-ayat
tersebut pada dua waktu yang
dahulu, yaitu turunnya Taurat dan turunnya Injil untuk
menetapkan bahwa Allah SWT
membawa berita gembira dengan kedatangan Nabi
Muhammad saw dalam dua kitab yang
mulia itu. Kami kira bahwa berita gembira ini
datang pada hari di mana Musa
mendatangkan tujuh puluh orang dari kaumnya, yaitu
para ulama Bani Israil dan
orang-orang yang mulia di antara mereka untuk menemui
Tuhannya. Pada hari yang penting
ini—disertai dengan mukjizat-mukjizatnya
yang
besar—ditetapkanlah suatu kabar gembira dengan
datangnya Nabi yang terakhir.
Ibnu Katsir dalam kitabnya Qishashul
Anbiya' berkata (menukil riwayat dari Qatadah):
"Musa berkata kepada
Tuhannya, 'ya Tuhanku, aku mendapati dalam papan-papan Taurat
suatu umat yang lebih baik dari
umat yang lain; mereka menyeru kepada hal yang makruf
dan mencegah hal yang mungkar. Ya
Allah, jadikanlah mereka umatku." Allah SWT
berkata: "Itu adalah umat
Muhammad saw."
Musa berkata: "Ya Tuhanku,
aku mendapati dalam papan Taurat suatu umat yang aku
adalah generasi mereka di mana
mereka mampu menghafal sedangkan umat-umat
sebelum mereka membaca dengan
melihat buku sehingga ketika buku itu disingkirkan
dari mereka, mereka tidak lagi
mampu menghafalnya dan tidak lagi mengetahuinya."
Allah SWT memberi mereka suatu
kemampuan menghafal yang belum pernah diberikan-
Nya kepada seseorang pun dari
umat-umat sebelumnya. "Ya Allah, jadikanlah mereka
umatku. " Allah SWT berkata:
"Itu adalah umat Muhammad saw."
Musa berkata: "Tuhanku, aku
mendapati di papan Taurat suatu umat yang beriman
kepada kitab yang pertama dan
yang terakhir dan mereka memerangi pasukan kesesatan.
Jadikanlah mereka umatku."
Allah SWT berkata: "Itu adalah umat Muhammad saw."
Musa berkata: "Tuhanku, aku
mendapati dalam papan Taurat suatu umat di mana mereka
dapat memakan sedekah dalam
perut-perut mereka dan mereka mendapatkan pahala
darinya, sedangkan umat-umat
sebelum mereka jika salah seorang mereka bersedekah
dengan suatu sedekah lalu
diterimanya, maka Allah SWT akan mengirim api dan
membakarnya dan jika dikembalikan
padanya maka ia akan dimakan oleh binatang buas
dan burung. Dan Allah SWT
mengambil sedekah orang-orang yang kaya di antara
mereka untuk diberikan kepada
orang-orang yang fakir dari mereka. Wahai Tuhanku,
jadikanlah mereka umatku."
Allah SWT berkata: "Itu adalah umat Muhammad saw."
Musa berkata: "Tuhanku, aku
mendapati dalam papan Taurat suatu umat jika salah
seorang mereka berhasrat untuk
melakukan suatu kebaikan kemudian ia melakukannya
maka ditulis baginya sepuluh kali
lipat kebaikan dari kebaikannya itu sampai tujuh puluh
ratus lipat. Jadikanlah mereka
umatku." Allah SWT berkata: "Itu adalah umat
Muhammad saw."
Musa senantiasa mendoakan kaumnya
kepada Allah SWT. Tampak bahwa jiwa mereka
dipenuhi dengan sikap
pembangkangan dan keras kepala. Sifat itu semakin nyata ketika
kita mengetahui cerita tentang
anak sapi atau kasus tentang sapi. Dalam peristiwa itu, kita
disodorkan dengan berbagai
perundingan yang tidak perlu antara mereka dan Nabi Musa.
Semua itu berasal dari sikap
keras kepala. Asal-muasal kisah sapi itu adalah, pada suatu
hari ditemukan seorang kaya
terbunuh di tengah-tengah Bani Israil. Kemudian terjadilah
percekcokan di antara keluarganya
karena mereka tidak mengetahui siapa pembunuhnya.
Kasus ini cukup memusingkan
mereka sehingga mereka menemui Musa. Tampaknya
lelaki yang terbunuh ini memiliki
tempat yang istimewa di kalangan Bani Israil. Misteri
pembunuhannya akan mendatangkan
fitnah di tengah-tengah mereka. Oleh karena itu,
Bani Israil mendatangi Musa dan
memohon kepada Musa untuk meminta petunjuk
kepada Tuhannya.
Musa pun meminta petunjuk kepada
Tuhannya, lalu Allah SWT memerintahkannya agar
menyuruh kaumnya untuk
menyembelih sapi. Semula ditetapkan bahwa kaum Nabi Musa
diperintahkan untuk menyembelih
sapi yang pertama kali mereka temui, tetapi karena
sikap keras kepala mereka, mereka
mulai melakukan tawar-menawar dan berunding
dengan Musa. Mereka menuduh bahwa
Musa mengejek mereka dan tidak serius dengan
masalah yang mereka hadapi. Musa
berlindung kepada Allah SWT dan memohon
kepada-Nya agar jangan sampai
digolongkan bersama orang-orang yang bodoh, apalagi
bermaksud mengejek mereka. Musa
berusaha memberikan pengertian kepada mereka
bahwa kunci dari masalah itu
dapat diselesaikan dengan penyembelihan sapi. Masalahnya
di sini adalah masalah mukjizat
yang tidak berhubungan dengan sesuatu yang biasa
terjadi dalam kehidupan atau
sesuatu yang biasa dilakukan oleh manusia. Tidak ada
hubungan antara penyembelihan sapi
dan usaha mengetahui pembunuh. Tetapi, kapankah
sebab-sebab rasional mampu
menundukkan Bani Israil? Mukjizat yang luar biasa
merupakan kunci dan senjata yang
biasa berlaku dalam kehidupan Bani Israil. Oleh
karena itu, penyelesaian kasus
tersebut dengan cara menyembelih sapi seharusnya tidak
menimbulkan gejolak dan
kegelisahan. Tapi, Bani Israil adalah Bani Israil. Seringkali
pergaulan dan hubungan dengan
mereka berakhir dengan sikap pembangkangan. baik
berkenaan dengan masalah
kehidupan biasa sehari-sehari maupun yang terkait dengan
masalah akidah yang penting.
Musa menghadapi berbagai bentuk
ujian dan tuduhan dari Bani Israil. Musa berusaha
memberi pengertian kepada mereka
bahwa beliau serius untuk menyelesaikan kasus
mereka dan tidak bermaksud mempermainkan
mereka. Musa kembali menegaskan bahwa
untuk menyelesaikan hal itu
mereka harus menyembelih sapi. Karakter khas Bani Israil
muncul kepermukaan. Mereka
bertanya, apakah itu sapi yang biasa sebagaimana yang
mereka temui ataukah ia ciptaan
yang lain yang memiliki keistimewaan. Mereka
mengharap Musa agar meminta
petunjuk kepada Tuhannya sehing-ga hal tersebut
menjadi jelas bagi mereka.
Musa berdoa kepada Tuhannya.
Kemudian mereka mendapatkan kesulitan di mana sapi
yang seharusnya mudah mereka
dapati, kini mereka mendapatkan kriteria sapi yang
sangat rumit, yaitu sapi yang
tidak tua dan tidak muda, yakni yang sedang-sedang saja.
Demikianlah ketetapan Ilahi itu.
Tetapi lagi-lagi perundingan masih berlangsung. Lalu
mereka mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan yang aneh: apa warna sapi ini, mengapa
Musa tidak berdoa kepada Tuhannya
dan menjelaskan warna sapi ini. Beginilah, mereka
tidak menunjukkan sikap sopan dan
hormat kepada Allah SWT dan kepada nabi-Nya
yang mulia. Seharusnya mereka
patuh terhadap perintah itu dan tidak bertanya yang
macam-macam, namun mereka justru
mempersoalkan masalah yang sederhana ini
dengan sikap penentangan dan
keras kepala.
Lagi-lagi Musa bertanya kepada
Tuhannya dan memberitahu tentang warna sapi yang
dimaksud. Musa mengatakan bahwa
sapi itu berwarna kuning yang warnanya
mengundang kekaguman orang yang
melihatnya. Demikianlah sifat sapi itu ditentukan di
mana ia berwarna kuning yang
warnanya agak kemerah-merahan. Meskipun masalah ini
sudah sangat jelas, mereka
kembali menunjukkan sikap pembangkangan dan keras
kepala. Maka Allah SWT pun
memperketat syarat sapi itu sebagaimana mereka berusaha
untuk menyakiti hati Nabi Musa.
Mereka kembali bertanya kepada Nabi Musa dan
meminta kepadanya agar berdoa
kepada Tuhannya dan meminta penjelasan tentang
hakikat sapi itu, karena bagi
mereka sapi itu masih samar. Musa memberitahu mereka
bahwa sapi itu tidak disiapkan
untuk membajak sawah atau untuk memberi minum; ia
sapi yang sehat dan tidak cacat;
dan sapi itu benar-benar berwarna kuning. Berakhirlah
sikap pembangkangan mereka.
Mereka mulai mencari sapi yang dimaksud yang memiliki
sifat yang khusus ini. Akhirnya,
mereka menemukan sapi itu yang dimiliki oleh seorang
anak yatim. Lalu mereka
membelinya dan menyembelihnya.
Musa memegang ekor sapi itu lalu
memukulkannya kepada orang yang terbunuh. Tibatiba,
orang itu bangkit dari
kematiannya. Musa bertanya padanya tentang siapa yang
membunuhnya. Lalu ia pun
menceritakan siapa yang membunuhnya dan ia mati lagi.
Bani Israil menyaksikan mukjizat
penghidupan orang yang mati itu. Mereka
mendengarkan dengan telinga
mereka sendiri nama si pembunuh. Akhirnya, misteri
pembunuhan itu tersingkap.
Allah SWT berfirman:
"Dan
(ingatlah) ketika Musa berkata hepada kaumnya: 'Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyembelih
seekor sapi betina.' Mereka berkata: 'Apakah hamu hendak
menjadikan kami
buah ejekan?' Musa menjawab: Aku berlindung kepada Allah agar
tidak menjadi
salah seorang dari orang-orang yangjahil.' Mereka menjawab:
'Mohonkanlah
kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi
betina apakah
itu?' Musa menjawab: 'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina
itu adalah sapi
betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka
kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu.' Mereka berkata: 'Mohonkanlah kepada
Tuhanmu untuk
kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya.' Alusa
menjawab:
'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang kuning,
yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang
memandangnya.'
Mereka berkata: 'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia
menerangkan
kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi
itu (masih)
samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat
petunjuk (untuk
memperoleh sapi itu). Musa berkata: 'Sesungguhnya Allah berfirman
bakwa sapi
betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak
tanah dan tidak
pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.'
Mereka berkata: 'Sekarang
barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang
sebenarnya.'
Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak
melaksanakan
perintah itu. Dan (ingatlah) ketika kamu membunuh seorang manu-sia
lalu kamu saling
tuduh-menuduh tentang itu. Dan Allah menyingkirkan apa yang selama
ini kamu
sembunyikan. Lalu Kami berfirman: 'Pukullah mayat itu dengan sebagian
anggota sapi
betina itu!' Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang
telah mati, dan
memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu
mengerti." (QS. al-Baqarah:
67-73)
Kami ingin menarik perhatian
pembaca kepada sikap kurang ajarnya kaum itu kepada
nabi mereka dan Tuhan mereka. Dan
barangkali konteks Al-Qur'an menyinggung hal itu
dengan cara menunjukkan
pengulangan kata rabbuka (Tuhanmu) yang mereka gunakan
saat berbicara dengan Musa.
Seharusnya ketika mereka berbicara dengan Musa—sebagai
bentuk sopan santun—mereka mengatakan: Mohonkanlah untuk
kami kepada Tuhan
kami, atau mereka berkata
kepadanya: Berdoalah bagi kami kepada Tuhanmu. Dengan
kata tersebut, seakan-akan
keyakinan kepada ketuhanan hanya dipercaya oleh Musa
sedangkan mereka keluar dari
kemu-liaan penghambaan kepada Allah SWT.
Perhatikanlah ayat-ayat tersebut,
bagaimana ia mengisyaratkan hal ini. Kemudian
renung-kanlah ejekan mereka
ketika mereka mengatakan: "Sekarang barulah kamu
menerangkan
hakikat sapi betina yang sebenarnya. "
Setelah mereka menyulitkan dan
membuat Nabi mereka letih saat mondar-mandir antara
menemui mereka dan menemui Allah
SWT, setelah mereka membuat Nabi mereka
jengkel dengan per-tanyaan
seputar sifat sapi, warnanya, usianya, dan tanda-tanda khususnya;
setelah sikap keras kepala mereka
dan pembangkangan mereka terhadap perintah
Allah SWT, mereka berkata kepada
Nabi mereka—ketika beliau
membawa kepada
mereka sesuatu yang jarang sekali
ditemukan, "Sekarang barulah kamu meneranghan
hakikat sapi
betina yang sebenarnya. "
Seakan-akan Nabi Musa sebelumnya
bermain-main dengan mereka dan tidak serius, dan
seolah-olah apa yang beliau
katakan sebelumnya tidak menunjukkan kebenaran sedikit
pun. Kemudian lihatlah konteks
ayat tersebut yang menunjukkan kelaliman mereka:
"Kemudian
mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan
perintah itu."
Tidakkah ayat tersebut
menunjukkan kepada Anda akan sikap keras kepala mereka dan
usaha mereka memperlambat atau
menunda perintah Allah SWL Demikianlah sikap Bani
Israil di atas meja perundingan;
demikianlah cara mereka berunding dengan Nabi mereka
yang mulia, yaitu Musa. Musa
mendapatkan perlakuan yang keras dan perlakuan tidak
sopan dari kaumnya. Nabi Musa
menahan beban penderitaan yang berat saat beliau
berdakwah di jalan Tuhannya.
Barangkali problem utama yang dialami Nabi Musa
adalah, bahwa beliau diutus di
tengah-tengah kaum yang cukup lama merasakan dan
menikmati kehinaan; cukup lama
mereka hidup di bawah pengekangan dan belenggu
kebodohan. Mereka belum pernah
merasakan aroma kebebasan. Mereka cukup lama
menyembah berhala. Bani Israil
telah menyiksa Musa dengan siksaan yang berat, di mana
siksaan itu tidak hanya berkisar
pada penentangan dan sikap kebodohan serta
penyembahan berhala, bahkan
mereka pun tidak segan-segan menyakiti pribadi Musa.
Allah SWT berfirman dalam surah
al-Ahzab:
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang
menyakiti Musa;
maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka
katakan. Dan
adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah."
(QS. al-Ahzab: 69)
Kami tidak mengetahui hakikat
atau bentuk usaha menyakiti Nabi Musa ini. Kami tidak
setuju dengan riwayat ulama yang
mengatakan bahwa Musa adalah seorang lelaki yang
sangat pemalu dan ia sangat
tertutup di mana ia tidak ingin seorang pun melihat
tubuhnya. Kemudian orang-orang
Yahudi menuduh bahwa beliau mempunyai penyakit
kulit atau belang lalu Allah SWT
ingin menyembuhkannya dan berusaha menepis apa
yang mereka katakan. Diceritakan
bahwa pada suatu hari Nabi Musa pergi untuk mandi.
Ia meletakkan bajunya di atas
batu, kemudian beliau keluar. Tiba-tiba, batu itu terbang
dan membawa bajunya. Musa berlari
di belakang batu dalam keadaan telanjang sehingga
Bani Israil menyaksikannya dalam
keadaan telanjang. Ternyata tidak ada tanda belang
pada kulitnya. Kami sangat
menentang kisah seperti itu, karena di samping ia hanya
khurafat, juga sangat
bertentangan dengan kehormatan Musa sebagai seorang Nabi dan
kemaksumannya. Barangkali
penderitaan terbesar yang dialami oleh Musa adalah, saat
Bani Israil enggan untuk
berperang dalam rangka menyebarkan akidah tauhid di bumi,
atau paling tidak membiarkan
akidah ini menetap di bumi. Bani Israil menentang usaha
Musa untuk berperang dengan
mengatakan kepada Musa suatu kalimat yang terkenal,
yaitu:
"Pergilah
Kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami
hanya duduk
menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)
Demikianlah keadaan Bani Israil
sehingga Allah SWT menyiksa mereka dengan cara
menyesatkan mereka. Mereka
mengalami kesesatan selama empat puluh tahun penuh.
Kemudian satu generasi musnah;
generasi yang kalah dari dalam. Lalu lahirlah di tengahtengah
kesesatan itu generasi yang baru;
generasi yang belum pernah tunduk kepada
penyembahan berhala; generasi
yang tidak pernah lumpuh rohnya karena kehilangan
kebebasan; generasi yang rohnya
sehat; generasi yang belum memahami, mengapa
orang-orang tuanya berkeliling
tanpa tujuan di tengah-tengah kesesatan; generasi yang
siap untuk membela harga dirinya
dan kemuliaannya; generasi yang tidak berkata kepada
Musa, pergilah engkau bersama
Tuhanmu untuk berperang, sedangkan aku hanya dudukduduk
di sini; generasi yang menegakkan
nilai-nilai kebenaran sebagai wujud pembelaan
terhadap agama tauhid.
Akhirnya, generasi ini lahir di
tengah-tengah empat puluh tahun masa kesesatan, namun
Musa harus menjalani suatu takdir
Nabi Musa meninggal secara damai dan mulia. Nabi
Musa rindu untuk melihat
"wajah" Allah SWT. Di masa hidupnya, cinta telah
mendorongnya untuk diperkenankan
melihat Allah SWT, dan dorongan itu semakin
menguat saat kematiannya. Nabi
yang diajak bicara oleh Allah SWT itu kini bertemu
dengan-Nya dengan jiwa yang diridhai dan hati yang
tenang.♦
Tidak ada komentar:
Posting Komentar